Kamis, 04 Februari 2016

BamSoet: Eskalasi Kekuatan Serang Pelaku Teror



Eskalasi Kekuatan Serang Pelaku Teror
Oleh: Bambang Soesatyo

‘’Tindakan paling urgen dan relevan adalah segera memberlakukan pengamanan ekstra ketat pada pusat-pusat kegiatan publik sarat objek vital di sejumlah kota besar seperti Jakarta dan lainnya’’

KELOMPOK pelaku teror di berbagai belahan dunia tidak hanya membangun dan memperluas jaringan, tetapi juga sudah terbukti mampu mengeskalasi kekuatan serang. Perkembangan kekuatan serang pelaku teror mulai terlihat sejak tragedi 11 September 2001 (9/11) di New York hingga Paris Attack pada November 2015.

Berdasarkan kecenderungan itu, tidak ada salahnya jika pihak berwajib Indonesia pun mulai meng-update potensi ancaman teror. Selain menggambarkan peningkatan kemampuan menyerang, pola yang diterapkan pun mirip, yakni menyasar pusat-pusat kegiatan publik yang sarat objek vital. Pola serangan itu tidak hanya tampak pada tragedi 9/11 New York dan Paris Attack, tetapi juga pada kasus ledakan bom bunuh diri Sarinah di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016, serta ledakan bom Istanbul di Turki pada 12 Januari 2016.

Bom Istanbul yang menewaskan sepuluh orang itu diledakkan di kawasan paling ramai di kota itu, yakni area Masjid Sultan Ahmed yang popular dengan sebutan Masjid Biru dan Hagia Sophia. Setiap hari, area ini menjadi titik persinggahan belasan ribu wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Pelaku teror Sarinah juga menerapkan pola yang sama.

Tempat kejadian peristiwa/perkara (TKP) adalah jantung Jakarta yang sejajar dengan Bundaran Hotel Indonesia. Setiap hari, publik lokal dan asing berlalulalang di titik itu untuk berbagai keperluan. Dan, dalam radius kurang dari dua kilometer dari TKP, berjejer atau bertumpuk objek vital seperti kompleks perkantoran Bank Indonesia, Monumen Nasional, Istana Negara, Kantor Kementerian Dalam Negeri dan Markas Besar TNI Angkatan Darat.

Teror Sarinah lebih mirip teror Istanbul, yakni ledakan bom bunuh diri. Bedanya dengan 9/11 New York dan Paris Attack mungkin pada aspek keberingasan pelaku, pengorganisasian dan kekuatan finansial. Kemiripannya hanya pada pilihan aksi di pusat kegiatan publik. Namun, saat beraksi, pelaku teror Sarinah tidak melakukan penembakan membabibuta seperti halnya pada tragedi Paris Attack.

Itu sebabnya jumlah korban dari kelompok warga hanya dua orang. Pun tidak ada penyanderaan. Pelaku teror justru meledakkan bom bunuh diri ketika mereka sudah terdesak. Kesannya sangat kuat bahwa serangan ini tidak dipersiapkan dengan matang, dan target serta pesan yang ingin disampaikan sungguh tidak jelas. Dari aspek kejiwaan pun para pelaku terkesan lemah dan penuh keraguan.

Berhasil Dilumpuhkan

Menurut pendataan Polri, total korban akibat teror di Sarinah 31 orang, dengan rincian korban cedera 24, dan korban meninggal dunia tujuh. Dari tujuh korban meninggal dunia itu, lima di antaranya adalah pelaku teror, satu korban berstatus WNI, satu korban lainnya WNA. Aksi teror dan baku tembak itu hanya berlangsung 21 menit, terhitung sejak pukul 10.45 WIB saat ledakan pertama di Starbuck Cafe hingga pukul 11.06 ketika para pelaku teror berhasil dilumpuhkan.

Tentu, akan sangat mengerikan jika teror Sarinah memproyeksikan target besar, didukung oleh kekuatan finansial yang mumpuni dengan rencana serta pengorganisasian yang rapih. Kelompok pelaku teror terus bertumbuh di kawasan Asia Tenggara. Mereka terus mencari peluang untuk beraksi. Mereka harus beraksi sebagai pembuktian kepada kolega mereka dalam jaringan. Agar pembuktian itu mengglobal, pelaku teror akan memilih pusat kegiatan publik yang sarat objek vital sebagai sasaran.

Tren itu terbaca pada serangan 9/11 New York, Paris Attack, bom Istanbul dan serangan Sarinah. Kalau IS sudah membangun basisnya di Asia Tenggara yang sel-selnya bertebaran di Indonesia, teror Sarinah adalah pembuktian dari jaringan IS Asia Tenggara sel Indonesia bahwa mereka mampu melakukan serangan teror di jantung Jakarta yang mengguncang dunia. Pihak berwajib Indonesia sudah mengakui bahwa waktu dan lokasi serangan teror sulit diprediksi.

Maka, tindakan paling urgen dan relevan adalah segera memberlakukan pengamanan ekstra ketat pada pusat-pusat kegiatan publik sarat objek vital di sejumlah kota besar seperti Jakarta dan lainnya. Pengamanan pada jalur Jalan MH Thamrin dan kawasan Medan Merdeka Utara, Selatan, Barat dan Timur yang selama ini dikenal sebagai area Ring Satu dalam pemetaan pengamanan harus ekstra ketat, baik darat maupun wilayah udara.

Harus ada pendekatan baru untuk pengamanan pada bangunan fasilitas publik seperti hotel, pusat belanja dan perkantoran di kawasan lain, utamanya ruas jalan Jenderal Sudirman, kawasan Rasuna Said/Kuningan dan kota Kasablanka. Satuan pengaman (Satpam) pada setiap fasilitas publik itu harus didorong untuk bersikap dan bertindak tegas serta lugas terhadap setiap hal yang layak dicurigai. Ketegasan dan kelugasan Satpam Sarinah yang berani menghalau pelaku teror pembawa bom ke pos polisi terdekat layak dijadikan contoh. []

SUARA MERDEKA, 1 Februari 2016
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI, Fraksi Partai Golkar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar