Senin, 06 September 2021

Buya Syafii: 'Panen' Kematian

'Panen' Kematian

Oleh: Ahmad Syafii Maarif

 

Perkataan 'panen' sengaja ditempatkan antara dua tanda kutip karena bagi saya dan mereka yang punya pertalian darah mengandung makna khusus, yaitu berkabung, duka, kehilangan, dan perasaan berat.

 

Sejak Januari sampai dengan Agustus 2021, ada tujuh orang yang wafat dari keluarga kami dengan berbagai penyebab. Dua karena Covid-19, empat lantaran sakit, satu karena kecelakaan. Tidak perlu nama-nama mereka ditulis di sini kecuali dua orang: Nurhayati Maarif, kepala tujuh, adik seayah, wafat di Bandung pada 24 Juni 2021, karena sudah lama menderita sakit yang tidak ketemu jenis penyakitnya. Padahal seorang anak puteri dan menantunya adalah dokter.

 

Yang kedua Zaghi Irfan Kudus (cicit almarhum abang saya), usia baru belasan tahun karena kecelakaan di Pekanbaru pada 23 Juli 2021. Kabarnya anak belia ini sudah hafal empat juz surah dalam Alquran.

 

Kecuali Zaghi yang belum pernah bertemu, selebihnya saya kenal dari jarak yang dekat, bahkan dekat sekali. Lima orang di antaranya adalah keponakan saya, seorang anak abang dan empat anak dari dua kakak perempuan saya yang sudah lama meninggal.

 

Aliran darah mereka semua terkait dengan darah ayah saya Ma’rifah Rauf, gelar Datuk Rajo Malayu, dan dan ibu saya Fathiyah Ja’kub yang masing-masing wafat pada tahun 1955 dan 1937. Nurhayati yang lain ibu hanya punya pertalian darah dengan Ma’rifah.

 

Ayah dan ibu saya berasal dari nagari Sumpur Kudus, kawasan terpencil di kaki Bukit Barisan, Sumatra Barat. Nama nagari ini sudah sering muncul di Republika karena beberapa peristiwa yang terjadi di sana.

 

Tujuh yang wafat itu satu perempuan dan enam laki-laki. Semuanya punya jalan hidup dan retak tangannya sendiri. Ada ibu rumah tangga yang berhasil mendidik anak-anaknya, ada mantan kepala SD, ada petani. Ada isterinya yang jadi guru dan jadi dosen.

 

Hanya tiga yang merantau. Selebihnya tetap tinggal di kampung dengan segala kesederhanaannya. Selama delapan bulan itu, hanya Maret dan Mei saja yang tidak ada kematian di lingkungan keluarga kami. Yang terbaru wafat pada 8 Agustus 2021, beberapa jam sebelumnya masih merasa sehat.

 

Saya tahu, tentu banyak rakyat Indonesia yang telah berkabung melebihi beratnya dari beban batin keluarga kami. Mereka yang wafat karena virus saja sampai dengan 8 Agustus 2021 sudah berada pada angka 107 ribu dari keseluruhan kasus yang terpapar sejumlah 3.670.000.

 

Virus ganas varian Delta ini telah menyebar ke segala penjuru, kawasan perkotaan dan perkampungan. Nagari Sumpur Kudus yang udik itu sudah banyak pula yang terpapar.

 

Dua di antaranya dimakamkan dengan protokol kesehatan yang membuat kampung jadi geger. Tak seorang pun di antara kita yang kebal dari serangan virus ini, sekalipun sebagian besar yang terpapar, alhamdulillah, sembuh.

 

Bagi petani, masa panen tentu sangat menggembirakan. Oleh sebab itu, perkataan panen tidak perlu ditempatkan antara dua tanda kutip. Panen padi, jagung, ubi, dan segala segala jenis palawija, adalah rezeki yang selalu dinantikan para petani. Bagi kami 'panen' di sini sama artinya dengan kematian, suasana berkabung, seperti telah disebut di awal tulisan ini.

 

Kepada anggota famili yang masih diberi napas panjang yang jumlahnya mungkin sudah ratusan yang bertebaran di berbagai pulau, bahkan seorang di Muscat (Oman), saya sampaikan bahwa semua kita sedang menunggu giliran menuju alam barzah. Hanya masalah waktu saja, cepat atau lambat.

 

Tak seorang pun yang bisa mengelak, siap atau belum siap. Sayalah yang tertua di antara mereka. []

 

REPUBLIKA, 10 Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar