Krisis Melayu Malaysia (4)
Oleh: Azyumardi Azra
‘Tak ‘kan Melayu hilang di dunia. Bumi bertuah nagari beradat’. Friksi dan kontestasi politik, khususnya di antara kaum Melayu di Malaysia berumur panjang.
Bahkan, pada zaman pergerakan nasional menuju kemerdekaan, friksi dan kontestasi politik itu terus berkembang dengan kompleksitas yang tampak kian sulit diselesaikan.
Partai yang termasuk punya akar lama di Malaysia, juga di dalam puak Melayu adalah Partai Rakyat Malaysia (PRM) yang didirikan pada 11 November 1955.
Partai yang diilhami semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia didirikan Ahmad Boestaman dan Ishak H Muhammad. PRM yang kemudian bersifat multirasial dan menganut sosialisme, menempuh pasang dan surut, tetapi gagal menjadi partai besar.
Partai Melayu tertua, terbesar, dan terlama berkuasa pasti Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu (United Malay National Organization/UMNO) yang didirikan pada 11 Mei 1946. UMNO lahir dari mandat Kongres Melayu se-Malaya III dan Pertubuhan Melayu Kebangsaan Melayu Johor.
UMNO pernah dipimpin tokoh-tokoh yang kelak menjadi PM Malaysia, Tunku Abdul Rahman, Abdul Razak Husein, Husein Onn, Mahathir Mohamad, Abdullah Badawi, dan Najib Razak.
UMNO membentuk Partai Perikatan bersama (Partai) MCA dan (Partai) MCI, kemudian pada 1973 membentuk Barisan Nasional (BN) yang menguasai pemerintahan Federasi Malaysia sampai 2018.
Meski bernama ‘Kebangsaan Melayu Bersatu’, UMNO tidak lepas dari friksi. Pada 1987 terjadi ‘krisis konstitusional’ atau ‘krisis yudisial' karena pemecatan beberapa hakim agung. Krisis muncul dari krisis internal yang membuat UMNO sempat menjadi partai terlarang.
Namun, Mahathir Mohamad mendaftarkan UMNO (baru) pada 1988 yang berlanjut. Sedangkan faksi lain, Semangat 46 pimpinan Tengku Razaleigh Hamzah tidak berkembang.
Mahathir memimpin UMNO sampai 2003, digantikan Abdullah Badawi, lalu Najib Razak (2009) yang sekaligus menjadi PM. PM Najib Razak mengalami kesulitan seusai Pilihan Raya 2013 terkait dugaan korupsi besar dalam One Malaysian Development Berhad (1MDB).
Salah satu puncak krisis adalah keluarnya Mahathir dari UMNO dan membentuk koalisi Pakatan Harapan (2015). Sebagai respons mengatasi krisis, Najib Razak melaksanakan Pilihan Raya 2018 yang dimenangkan koalisi Pakatan Harapan dengan mengalahkan koalisi Barisan Nasional.
Mahathir Mohamad kembali menjadi PM dan berkuasa 22 bulan sampai ia mengundurkan diri pada Februari 2020. UMNO sejak pengunduran PM Mahathir mempunyai 22 kursi di Parlemen.
Partai kaum Melayu tidak hanya UMNO. Ada juga Parti Islam sa-Malaysia (PAS) yang didirikan pada 24 November 1951. Didirikan beberapa kelompok puak Melayu dan guru agama, tokoh PAS mencakup Ahmad Fuad Hassan, Abbas Alias, Burhanuddin al-Helmy, Mohd Asri Muda, dan Abdul Hadi Awang.
PAS pernah menang pilihan raya dan berkuasa di Kelantan, Trengganu, dan Kedah; pernah menjadi oposisi pemerintah, tapi juga pernah masuk koalisi Barisan Nasional dan Perikatan Nasional. Kini PAS memiliki 18 kursi di parlemen.
PAS juga mengalami perpecahan; pada 1978 Muhammad Sabu keluar dari PAS dan mendirikan Parti Pekerja Malaysia yang pada 2015 menjadi Parti Amanah Negara. Parti Amanah berideologi Islam moderat, dan kini memiliki 11 kursi di parlemen.
Selain itu, masih ada beberapa partai berbasis Melayu, tetapi bersifat multirasial dan multiagama. Paling menonjol, Partai Keadilan Rakyat yang didirikan akhir 1998, menyusul pemecatan Anwar Ibrahim sebagai timbalan PM. Kini Parti Keadilan mempunyai 39 kursi di parlemen.
Lalu ada pula Parti Pribumi Bersatu Malaysia yang didirikan Mahathir menjelang Pilihan Raya 2018. Kini PPBM memiliki 26 kursi di parlemen; juga ada faksi sempalan PPBM dipimpin Azmin Ali menguasai 11 kursi.
Partai yang memiliki 42 kursi atau terbanyak di parlemen adalah partai berbasis warga China, Democratic Action Party (DAP) yang juga disebut Parti Tindakan Demokratik (berdiri Oktober 1965).
DAP bersaing dengan partai Malaysian Chinese Association (MCA), bagian koalisi Barisan Nasional pimpinan UMNO; kini MCA punya hanya dua kursi di parlemen.
Selain semua partai di atas, juga masih ada partai-partai yang lebih bersifat lokal di Sabah dan Serawak. Juga ada partai kecil di Semenanjung Malaysia seperti Malaysian Indian Congress (MIC), yang punya hanya satu kursi di parlemen nasional.
Dengan ekosistem partai politik yang demikian banyak, terlihat jelas, friksi, konflik, dan perpecahan terutama berlaku pada partai Melayu yang sekaligus bisa terkait Islam. Keadaan memprihatinkan ini jelas tidak kondusif bagi kemajuan kaum Melayu, Muslim, dan negara-bangsa Malaysia. []
REPUBLIKA, 12 Agustus 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar