Jumat, 06 April 2018

Karomah Tuan Guru Shaleh Hambali Lombok


Karomah Tuan Guru Shaleh Hambali Lombok

Karomah atau keistimewaan tidak dimiliki oleh semua orang, kecuali orang-orang tertentu yang mempunyai ilmu agama mumpuni, dekat dengan Sang Pencipta, serta berusaha bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Karomah dinilai lekat dengan para waliyullah, seseorang dengan sikap wara yang tinggi dan memilih jalan riyadhah agar tetap dekat dengan Sang Kahliq. Dalam sejarah orang-orang mulia di lingkungan NU, Tuan Guru (sebutan kiai di Nusa Tenggara Barat) Shaleh Hambali (1896-1968) merupakan salah satu ulama NU yang memiliki sejumlah keistimewaan atau karomah tersebut.

Karomah ulama asal Desa Bengkel, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat yang lahir pada 1896 ini diceritakan oleh sang cucu, Tuan Guru Haji (TGH) Halisussabri. Pendiri Pondok Pesantren Darul Qur’an Bengkel itu menurut Halisussabri adalah ulama kharismatik panutan masyarakat NTB.

Halisussabri yang kini meneruskan perjuangan sang kakek memimpin Pesantren Darul Qur’an meriwayatkan, pernah suatu ketika Shaleh Hambali muda merasa prihatin karena salah seorang pamannya sering menyabung ayam. Potensi keistimewaannya terlihat ketika Shaleh Hambali berusaha menghentikan kebiasaan pamannya itu.

Total ada sekitar 20 ayam jago siap adu yang dimiliki pamannya. Setiap hari, Shaleh Hambali bermain ke rumah pamannya itu dengan meminta dimasakkan ayam. Karena kasih sayang pamannya kepada Shaleh Hambali, ia tidak pernah menolak permintaan Shaleh Hambali. Ia pun memasakkan ayam untuk Shaleh Hambali dan itu berlangsung tiap hari hingga tidak ada lagi ayam jago tersisa di kandangnya.

Ia tidak tersadar, ayam sabungnya telah habis dimakan Shaleh Hambali sehingga ia pun tidak punya kesempatan lagi untuk menyabung ayam. Saat itulah ia tersadar apa yang dilakukan Shaleh Hambali merupakan penyadaran bagi dirinya agar jangan lagi menyabung ayam.

Kecemerlangan Shaleh Hambali semakin matang ketika dirinya pulang sehabis menuntut ilmu di Mekkah. Ia sadar masyarakat Desa Bengkel jauh dari akhlak agama sehingga ia perlu berdakwah dan mendirikan pesantren. Cerita ulama yang juga dikenal sebagai Tuan Guru Bengkel ini persis seperti ketika Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebuireng di tengah tradisi buruk masyarakat saat itu. Mereka berusaha menjernihkan kehidupan buruk masyarakat tersebut.

Tantangan dakwah ulama yang berjasa mengenalkan jam’iyah NU kepada masyarakat NTB ini tidaklah mudah. Tuan Guru Bengkel yang ditinggal wafat ibu dan ayahnya ketika masih berumur enam bulan ini tidak jarang mendapat sejumlah ancaman yang membahayakan jiwanya selama berdakwah. 

Namun, perjuangan mendakwahkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) terus ia lakukan demi kehidupan masyarakat yang lebih baik. Melalui Pesantren Darul Qur’an, Tuan Guru Bengkel benar-benar menjadi jantung Pulau Lombok. Warga patuh dan mengamalkan ajaran Aswaja yang disebarkannya. Bahkan, saking takdzimnya kepada TGH Shaleh Hambali, warga tidak mudah menerima paham lain di luar ajaran Shaleh Hambali.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat mengenal Tuan Guru Bengkel sebagai pribadi dengan akhlak yang baik dan ilmu agama yang mumpuni. Mereka berduyun-duyun tidak hanya ingin menuntut ilmu kepadanya, tetapi juga meminta bantuan dalam bentuk lain. Seperti perlindungan dari bala, musibah, dan orang-orang yang bermaksud jahat.

Warga percaya sang tuan guru memiliki sejumlah karomah atau keistimewaan di luar nalar masyarakat umum. Hal ini menyebabkan banyak cerita istimewa Shaleh Hambali yang berkembang di tengah masyarakat. Misalnya peristiwa hujan madu yang konon pernah terjadi di Desa Bengkel.

Hal itu diceritakan oleh Halisussabri sendiri dan dipercaya oleh masyarakat sebagai karomah Tuan Guru Bengkel. Peristiwa unik itu juga diamini oleh Ahmad Zahroni, salah seorang warga Bengkel yang juga menjadi pengajar di madrasah yang berada di Pesantren Darul Qur’an. Percaya atau tidak, warga meyakini pernah ada rintik hujan madu di Bengkel. 

“Tepatnya gerimis, tapi yang turun itu madu,” ungkap Zahroni saat ditemui di arena Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU (Munas dan Konbes NU) pada 23-25 November 2017 di NTB. Pesantren Darul Qur’an merupakan salah satu dari lima pesantren lokasi Munas.

Cerita karomah lainnya ialah, Tuan Guru Bengkel pernah pernah memimpin perang di Irian Barat (sekarang Papua). Di saat para serdadu berperang, TGH Shaleh Hambali hadir sebagai sosok prajurit yang ada di baris depan. Cerita itu konon diriwayatkan oleh Hamid Wijaya, anggota Ansor yang turut berjuang melawan penjajah saat itu.

Sebagian masyarakat tidak mempercayai. Sebab Tuan Guru Bengkel senantiasa berada di NTB. Namun, bagi seorang ulama seperti TGH Shlaeh Hambali, keistimewaan demi keistimewaannya tidak diragukan oleh masyarakat di NTB.

Pernah juga suatu ketika hujan tiba-tiba berhenti ketika TGH Shaleh Hambali hendak ke luar ruangan. Saat itu, ia mendengar kabar adiknya meninggal. Ketika hendak takziah itu, Shaleh Hambali mendapati hujan yang sangat lebat. Namun, saat baru mengeluarkan satu kakinya ke luar pintu, hujan lebat itu seketika berhenti.

Di antara sejumlah karomahnya itu, tentu perjuangan menyebarkan dakwah Aswaja NU di tanah NTB tidak kalah istimewanya. Tuan Guru Bengkel adalah Rais Syuriyah pertama PWNU NTB. Ia pernah mendapati masyarakat berduyun-duyun mengunjungi dirinya karena jiwanya terancam atas kekerasan yang dilakukan G30S/PKI saat itu.

Selain memberikan sejumlah wirid dan doa, TGH Shaleh Hambali juga memberikan perhatian kepada seluruh masyarakat agar mereka menancapkan bendera NU di depan rumahnya masing-masing. Tuan Guru Bengkel menjamin keamanan masyarakat dengan bendera NU tersebut. Warga pun merasakan keamanan dengan bendera NU di depan rumahnya. Ini menunjukkan bahwa TGH Shaleh Hambali juga merupakan jimat masyarakat NTB. []

(Fathoni Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar