Senin, 28 Januari 2019

(Buku of the Day) Al-Kawakibul Lama’ah: Kitab Rujukan Aswaja Karya Ulama Nusantara


Al-Kawakibul Lama’ah: Kitab Rujukan Aswaja Karya Ulama Nusantara


Judul                : Al-Kawakibul Lama’ah
Penulis             : Syekh Abu Fadhol Senory
Penerjemah       : Yusni Amru Ghazali
Penerbit            : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Cetakan            : Pertama, November 2017
Peresensi          : Fathoni Ahmad, pengajar di Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta

Kitab rujukan paham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) ditulis oleh beberapa Kiai NU di antaranya Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Al-Hujaj Al-Qath’iyyah An-Nahdliyyah karya KH Muhyiddin Abdusshomad, Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayat karya KH Marzuqi Mustamar, dan Al-Kawakibul Lama’ah karya Syekh Abu Fadhol Senory.

Ahlussunnah wal Jama’ah sendiri merupakan paham keagamaan kaum Sunni yang berasal dari kalam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Paham ini mengambil jalan tengah antara ahlul ra’yi (kelompok rasionalis) dan ahlul hadits sehingga memiliki pemikiran dan paham yang cenderung moderat (wasathi), tidak terlalu tekstual juga tidak terlalu rasional.

Kitab rujukan pokok tentang Aswaja Al-Kawakibul Lama’ah karya Syekh Abu Fadhol Senory merupakan kitab yang ingin diulas dalam tulisan ini. Syekh Abu Fadhol yang lahir di daerah Senori, Tuban, Jawa Timur berupaya memberikan pemahaman yang jelas, lugas, dan mudah dimengerti kepada masyarakat tentang Aswaja dalam kitab ini.

Kitab ini cukup berharga setidaknya karena dua alasan. Pertama, kitab ini merupakan karya asli ulama Nusantara. Ini bukti bahwa khazanah keilmuan dan kealiman ulama-ulama Nusantara mampu menderivasikan (menurunkan) pemahaman Aswaja secara sederhana sehingga bisa dipahami oleh masyarakat umum, terutama untuk warga NU (Nahdliyin).

Syekh Abu Fadhol Senori ini merupakan satu dari banyak ulama Nusantara yang menghasilkan karya rujukan. Bahkan, ulama-ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Banten, Syekh Khatib Sambas, Syekh Yasin Padang, Syekh Mahfud Termas, Syekh Ihsan Jampes, dan lain-lain menghasilkan karya yang menjadi rujukan akademik di ranah global.

Alasan kedua, kitab ini merupakan rujukan penting bagi generasi milenial, terutama untuk menghadapi upaya-upaya tahrif dan pengaburan ajaran Islam ala Aswaja yang selama dipraktikkan dan berkembang luas di tengah masyarakat Indonesia. Kitab ini menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bisa dijadikan fondasi dan dasar untuk memahami epistemologi Aswaja secara utuh.

Awalnya, Prof Al-Ludz’i Abu Al-Fadhl ibn Syekh Abd Asy-Syakur As-Sinuri Al-Bangilani mengirimkan karya Al-Kawakibul Lama’ah fi Tahqiq Al-Musamma bi Ahli As-Sunnah wa Al-Jama’ah kepada KH Abdul Jalil Hamid Kudus. Kiai Abdul Hamid melihat akan kebenaran dan pentingnya kitab tersebut bahkan bisa menjadi tambahan ilmu yang kuat bagi kaum intelektual.

Lantas kitab tersebut dibawa ke forum Muktamar ke-23 Nahdlatul Ulama di Solo, Jawa Tengah tahun 1962. Muktamirin sangat antusias dengan kitab tersebut sehingga disepakati untuk membentuk tim tashih. Setelah cukup lama, akhirnya tim tashih baru terbentuk di Denanyar, Jombang pada 1383 H bertepatan pada pertengahan Mei 1994.

Hadir dalam agenda tersebut, pemuka-pemuka jami’yah NU di antaranya KH Bisri Syansuri, KH Adlan Ali, KH Kholil, dan KH Mansur Anwar. Mereka merupakan tokoh-tokoh besar NU yang tinggal di Jombang.

Juga hadir dalam agenda tashih tersebut KH Turaihan Ajhuri Kudus, KH Abdul Majid Palembang, KH Raden Muhammad Al-Karim Solo, KH Muhammad Al-Bagir Marzuqi Jakarta, dan KH Abdul Jalil Hamid sendiri. Hadir juga ulama cerdik cendekia dari Martapura Kalimantan KH Nur Jalil.

Dalam kitab ini, Syekh Abu Fadhol Senori memberikan penjelasan cukup sederhana namun mendetail dalam lima pasal. Lima pasal tersebut menjelaskan epistemologi Ahlussunnah wal Jama’ah yang dikembangkan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.

Pasal-pasal tersebut juga menjelaskan secara gamblang terkait prinsip-prinsip pembahasan tentang kata dalam bahasa Arab. Syekh Abu Fadhol memaparkan bahwa sebuah kata adakalanya hakiki (bermakna sebenarnya) atau majasi (kiasan). Keduanya bisa bersifat bahasa (lughawi), syariat (syar’i), tradisi (‘urfi), yang bersifat istilah adakalanya ‘am (universal) atau khas (parsial).

Dalam kitab ini juga dibahas penerapan ragam dan karakter kata serta bahasa yang dimaksud di atas. Selanjutnya pembahasan istilah dan makna ‘Sunnah’ dan Ahlussunnah wal Jama’ah yang masuk dalam kelompok kata tradisi (‘urfi). Pembahasan runut tersebut membawa pembaca dapat memahami prinsip-prinsip Aswaja secara mudah namun mendalam.

Dalam kitabnya ini, Syekh Senori juga menerangkan hasil sebuah penelitian yang mengungkakan bahwa Aswaja terbagi menjadi tiga kelompok, pertama, ahli hadits yang metode dan pijakan mereka adalah dalil-dalil sam’i yakni Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’.

Kedua, kelompok ideologis dan pemikir, mereka adalah kaum Asy’ariyah dan Maturidiyah (Hanafiah). Ketiga, ahli rasa dan kasyaf. Mereka adalah kaum sufi. Adapun prinsip ajaran mereka di tahap awal ialah sama dengan prinsip ahli fiqih dan hadits. Namun pada puncaknya mereka menggunakan prinsip kasyaf dan ilham.

Agar lebih memahamkan pembaca, Syekh Senory memaparkan pembahasannya dalam bentuk tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan ialah pertanyaan yang muncul, baik dari kalangan masyarakat, ulama, maupun intelektual. Jawaban yang dikemukakan Syekh Senory dibahas dalam bingkai pemahaman Aswaja.

Dengan demikian, kitab ini tidak hanya menguraikan paham Aswaja secara teoritis, tetapi juga menerangkannya secara praktis. Praktik keagamaan yang berkembang di Nusantara selama ini merupakan ejawantah paham Aswaja. Pijakan syar’i-nya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara teologis maupun akademis. Wallau’alam bisshowab. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar