Kecintaan KH Abdul
Wahid Hasyim terhadap Al-Qur'an
KH Abdul Wahid Hasyim
merupakan sosok yang begitu mencintai Al-Qur'an. Kegemarannya mendengarkan
lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dilagu sedemikian rupa mengalahkan kesukaannya
terhadap lagu-lagu Arab yang dinyanyikan dengan musik dan irama yang nikmat
didengar, juga keindahan lirik yang disusun para penyair dengan begitu indah.
Setidaknya, Aboebakar
dalam buku Sejarah Hidup K.H. A. Wahid Hasjim menuliskan dua alasan Kiai Wahid
lebih menikmati lantunan ayat suci Al-Qur'an. Pertama, kesenian falsafah.
Kandungan ayat-ayat yang dilantunkan itu begitu diresapi oleh putra Hadlaratussyaikh
KH Hasyim Asy'ari itu. Hal ini membuatnya menyarankan untuk membaca
Al-Qur'an saat kita galau. Sebab, biasanya, kita akan menemui ayat yang
memberikan harapan.
"Apabila kita
pada suatu masa bingung dan kehilangan akal, sebaiknya kita membaca Al-Qur'an
dan biasanya selalu kita bertemu dengan ayat-ayat yang memberikan kita harapan
lagi untuk mendapat petunjuk, dan balasannya terbuka kembali bagi kita pintu
akal dan perjuangan," tulis Aboebakar mengutip pernyataan Kiai Wahid.
Hal ini pun pernah
terjadi dalam dirinya. Diceritakan dalam buku yang sama, H M Junaidi Jakarta,
bercerita bahwa Kiai Wahid pernah bangkit kembali untuk bekerja membuat nota
pembelaan saat pembubaran kabinet. Padahal, saat itu ia sudah hendak istirahat.
Bisa demikian karena ayahanda Gus Dur itu mendengar lantunan surat Al-Baqarah
ayat 137 dari radio Mesir.
"Jika mereka
berkeyakinan seperti keyakinan kamu, sesungguhnya mereka akan mendapat
petunjuk, tetapi jika mereka tidak sesuai dengan keyakinanmu, adalah mereka
dalam keingkarannya. Maka engkau nanti akan dipeliharakan Allah dan pada
kejahatan mereka, dan Allah itu Mendengar lagi Mengetahui."
Mendengar itu, tulis
Aboebakar, Wahid Hasjim tidak jadi tidur. Ia bekerja terus sampai subuh dan
kedengaran ayam berkokok.
Kedua, karena kesenian
suara yang tertinggi. Keindahan suara qari, lagu yang indah, sesuai dengan
ayat, dan kesesuaian ayat dengan suasana saling berpadu. Jika demikian sudah
terjalin betul, air mata tak lagi dapat dibendung Kiai Wahid.
"Kita lihat
Wahid Hasjim menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dan tidak jarang ia
meneteskan air mata," kata Aboebakar.
Bahkan, kiai yang
pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengucapkan
terima kasih secara khusus kepada qari yang telah membuatnya seperti itu.
Biasanya, penghormatan demikian ia sampaikan kepada Tubagus Mansur (Banten), KH
Abdul Karim (Jawa Tengah), dan K Damanhuri (Jawa Timur).
Setelah mendengarkan
lantunan ayat suci Al-Qur'an, biasanya, laku dan gaya bicara Kiai Wahid akan
berubah.
Mendirikan Jam'iyatul
Qurra wal Huffazh
Selain terenyuh
sampai membuatnya menangis, bentuk kecintaan Kiai Wahid lainnya adalah
mendirikan Jam'iyyatul Qurra wal Huffazh, sebuah organisasi yang menghimpun
para qari dan penghafal Al-Qur'an. Hal itu ia lakukan saat menjadi menteri
agama.
"Dulu,
berdirinya JQH itu tahun 1951, yang mendirikan itu Kiai Wahid Hasyim. Beliau
adalah seorang qari, seorang hafidz, seorang mufassir. Pas saat itu (jadi)
menteri agama," ujar KH Abdul Muhaimin Zen, ketua umum Pimpinan Pusat
Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh Nahdlatul Ulama, sebagaimana dilansir NU Online
pada Senin (16/4/2018).
Saat itu, beberapa
kota telah memiliki perkumpulan para qari dan penghafal Al-Qur'an. Di
antaranya, Jam'iyyatul Huffazh (Kudus, Jawa Tengah), Nahdlatul Qurra (Jombang,
Jawa Timur), Wihdatul Qurra (Sulawesi Selatan), Persatuan Pelajar Ilmu Qiraatul
Qur'an (Banjarmasin), Madrasatul Qur'an (Palembang), dan Jam'iyyatul Qurra
(Medan, Sumatera Utara).
"Semua
organisasi kealquranan beliau jadikan satu," katanya.
Pada Nuzulul Qur'an
1370 H, Kiai Wahid mempertemukan semua organisasi itu di kediamannya di
Jakarta. Aboebakar Aceh menulis empat tujuan pembentukan organisasi tersebut,
yaitu membela kesulitan Al-Qur'an dalam arti kata yang luas, mempelajari
sesuatu yang bersangkut paut dengan Kitab Suci Al-Qur'an, memperbaikin nasib
Qurra dan Huffadz dalam kehidupan sehari-hari, dan turut menyumbangkan tenaga
dalam pembangunan kebudayaan yang bertali dengan ajaran Al-Qur'an. []
Syakir NF, pengurus
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan kontributor NU Online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar