Al-Kawakibul Lama’ah:
Kitab Rujukan Aswaja Karya Ulama Nusantara
Judul
: Al-Kawakibul Lama’ah
Penulis
: Syekh Abu Fadhol Senory
Penerjemah
: Yusni Amru Ghazali
Penerbit
: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Cetakan
: Pertama, November 2017
Peresensi
: Fathoni Ahmad, pengajar di
Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta
Kitab rujukan paham
Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) ditulis oleh beberapa Kiai NU di antaranya
Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari,
Al-Hujaj Al-Qath’iyyah An-Nahdliyyah karya KH Muhyiddin Abdusshomad,
Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayat karya KH Marzuqi Mustamar, dan Al-Kawakibul
Lama’ah karya Syekh Abu Fadhol Senory.
Ahlussunnah wal
Jama’ah sendiri merupakan paham keagamaan kaum Sunni yang berasal dari kalam
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Paham ini mengambil jalan
tengah antara ahlul ra’yi (kelompok rasionalis) dan ahlul hadits sehingga
memiliki pemikiran dan paham yang cenderung moderat (wasathi), tidak terlalu
tekstual juga tidak terlalu rasional.
Kitab rujukan pokok
tentang Aswaja Al-Kawakibul Lama’ah karya Syekh Abu Fadhol Senory merupakan
kitab yang ingin diulas dalam tulisan ini. Syekh Abu Fadhol yang lahir di
daerah Senori, Tuban, Jawa Timur berupaya memberikan pemahaman yang jelas,
lugas, dan mudah dimengerti kepada masyarakat tentang Aswaja dalam kitab ini.
Kitab ini cukup
berharga setidaknya karena dua alasan. Pertama, kitab ini merupakan karya asli
ulama Nusantara. Ini bukti bahwa khazanah keilmuan dan kealiman ulama-ulama
Nusantara mampu menderivasikan (menurunkan) pemahaman Aswaja secara sederhana
sehingga bisa dipahami oleh masyarakat umum, terutama untuk warga NU
(Nahdliyin).
Syekh Abu Fadhol
Senori ini merupakan satu dari banyak ulama Nusantara yang menghasilkan karya
rujukan. Bahkan, ulama-ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Banten, Syekh Khatib
Sambas, Syekh Yasin Padang, Syekh Mahfud Termas, Syekh Ihsan Jampes, dan
lain-lain menghasilkan karya yang menjadi rujukan akademik di ranah global.
Alasan kedua, kitab
ini merupakan rujukan penting bagi generasi milenial, terutama untuk menghadapi
upaya-upaya tahrif dan pengaburan ajaran Islam ala Aswaja yang selama
dipraktikkan dan berkembang luas di tengah masyarakat Indonesia. Kitab ini
menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bisa dijadikan fondasi dan dasar
untuk memahami epistemologi Aswaja secara utuh.
Awalnya, Prof
Al-Ludz’i Abu Al-Fadhl ibn Syekh Abd Asy-Syakur As-Sinuri Al-Bangilani
mengirimkan karya Al-Kawakibul Lama’ah fi Tahqiq Al-Musamma bi Ahli As-Sunnah
wa Al-Jama’ah kepada KH Abdul Jalil Hamid Kudus. Kiai Abdul Hamid melihat akan
kebenaran dan pentingnya kitab tersebut bahkan bisa menjadi tambahan ilmu yang
kuat bagi kaum intelektual.
Lantas kitab tersebut
dibawa ke forum Muktamar ke-23 Nahdlatul Ulama di Solo, Jawa Tengah tahun 1962.
Muktamirin sangat antusias dengan kitab tersebut sehingga disepakati untuk
membentuk tim tashih. Setelah cukup lama, akhirnya tim tashih baru terbentuk di
Denanyar, Jombang pada 1383 H bertepatan pada pertengahan Mei 1994.
Hadir dalam agenda
tersebut, pemuka-pemuka jami’yah NU di antaranya KH Bisri Syansuri, KH Adlan
Ali, KH Kholil, dan KH Mansur Anwar. Mereka merupakan tokoh-tokoh besar NU yang
tinggal di Jombang.
Juga hadir dalam
agenda tashih tersebut KH Turaihan Ajhuri Kudus, KH Abdul Majid Palembang, KH
Raden Muhammad Al-Karim Solo, KH Muhammad Al-Bagir Marzuqi Jakarta, dan KH
Abdul Jalil Hamid sendiri. Hadir juga ulama cerdik cendekia dari Martapura
Kalimantan KH Nur Jalil.
Dalam kitab ini,
Syekh Abu Fadhol Senori memberikan penjelasan cukup sederhana namun mendetail
dalam lima pasal. Lima pasal tersebut menjelaskan epistemologi Ahlussunnah wal
Jama’ah yang dikembangkan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
Pasal-pasal tersebut
juga menjelaskan secara gamblang terkait prinsip-prinsip pembahasan tentang
kata dalam bahasa Arab. Syekh Abu Fadhol memaparkan bahwa sebuah kata
adakalanya hakiki (bermakna sebenarnya) atau majasi (kiasan). Keduanya bisa
bersifat bahasa (lughawi), syariat (syar’i), tradisi (‘urfi), yang bersifat
istilah adakalanya ‘am (universal) atau khas (parsial).
Dalam kitab ini juga
dibahas penerapan ragam dan karakter kata serta bahasa yang dimaksud di atas.
Selanjutnya pembahasan istilah dan makna ‘Sunnah’ dan Ahlussunnah wal Jama’ah
yang masuk dalam kelompok kata tradisi (‘urfi). Pembahasan runut tersebut membawa
pembaca dapat memahami prinsip-prinsip Aswaja secara mudah namun mendalam.
Dalam kitabnya ini,
Syekh Senori juga menerangkan hasil sebuah penelitian yang mengungkakan bahwa
Aswaja terbagi menjadi tiga kelompok, pertama, ahli hadits yang metode dan
pijakan mereka adalah dalil-dalil sam’i yakni Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’.
Kedua, kelompok
ideologis dan pemikir, mereka adalah kaum Asy’ariyah dan Maturidiyah
(Hanafiah). Ketiga, ahli rasa dan kasyaf. Mereka adalah kaum sufi. Adapun
prinsip ajaran mereka di tahap awal ialah sama dengan prinsip ahli fiqih dan
hadits. Namun pada puncaknya mereka menggunakan prinsip kasyaf dan ilham.
Agar lebih memahamkan
pembaca, Syekh Senory memaparkan pembahasannya dalam bentuk tanya jawab.
Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan ialah pertanyaan yang muncul, baik dari
kalangan masyarakat, ulama, maupun intelektual. Jawaban yang dikemukakan Syekh
Senory dibahas dalam bingkai pemahaman Aswaja.
Dengan demikian,
kitab ini tidak hanya menguraikan paham Aswaja secara teoritis, tetapi juga
menerangkannya secara praktis. Praktik keagamaan yang berkembang di Nusantara
selama ini merupakan ejawantah paham Aswaja. Pijakan syar’i-nya jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan secara teologis maupun akademis. Wallau’alam bisshowab.
[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar