Jumat, 23 Februari 2018

Nasaruddin Umar: Saatnya Silent Majority Bicara



Saatnya Silent Majority Bicara
Oleh: Nasaruddin Umar

SETELAH aktivitas bom yang dilakukan kelompok radikal, akhir-akhir ini muncul peristiwa 'kebetulan' yang menewaskan sejumlah ulama kita. Para pelakunya teridentifikasi sebagai 'orang gila'. Sama dengan pelaku pengeboman, mereka sering dibahasakan dengan segelintir kelompok lama yang mengklaim diri paling Islam.

Kelompok yang tegas dan tidak setengah hati menyerang ideologi terorisme ialah kelompok kecil yang sering diklaim sebagai kelompok pemikir liberal. Di mana posisi mainstream muslim yang sering disebut silent majority? Mengapa mereka seperti tidak berani speak out menyatakan terorisme itu ajaran sesat? Mengapa mereka membiarkan diri diklaim kelompok-kelompok kecil? Kesemuanya ini perlu dijawab dengan penuh kearifan.

Fenomena yang sudah lazim terjadi ialah sekelompok minoritas 'menyandera' Islam, dan secara ahistori menerapkan ayat dan hadis untuk membenarkan tujuan dan gerakan mereka. Akibatnya, tanpa rasa berdosa mereka melayangkan nyawa orang tak berdosa. Mereka seenaknya berbuat anarkistis yang sesungguhnya kontraproduktif dengan Islam itu sendiri.

Sekelompok lain lagi memahami ayat dan hadis sekehendak hatinya. Bebas mereduksi sejumlah ayat dan hadis dengan mendramatisasi sedemikian rupa sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis untuk mengakomodasi tren pemikiran yang katanya humanistik.
Akibatnya antara lain, lahirlah gagasan 'indahnya perkawinan sejenis' yang seakan melegalkan kehidupan lesbi dan homoseksual. Belum lagi kelompok ideologi transnasional dan kelompok politik praktis yang berusaha mengambil kaveling di dalam kelompok silent majority ini.

Okelah kalau tidak mau terlibat dengan pertarungan kepentingan di antara umat. Akan tetapi, mengapa kelompok silent majority juga diam terhadap ancaman global kemanusiaan, semisal pemanasan global, kerusakan alam, maraknya narkoba dan HIV/AIDS, serta meningkatnya kriminalitas dan musuh-musuh kemanusiaan lainnya? Bukankah ini semua ancaman terhadap dlaruriyat al-khamsah dan tidak sejalan dengan maqashi al-syari’ah?

Sehubungan dengan ini, menarik untuk disimak temuan survei Gallup Poll News Service belum lama ini yang mengambil sampel 35 negara mayoritas muslim, termasuk Indonesia. Puluhan ribu responden secara acak dengan metodologi khusus digunakan. Poll ini menunjukkan kelompok silent majority lebih mengharapkan kehidupan masa depan yang lebih tenang, terutama untuk mendapatkan job/pekerjaan yang layak.

Disusul kemudian dengan suasana demokratis dan dengan tetap mengharapkan agama menjadi nilai-nilai sosial yang hidup. Dalam poll ini juga terungkap kelompok mainstream muslim mengharapkan ulama lebih fokus membimbing umat, tidak perlu terlibat langsung dalam dunia politik, meskipun pada satu sisi pemimpin pemerintahan diharapkan mengedepankan moral dan etika agama.

Jihad dalam Islam agar diarahkan kepada hal-hal yang konstruktif, tidak setuju dengan cara-cara kekerasan apalagi teroris. Jika harus terjadi perang, jangan sampai penduduk sivil jadi korban. Kaum perempuan muslim mengharapkan kesetaraan gender. Dunia Barat pun agar lebih membuka diri dan respek terhadap dunia Islam. []

MEDIA INDONESIA, 15 Februari 2018
Nasaruddin Umar ;    Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar