Saat Shalat Sendirian,
Masihkah Disunnahkan Adzan?
Kita selalu mendengar adzan saat akan
melaksanakan shalat fardhu berjamaah. Memang lumrahnya, adzan dilakukan saat
akan melaksanakan shalat fardhu berjamaah. Sebagaimana disebutkan, bahwa hukum
adzan adalah sunnah kifayah, sehingga saat salah satu jamaah sudah ada yang
melakukan adzan, maka gugurlah kesunnahan jamaah-jamaah yang lain.
Lalu, bagaimana jika kita tidak berjamaah,
alias shalat sendirian, masihkan disunnahkan untuk adzan?
Menjawab hal ini, Syekh al-Bujairami dalam
Hasiyah Bujairami ala Syarhi Minhajit Thullab menjelaskan bahwa adzan bagi
orang yang melakukan shalat sendirian adalah sunnah kifayah. Sebagaimana shalat
jamaah.
أما
في حق المنفرد فهما سنة عين وحينئذ فيشكل قول المصنف ولو منفرد إلا أن يقال مراد
بقوله سنة عين أنه لا يطلب من غير المنفرد أذان لصلاة المنفرد ومراد الشارح أنه
إذا فعله غيره لأجل صلاته سقط عنه. ووجه إشكال قول المصنف ولو منفردا أنه يقتضي أن
يكون في حقه سنة كفاية
Artinya, “Adapun jika shalat sendirian, maka
adzan dan iqamah tetap dihukumi sunnah ain. Namun ketika demikian, maka
perkataan mushannif (pengarang Minhajut Thullab) disangsikan kecuali dikatakan
bahwa yang dimaksud hukumnya sunnah ain adalah bahwa tidak dianjurkan kepada
orang lain agar adzan untuk shalatnya orang munfarid (sendirian). Sedangkan
maksud pensyarah (al-Bujairami) adalah bahwasanya jika ada orang lain yang adzan
untuk shalat orang yang munfarid tersebut maka gugur kesunnahannya. Sedangkan
gambaran kesangsian pendapat mushannif terkait kata “walau munfaridan” adalah
sebenarnya menghendaki hukum sunnah kifayah untuk orang yang shalat sendirian.”
(Lihat: Sulaiman bin Amr al-Bujairami, Hasiyyah al-Bujairami ala Syarhi
Minhajit Thullab, [Turki: al-Maktabah al-Islamiyah,t.t.] j. 1, h. 167)
Hal ini juga dikuatkan oleh Imam Zakariya
al-Anshari dalam al-Gharar al-Bahiyyah fi Syarhil Bahjah al-Wardiyah bahwa
secara mutlak, hukum adzan adalah sunnah kifayah, baik dilakukan berjamaah
maupun sendirian.
Bahkan menurut as-Syirbini, jika seorang yang
shalat sendirian (munfarid) tersebut datang ke masjid setelah adzan di masjid
tersebut sedangkan jamaah masjid tersebut belum dimulai maka tak perlu adzan.
Terkecuali jika orang yang munfarid tersebut ingin shalat sendiri dan terpisah
dari jamaah.
إذا
حضر منفرد بعد حصول الأذان وقبل الجماعة لا يؤذن؛ لأنه مدعو بالأذان الحاصل إلا
إذا لم يرد الصلاة مع تلك الجماعة فإنه يؤذن
Artinya, “jika orang yang munfarid datang
setelah adzan dan sebelum jamaah, maka tak perlu adzan. Karena ia dipanggil
dengan adzan yang sudah ada. Kecuali jika ia tidak ingin shalat dengan jamaah
tersebut, maka ia disunnahkan adzan.” (Lihat: as-Syirbini, Hasyiyah as-Sirbini
dalam al-Gharar al-Bahiyyah fi Syarhil Bahjah al-Wardiyah, [t.k.: Maktabah
Maimuniyah, t.t], j. 1, h. 268.
Namun dianjurkan agar adzan yang
dikumandangkan pada saat ada jamaah yang lain dalam suatu masjid tidak terlalu
keras.
أما إذا
أذن لمنفرد في مسجد وقعت فيه جماعة فيسن خفض الصوت لئلا يتوهم السامعون دخول
الصلاة الأخرى
Artinya, “Adapun jika ada seorang adzan untuk
shalat sendirian di masjid yang di dalamnya terdapat orang yang sedang
melakukan jamaah maka disunnahkan untuk merendahkan suaranya. Hal ini dilakukan
agar orang yang mendengar tidak mengira bahwa telah masuk waktu shalat yang
lain.” (Lihat: Musthafa al-Khan dan Mustafa al-Bugha, Fiqih Manhaji ala
Madzhabi Imam as-Syafii, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], h. 115.)
Wallahu A’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar