Jumat, 13 April 2018

Zuhairi: Inspirasi Hijrah Arab Saudi dari Wahabisme


Inspirasi Hijrah Arab Saudi dari Wahabisme
Oleh: Zuhairi Misrawi

Majalah TIME edisi terbaru 16 April 2018 menjadikan Muhammad bin Salman (MBS) sebagai kover depan dan bahasan utama. TIME menulis, Charme Offensive: Should The World Buy What The Crown Prince is Selling?

Kunjungan selama tiga minggu ke Amerika Serikat membawa pesan khusus, bahkan menjadi goncangan (disruption) serius bagi Timur-Tengah dan Dunia Islam. MBS mengunjungi 5 negara bagian dan sebuah kawasan di Columbia, berjumpa 4 Presiden, 5 media massa, dan beberapa tokoh penting lainnya.

Pesan yang dibawa MBS adalah perubahan. Ia hendak mengabarkan perubahan-perubahan besar yang sudah dan akan terus terjadi di Timur-Tengah. "Kami meyakini apa yang dipraktikkan oleh sebagian dunia Islam, termasuk Arab Saudi, bukanlah cerminan dari esensi Islam. Ekstremisme yang berjubah Islam saat ini adalah paham yang dibajak oleh sebagian kelompok, terutama setelah 1979 (Revolusi Islam Iran)", ujar MBS kepada Majalah TIME.

Secara khusus MBS menyatakan, apa yang terjadi di Arab Saudi dalam 50 atau 60 tahun terakhir seperti apa yang terjadi di AS dalam 300 atau 400 tahun yang lalu. Sementara dunia sudah berubah begitu cepat. Maklum, Arab Saudi ditengarai oleh banyak ahli sebagai eksportir ekstremisme dan fundamentalisme Islam, sehingga dianggap telah menginspirasi lahirnya al-Qaeda, Taliban, ISIS, dan beberapa kelompok lainnya.

MBS berkali-kali menegaskan akan menahkodai perubahan ini secara saksama, bahkan ia menyatakan bahwa yang dapat menghentikan langkahnya hanya kematian. Pasti banyak penentangnya di lingkaran ulama Wahabi yang sudah nyaman dengan kemapanan Wahabisme, yang konon jumlahnya mencapai ribuan ulama. Tapi MBS bergeming, ia akan membawa era baru Arab Saudi yang berbeda dengan puluhan tahun yang lalu.

MBS sudah menegaskan akan memancangkan bendera Islam Moderat di Arab Saudi. Istimewanya, Islam Moderat yang diluncurkan pertama kali untuk kalangan perempuan yang selama ini menjadi korban dari Wahabisme yang terkenal melakukan domestifikasi, marginalisasi, bahkan diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Untuk pertama kalinya, perempuan Arab Saudi diperkenankan mengemudikan kendaraan. Perempuan akan mendapatkan kesetaraan di ruang publik untuk membuka lapangan pekerjaan, berbisnis, menjadi tentara, serta menonton hiburan dan olahraga.

Dalam hal berpakaian, perempuan Arab Saudi akan mendapatkan kebebasan untuk memilih pakaian yang sesuai dengan kepantasan dan kesopanan yang berlaku. Artinya, perempuan tidak lagi diwajibkan memakai cadar yang selama ini menjadi kewajiban bagi mereka. Dalam beberapa konser yang dilaksanakan di Jeddah dan Riyadh, kita sekarang dapat melihat wajah perempuan Arab Saudi yang selama ini tabu. Dari wajah mereka terlihat senyum merekah lebar sebagai tanda zaman baru bagi kalangan perempuan. Mereka akhirnya menjadi perempuan yang bisa menghirup angin segar perubahan sebagaimana perempuan lainnya di Timur-Tengah dan dunia Islam pada umumnya.

Pada 18 April nanti, untuk pertama kalinya akan dibuka bioskop di seantero Arab Saudi. Konon film pertama yang akan diputar adalah Black Panther, bukan film religius besutan sineas dunia Islam. Itu artinya Arab Saudi akan menjadi negara yang tidak lagi terkungkung dengan paham lamanya yang dikenal kaku dan rigid.

Terkait dengan hukuman mati, MBS menegaskan bahwa Arab Saudi masih memberlakukan hukum tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dengan al-Quran sebagai landasan utamanya. Tetapi secara pelan-pelan sudah dilakukan perubahan untuk menjadikan hukuman penjara sebagai alternatif daripada hukuman mati, khususnya dalam beberapa kasus pidana.

Dalam dua tahun terakhir, pihak kerajaan Arab Saudi dan parlemen bekerja keras untuk melahirkan terobosan baru dalam hal hukuman mati dan hukum pidana Islam lainnya (al-hudud). Perubahan ini tidak bisa terjadi dalam setahun dua tahun, tetapi membutuhkan waktu lama. Tidak mungkin terjadi perubahan 100 persen, tetapi ada upaya serius untuk perubahan secara bertahap.

Beberapa penjelasan tersebut, Arab Saudi sudah hijrah dari Wahabisme yang selama ini dianggap pijakan utama mereka. MBS sudah memancangkan panji moderasi Islam. Bahkan, ia melakukan terobosan-terobosan yang mencerminkan era bara bagi kaum perempuan dan kaum milenial yang jumlahnya mencapai 70% dari populasi.

Pertanyaannya sekarang, kaum Wahabi di negeri ini kapan berubah? Di saat induk semangnya sudah berubah, maka mestinya mereka juga berubah. Mereka tidak dapat lagi memaksakan pahamnya untuk diterapkan di negeri ini. Moderasi Islam merupakan sebuah keniscayaan, karena paham ini yang sebenarnya cocok dengan konteks kekinian dan relevan dengan esensi ajaran Islam.

Sementara Wahabisme sudah tidak bisa lagi dipaksakan sebagai paham alternatif, karena bertentangan dengan sunnatullah yang mendorong pada kesetaraan, keadilan, kedamaian, dan kasih-sayang. Wahabisme sudah terbukti menjadi inspirasi bagi ekstremisme.

Sebenarnya kita sudah mempunyai Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sudah terbukti membangun paham keislaman yang moderat dan menjadi pilar penting dalam membangun solidaritas kebangsaan. Namun ironisnya ada beberapa pihak yang lebih tertarik dengan paham Wahabisme ala Arab Saudi zaman old. Mereka masih ingin menjadikan Arab Saudi zaman old sebagai kiblat.

Maka dari itu, perubahan besar yang terjadi di Arab Saudi zaman now sejatinya dapat menginspirasi kita untuk konsisten di jalur moderasi Islam. Kita harus legowo meninggalkan Wahabisme, karena Arab Saudi yang dianggap sebagai nenek moyangnya Wahabisme sudah memilih jalur moderasi Islam. Dan, pada akhirnya kita menyakini, bahwa Islam Nusantara Berkemajuan seperti yang sudah dibuktikan oleh NU dan Muhammadiyah merupakan sebuah keniscayaan bagi Republik. []

DETIK, 12 April 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute

Tidak ada komentar:

Posting Komentar