Senin, 01 Februari 2016

Zuhairi: Melumpuhkan NIIS



Melumpuhkan NIIS
Oleh: Zuhairi Misrawi

Negara Islam di Irak dan Suriah secara resmi mengklaim sebagai aktor utama aksi terorisme di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Ini membuktikan, NIIS telah menabuh genderang perlawanan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rilis yang disebar oleh NIIS, secara eksplisit mereka menegaskan aksi tersebut bukanlah yang terakhir, melainkan permulaan untuk tujuan yang lebih besar. Mereka mengklaim berhasil mengalahkan koalisi salibis dan para aparat keamanan yang disebut sebagai kaum murtad.

Meskipun NIIS dengan gagah berani menganggap aksi mereka berhasil, sebenarnya rilis mereka yang mengklaim menewaskan 15 orang dan beberapa orang lainnya terluka tidak sesuai realitas di lapangan. Pasalnya, seluruh pelaku teroris yang notabene anggota NIIS tewas. Pihak kepolisian justru berhasil melumpuhkan aksi brutal NIIS dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Presiden Joko Widodo langsung mendatangi lokasi kejadian untuk memastikan aksi terorisme bisa dikendalikan dengan cepat. Presiden mengirim pesan konkret: negara tidak akan takut dan tidak boleh kalah dari NIIS. Namun, pertanyaannya, apakah kita benar-benar mampu melumpuhkan NIIS di masa mendatang, mengingat keahlian dan kecanggihan NIIS dalam melakukan aksi yang sering penuh kejutan?

Pemerintah harus hadir

Belajar dari peristiwa di negara-negara lain, yang telah menjadi target NIIS, secara umum NIIS berhasil melakukan aksinya denga rapi dan sulit diduga. NIIS bisa melancarkan aksi terorisme di mana dan kapan saja, tanpa memedulikan risikonya. Mereka bisa mengebom masjid, pasar, dan tempat-tempat wisata. Bahkan, mereka bisa memberondong warga sipil yang tidak berdosa.

Maka, pemerintah harus selalu waspada dan memantau dengan cermat pergerakan anggota NIIS. Belajar dari Belgia dan Jerman, mereka justru membatalkan beberapa aktivitas yang melibatkan perkumpulan massa untuk mengantisipasi dampak terburuk dari ancaman NIIS. Tewasnya 5 anggota NIIS dalam aksi yang lalu hampir bisa dipastikan akan memicu balas dendam dan perlawanan, mengingat solidaritas internal mereka sangat kuat.

Dalam rilis yang disebarkan NIIS ada dua kelompok yang jadi target sasaran mereka. Pertama, koalisi salibis. Istilah ini merujuk Amerika Serikat dan sekutunya yang telah berperang melawan NIIS di Irak dan Suriah. Apalagi Presiden Barack Obama dalam pidato terakhirnya di Kongres AS menegaskan komitmennya menumpas jaringan teroris, khususnya NIIS dan Al Qaeda. Rusia juga jadi sasaran mereka.

Kedua, aparat keamanan yang dianggap kaum murtad. Pihak Kepolisian Negara RI, khususnya Densus 88, selama ini dikenal serius memburu jaringan NIIS dan Al Qaeda. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang ditangkap dan tewas dalam baku tembak. Kemampuan pihak kepolisian dalam mengidentifikasi, mempersempit, dan melumpuhkan jaringan teroris sudah terbukti. Sebab itu, NIIS punya misi khusus menjadikan aparat keamanan sebagai sasaran utama mereka.

Meski demikian, bukan berarti NIIS tak akan menjadikan warga sipil sebagai sasaran. Di banyak negara, NIIS justru menjadikan warga sipil sebagai sasaran. Apalagi kita semua tahu, pasca tragedi 14 Januari, publik menjadikan NIIS sebagai musuh bersama. Muncul gerakan perlawanan dari publik yang cukup besar, bahwa kita semua menolak takut terhadap NIIS.

Salah satu tujuan utama NIIS menciptakan ketakukan. Menurut Jessica Stern dan JM Berger dalam ISIS: The State of Terror, NIIS sedang memainkan perang psikologis. Tujuan mereka menebarkan ketakutan dan memprovokasi lahirnya kebijakan-kebijakan yang bersifat reaktif.

NIIS sangat lincah dalam memainkan media sosial sebagai bagian untuk menyebarkan ideologi dan perekrutan. Di sini, upaya melawan NIIS tak semudah yang dibayangkan. Mereka bisa jadi dikalahkan oleh aparat keamanan, tetapi bisa dengan mudah memenangi pertarungan di udara. Bersamaan keberhasilan mereka menyebarkan ketakutan, mereka terus melakukan proliferasi gagasan melalui media sosial dan rekrutmen kader baru.

Di sini, pemerintah harus benar-benar hadir di tengah-tengah masyarakat. Kehadiran pemerintah tidak cukup hanya dengan pendekatan penindakan, seperti yang selama ini maklum melalui Densus 88. Bahkan, jika tidak hati-hati apa yang sudah dilakukan Densus 88 bisa mempunyai efek domino yang tidak bagus. NIIS bisa mengais keuntungan karena dapat mencitrakan dirinya sebagai kelompok yang ditekan oleh pemerintah.

Umumnya, mereka yang terlibat di NIIS adalah mereka yang selama ini diabaikan oleh negara. Mereka korban dari sistem yang tidak adil. Kebetulan ada pihak yang menawarkan ideologi utopis yang seolah-olah memberikan harapan di alam baka. Tesisnya, jika gagal di dunia, maka masih ada harapan pasca kematian.

Tak boleh pasif

Di sini upaya melumpuhkan NIIS harus dipotret secara paripurna. Perlu upaya menyeluruh agar NIIS tidak tumbuh subur di negeri ini. Saatnya negara menyapa mereka yang terpinggirkan dengan mempertegas komitmen pemerintah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Bersamaan dengan itu, deradikalisasi melalui penyadaran dan pemberdayaan harus terus digalakkan. Masjid dan majelis taklim adalah forum yang paling tepat untuk menyebarkan wawasan kebangsaan dan keislaman yang dapat menumbuhkan cita rasa kemanusiaan.

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah tidak boleh lagi menjadi kelompok moderat yang pasif. Negara sedang berada dalam keadaan darurat. Perlu inisiatif yang serius untuk merangkul mereka yang sudah terjaring dalam NIIS dan kelompok radikal lainnya.

Program deradikalisasi melalui masjid dan majelis taklim perlu diprioritaskan karena ide- ide negara Islam dan kekerasan atas nama agama dengan mudah diceramahkan di tempat-tempat ibadah. Misalnya, gagasan tentang mencintai Tanah Air sebagai bagian dari iman dan komitmen para ulama Nusantara dalam membangun negara damai—bukan negara Islam (darul Islam)— harus senantiasa digelorakan, sehingga ideologi NIIS tidak punya tempat di hati umat Islam yang masih awam terhadap sejarah dan paham keagamaan.

Tantangan dalam beragama saat ini, karena gagasan mengafirkan siapapun yang berbeda agama/paham mulai tumbuh subur di tengah-tengah kita. NIIS berhasil menanamkan ideologi tersebut dalam rangka menciptakan gagasan hanya kelompok NIIS yang paling benar. Pemahaman solider seperti itu lambat laun mulai berkembang bersamaan dengan hilangnya kearifan dalam beragama.

Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika diajarkan di seluruh tingkatan pendidikan. Perlu disiapkan kurikulum khusus dengan tenaga pengajar yang andal. Survei membuktikan bahwa tak sedikit guru yang juga tergiur ideologi NIIS. Ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah untuk meneguhkan, guru merupakan jangkar utama untuk mengantarkan gagasan kebangsaan.

Jika itu semua dilakukan, kita bisa melumpuhkan NIIS di Bumi Pertiwi. Di masa lalu, para pendiri bangsa sudah terbukti berhasil melumpuhkan ideologi Negara Islam Indonesia, dan kita saat ini punya tanggung jawab besar memenangi kembali Pancasila sebagai common platform seluruh warga negara-bangsa dari ancaman NIIS. []

KOMPAS, 27 Januari 2016
Zuhairi Misrawi | Intelektual Muda NU dan Peneliti The Middle East Institute

Tidak ada komentar:

Posting Komentar