Dikutip dari Tafsir Al-Qur’anil 'Adhim, Ibnu Katsir Addimasyqi juz.4 hal. 57:
عن أبى سعيدا الحذرى رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كَانَ فِيْمَنْ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ فَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ اَعْلَمِ اَهْلِ الْعِلْمِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَاَتَاهُ فَقَالَ: اِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ: لَا. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ مِائَةً. ثُمَّ سَأَلَ عَنْ اَعْلَمِ اَهْلِ الْاَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ لَهُ اِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ وَمَنْ يَحُوْلُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ اِنْطَلِقْ اِلَى اَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَاِنَّ بِهَا اُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ تَعَالٰى فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ اِلَى اَرْضِكَ فَإِنَّمَا اَرْضُ سُوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى اِذَا نَصَفَ الطَّرِيْقَ اَتَاهُ الْمَوْتُ. فَاخْتَصَمَتْ فِيْهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلآئِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ اِلَى اللهِ تَعَالٰى. وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَاَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُوْرَةٍ آدَمِىٍّ فَحَكَّمُوهُ بَيْنَهُمْ. فَقَالَ قِيْسُوْا مَا بَيْنَ الْاَرْضَيْنِ فَاِلَى اَيَّتِهِمَا كَانَ اَدْنٰى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوْا فَوَجَدُوْهُ اَدْنَى اِلَى الْاَرْضِ الَّتِيْ اَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ. (رواه الشيخان)
Dari Abi Sa’id Al-Hudri ra, telah bersabda Rasulullah SAW: Telah terjadi di kalangan masyarakat sebelum kamu ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lalu dia bertanya di manakah orang alim? Lalu ditunjukkan pada seorang Rahib, dia datang kepada Rahib tersebut, lalu berkata: bahwa ia telah membunuh 99 orang, “Apakah ia masih ada kesempatan untuk diterima taubatnya?” Lantas Rahib menjawab: “Tidak ada”. Maka langsung dibunuh Rahib itu sehingga genap yang dibunuhnya 100 orang. Kemudian lelaki itu bertanya lagi, di manakah orang yang paling alim di atas bumi ini? Lalu berkata: “Sesungguhnya ia telah membunuh 100 orang.
Maka apakah masih ada kesempatan untuk diterima taubatnya?” Orang alim itu menjawab: “Ada, dan tiada seorang pun yang dapat menghalangi untuk bertaubat. Sekarang pergilah ke kota itu sebab sesungguhnya di sana banyak orang-orang yang menyembah Allah Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, beribadahlah bersama mereka dan kamu jangan kembali ke daerahmu lagi. Sebab daerahmu adalah daerah yang penuh dengan maksiat”.
Maka berangkatlah ia ke kota itu untuk beribadah. Tiba-tiba ditengah perjalanan ia mati!
Maka bertengkarlah Malaikat Rahmat dengan Malaikat Azab – untuk memperebutkan siapakah yang lebih berhak mengatasi nasib orang ini.
Lalu Malaikat Rahmat berkata: “Dia telah datang kepada kami, untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Tinggi”. Lalu Malaikat Azab berkata: “Dia tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali”. Akhirnya ada malaikat yang datang berupa manusia. Lantas kedua malaikat itu mengangkatnya sebagai hakim, kemudian malaikat yang terakhir ini berkata: “Sekarang ukurlah antara jarak yang sudah tempuh dengan jarak yang akan dituju, mana di antara dua daerah itu yang lebih dekat?” lalu diukur dan nyata lebih dekat pada kota yang dituju, lalu diambil oleh Malaikat Rahmat.
Di dalam hadits lain diterangkan, bahwa ketika kedua malaikat itu sedang mengukur jarak, Allah memerintahkan kepada bumi yang berada diantara tempat itu dengan tempat yang dituju menjadi lebih dekat, bedanya hanya satu jengkal. (HR. Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari juz.6 hal.373 dan Shahih Muslim hadits no.2766)
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang mukmin bila melakukan dosa di hatinya diberi bintik hitam. Bila bertaubat dan mau meninggalkannya dan minta ampun kepada Allah (dan membaca istighfar) maka hatinya mengkilat lagi. Bila tidak bertaubat dan menambah dosanya maka bertambah bintik hitamnya sehingga menutupi hatinya. Itulah yang diberi nama arran yang disebut oleh Allah dalam kitab suci-Nya.
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Tidak demikian, tapi hati mereka telah kotor, lantaran apa yang mereka lakukan. (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Dikisahkan, ada orang saleh sedang sakaratul maut. Dalam kondisi nazaknya (sekarat) orang ini kepayahan untuk mengucapkan syahadat. Selepas ia meninggal, ada seorang yang hidup bermimpi ketemu dengan lelaki saleh yang mati tadi. Dalam mimpinya ia bertanya kepada orang yang mati tadi,
“Bagaimana kabarmu? Selama hidup, aku menilai engkau sebagai orang yang taat dan baik dalam segala hal. Namun, mengapa engkau begitu susah bersyahadat ketika sakaratul maut”.
Lalu dijawab, “Iya, Alhamdulillah. Selama hidup saya menjalaninya dengan baik, namun ada satu hal yang menyebabkan saya mengalami kondisi seperti itu. Ini lantaran profesiku sebagai pedagang. Sedang timbangan yang saya gunakan semakin lama semakin berdebu. Begitu berlanjut hingga debunya semakin menumpuk. Saya tidak menyadari akan hal itu, karena hal tersebut memang tidak aku sengaja. Debu yang mengumpul sekian lama menyebabkan timbangan sudut milikku lebih berat sehingga hak pembeli tidak terpenuhi secara penuh. Hal itulah yang menghalangi syahadatku”. Nauzubillah. []
(KH Imam Syamsudin, Wakil Rais PCNU Kabupaten Sukabumi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar