Senin, 12 Februari 2018

Zuhairi: Soekarno, Jokowi, Palestina



Soekarno, Jokowi, Palestina
Oleh: Zuhairi Misrawi

”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang Palestina, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.” Ungkapan Soekarno itu dipopulerkan kembali oleh Presiden Jokowi dalam pembukaan KTT Luar Biasa OKI tentang Palestina dan Al-Quds al-Sharif, Mei 2016, di Jakarta.

Presiden Jokowi ingin mengingatkan kembali imajinasi kolektif bangsa ini perihal pentingnya berperan aktif dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina. Mengapa Palestina begitu penting bagi kita dan dunia?

Pertama, Palestina adalah negara berdaulat yang sampai sekarang belum mendapatkan haknya untuk merdeka. Kedatangan orang-orang Yahudi dari Eropa ke Tanah Palestina sejak akhir abad ke-18 menjadi mimpi buruk bagi bangsa Palestina. Deklarasi Balfour pada 1917 mengakui kehadiran Israel dan mulailah perang serta konflik dengan orang-orang Arab.

 Puncaknya terjadi Mei 1948 ketika negara Israel resmi berdiri. Peristiwa tersebut menjadi kemenangan besar Israel, tapi sebaliknya menjadi tragedi (nakbah) bagi bangsa Palestina. Maka, warga Palestina yang ingin bertahan hidup harus eksodus ke negara-negara terdekat, seperti Jordania, Mesir, Lebanon, serta Eropa dan Amerika Serikat.

Kedua, penjajahan terhadap Palestina tidak berhenti ketika Israel berdiri, setelah itu justru menjadi-jadi. Israel terus memperluas kekuasaannya, sementara negara-negara Arab tidak berdaya melawan gempuran militer Israel yang didukung sepenuhnya oleh Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa lain. Wilayah Palestina pun semakin menyusut.

Ketiga, kebijakan Trump memindahkan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem semakin menyudutkan posisi Palestina dalam proses perundingan perdamaian. Banyak pihak memandang perundingan solusi damai dua negara (two states solution) akan buntu pasca-kebijakan kontroversial Trump.

Dalam buku terbaru yang menghebohkan di Amerika Serikat, Fire and Fury: Inside The Trump White House, Michael Wolff mengisahkan intensi politik Donald Trump. Sejak awal dilantik sebagai presiden, Trump bersikukuh menjadikan Jerusalem ibu kota Israel. Ada manuver Tepi Barat diserahkan kepada Jordania dan Gaza dihibahkan ke Mesir. Itu artinya Trump menghendaki tidak ada lagi Palestina. Tanpa Tepi Barat dan Gaza, maknanya tanpa Palestina.

Dalam beberapa tahun ke depan, masa depan kemerdekaan Palestina akan menjadi isu sentral. Negara-negara Liga Arab intens merundingkan langkah kontroversial Trump dan Israel. Bersamaan dengan itu, akan muncul perlawanan dari dunia yang terbukti menolak kebijakan Trump, baik dalam sidang Dewan Keamanan
maupun Majelis Umum PBB.

Soekarno

Dalam imajinasi kolektif bangsa Indonesia, Palestina mempunyai tempat sangat terhormat. Palestina termasuk salah satu bangsa yang pertama kali mendukung  kemerdekaan Republik Indonesia bersama negara-negara Liga Arab lainnya.

September 1944, Mufti Besar Palestina Syaikh Muhammad Amien al-Huseini menyatakan dukungannya bagi kemerdekaan RI. Ia menyampaikan dukungannya melalui radio berbahasa Arab di Berlin. Padahal, saat itu Palestina sedang menghadapi agresi Israel. Langkah Palestina diikuti oleh Mesir yang pada 22 Maret 1946 mengakui kemerdekaan RI.

Dukungan dan pengakuan bangsa Palestina terus diingat rakyat Indonesia untuk selalu melawan segala bentuk penjajahan. Dulu, saat bangsa Palestina belum merdeka, mereka sudah menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan RI. Karena itu, kita mesti terus bersama-sama Palestina mewujudkan kemerdekaan.

Apalagi ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan RI mengerti betul rasanya dijajah. Oleh sebab itu, ketika Israel mengucapkan selamat dan mengakui kemerdekaan RI, Soekarno bersikap dingin. Bung Hatta pun hanya mengucapkan terima kasih dan tidak tertarik membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang baru merdeka. Sampai sekarang RI tidak mau mengakui kehadiran Israel di Tanah Palestina sebagai bukti komitmen pada kedaulatan Palestina dan melawan segala bentuk penjajahan.

Soekarno terus menentang kebiadaban penjajahan dengan menggagas Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1953. Sejak awal, Indonesia dan Pakistan menjadi garda terdepan menolak keikutsertaan Israel dalam KAA karena Israel merupakan penjajah terhadap negara-negara Arab.

Dalam forum KAA tahun 1955 di Bandung, Soekarno keras mengecam segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan Israel terhadap Palestina. Melalui KAA, Soekarno membentuk poros anti-imperialisme sehingga negara-negara Asia-Afrika dapat terbebas dari penjajahan.

Tahun 1958, Indonesia mempunyai kans lolos ke Putaran Final Piala Dunia. Namun, karena Indonesia menolak bertanding dengan Israel—yang dapat dianggap sebagai pengakuan terhadap negara Israel—akhirnya Soekarno memilih tidak lolos ke putaran final.

Pada perhelatan Asian Games IV tahun 1962, Indonesia juga menolak memberikan visa kepada kontingen Israel karena politik luar negeri kita menolak mengakui Israel. Indonesia akhirnya diskors dari keanggotaan Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 1963.

Perjuangan Soekarno dalam upaya kemerdekaan Palestina tidak pernah redup. Ia gunakan jalur diplomasi negara-negara Asia-Afrika dan menggalang dana untuk Palestina. Indonesia juga menjadikan dua organisasi lain kanal untuk menyuarakan kemerdekaan Palestina, yaitu Organisasi Indonesia untuk Setiakawanan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA) dan Organisasi Solidaritas Rakyat Asia-Afrika (AAPSO).

Jokowi

Presiden Jokowi melanjutkan sikap tegas Soekarno terhadap penjajahan Israel di Tanah Palestina. Ia menjadikan kemerdekaan Palestina sebagai prioritas. Komitmennya ditorehkan sejak kampanye Pemilu Presiden 2014. Dalam dirinya ada api anti-imperialisme ala Soekarno.

Sedari awal Presiden Jokowi melakukan langkah-langkah besar untuk mendorong kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara. Tahun 2015, Indonesia menjadi tuan rumah KTT Ke-60 Asia-Afrika yang secara khusus mengingatkan negara-negara Asia-Afrika bahwa Palestina masih menjadi soal karena terus terjajah.

Palestina adalah satu-satunya negara anggota Konferensi Asia-Afrika yang belum merdeka. Karena itu, menurut Presiden Jokowi, perlu perhatian khusus dan serius mewujudkan kemerdekaannya.

Pada 2016, Presiden Jokowi menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang secara khusus mengeluarkan ”Deklarasi Jakarta untuk Palestina”. Indonesia bersama negara-negara OKI lain sepakat mendukung perjuangan rakyat Palestina meraih kemerdekaan dan meminta kepada Israel mengakhiri pendudukan terhadap wilayah Palestina di Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza. Lebih-lebih mendesak Israel agar tidak menodai kesucian Al-Quds al-Sharif.

Ketika Donald Trump mengeluarkan kebijakan memindahkan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem, Presiden Jokowi mengecam keras sikap sepihak Amerika Serikat. Presiden Jokowi meminta AS mengurungkan kebijakan kontroversial tersebut karena selain melanggar sejumlah resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, juga akan mengguncang stabilitas keamanan dunia.

Sekali lagi, Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk terus bersama-sama dengan rakyat Palestina dalam mewujudkan kedaulatan dan kemerdekaannya. Rakyat Palestina harus merdeka dari segala bentuk penjajahan Israel.

Secara khusus Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk menyatakan sikap Indonesia tersebut kepada Duta Besar AS di Jakarta serta melakukan diplomasi dengan negara-negara Arab dalam rangka menentang kebijakan AS dalam isu Jerusalem.

Pada forum KTT Luar Biasa OKI di Turki yang membahas kebijakan Trump terkait Jerusalem, Presiden Jokowi mengajak negara-negara anggota OKI menolak kebijakan Trump. Langkah ini penting karena sebagian negara-negara anggota OKI mempunyai hubungan diplomatis dengan Israel. Konkretnya, Presiden Jokowi meminta negara-negara tersebut tidak ikut serta memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem.

Bahkan, jika perlu, Presiden Jokowi meminta negara-negara yang sudah mempunyai hubungan diplomatis dengan Israel meninjau ulang hubungan diplomatisnya sebagai protes terhadap Trump.

Langkah tersebut, menurut Presiden Jokowi, perlu dilengkapi langkah bersama untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan, kapasitas, dan kerja sama ekonomi demi kesejahteraan warga Palestina.

Pada tingkat global, khususnya forum resmi PBB, baik di Dewan Keamanan maupun Majelis Umum, Presiden Jokowi meminta agar semua negara bersatu padu mewujudkan kemerdekaan Palestina.

Beberapa langkah yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi dalam rangka membantu Palestina sungguh sangat luar biasa dan karena itu diapresiasi oleh negara-negara anggota OKI. Sikap Indonesia dianggap lebih implementatif.

Namun, ke depan, Presiden Jokowi harus terus proaktif dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina: pertama, Indonesia mesti mendorong rekonsiliasi Hamas dan Fatah serta beberapa faksi lainnya. Persatuan dalam negeri Palestina prioritas mutlak karena rekonsiliasi yang diinisiasi Mesir sepertinya buntu dan tidak ada tindak lanjut yang mencerminkan persatuan Palestina. Indonesia harus menjadi mediator rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah, terutama dalam menyusun platform dasar negara, konstitusi, bentuk negara, serta penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan jujur.

Kedua, Indonesia harus berperan aktif menggalang dana untuk Palestina karena AS mengancam akan membekukan bantuan rutin kepada Palestina. Indonesia bisa menjadi inisiator menggalang dana bersama negara-negara anggota OKI.

Ketiga, Indonesia bersama anggota OKI lainnya perlu menindaklanjuti kekalahan telak AS dalam sidang Dewan Keamanan dan Majelis Umum  soal Jerusalem dengan menjadi mediator dan fasilitator perundingan solusi dua negara. []

KOMPAS, 03 Februari 2018
Zuhairi Misrawi  ;  Intelektual Muda Nahdlatul Ulama; Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar