Antisipasi Bencana di Tengah Pandemi
Oleh: Bambang Soesatyo
Alam semesta sedang menghadirkan fenomena yang tidak bersahabat. Belajar dari pengalaman dan peristiwa bencana alam pada banyak negara di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini, sangat layak jika Indonesia pun makin antisipatif.
Berada di kawasan cincin api (ring of fire) sehingga selalu ada potensi bencana, maka sangat penting dan strategis jika semua pemerintah daerah bersama masyarakatnya mengenali potensi bencana di daerahnya masing-masing.
Suka tidak suka, harus diterima kenyataan bahwa tahun 2021 ini boleh jadi sebagai periode yang sangat berat bagi komunitas global. Penderitaan seperti tak berujung. Masih berselimut pandemi COVID-19 yang sudah memasuki tahun kedua, bencana alam telah menyergap banyak komunitas di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Kalau Indonesia sudah mengalaminya beberapa bulan lalu, sejumlah negara baru mengalaminya beberapa hari terakhir ini.
Pada pekan kedua Januari 2021, beberapa kota dan kabupaten di Kalimantan
Selatan diterjang banjir besar. Masih di pekan yang sama, bencana tanah longsor
yang menelan korban jiwa terjadi di Desa Cihanjuang, Sumedang, Jawa Barat. Tak
berhenti sampai di situ, banjir bandang juga menyergap Kabupaten Flores Timur,
Nusa Tenggara Timur, pada pekan pertama April 2021. Bencana ini juga menelan
korban jiwa.
Pada pekan terakhir Juli 2021, wilayah Tojo Una-Una di Provinsi Sulawesi Tengah
(Sulteng) dua kali diguncang gempa. Getaran gempa bermagnitudo 6,3 itu
dirasakan warga di Poso, sehingga mendorong pasien COVID-19 berlarian menjauhi
gedung rumah sakit (RS). Namun, Indonesia tidak sendirian.
Di Asia, China, dan India baru-baru ini juga dilanda bencana. India utara yang
diguyur hujan lebat pada pekan ketiga Juli 2021 menyebabkan tanah longsor dan
banjir bandang di dua negara bagian, dan menelan korban jiwa. Akibat banjir
itu, mobil dan rumah hanyut di Dharamshala di negara bagian Himachal Pradesh,
Himalaya. Bencana alam beruntun di China bahkan tampak lebih mengerikan.
Tak hanya diterjang banjir besar, beberapa wilayah di China juga diamuk topan
In-Fa dan badai pasir. Hujan lebat berhari-hari menyebabkan provinsi Henan
diterjang banjir besar dan juga menelan korban jiwa pada 20 Juli 2021. Bencana
di negara ini berlanjut pada Minggu (25/7) ketika angin topan In-Fa memicu
hujan lebat dan banjir besar di seluruh wilayah Shanghai. Di hari yang sama,
badai pasir besar melanda Kota Dunhuang. Badai pasir itu menyapu dinding
bangunan tinggi hingga sekitar 100 meter di atas kota di Provinsi Gansu, di
tepi Gurun Gobi.
Eropa pun tak luput dari bencana alam sejak pertengahan Juli 2021. Banjir besar
melanda sejumlah negara di Eropa Barat, meliputi Jerman, Belgia, Prancis,
Belanda, Swiss hingga Italia. Tragedi ini juga menelan banyak korban jiwa.
Bencana alam juga terjadi di daratan Amerika. Luapan sungai akibat guyuran hujan lebat menyebabkan banjir disertai lumpur dan sampah menerjang Zapopan, sebuah kota di negara bagian Jalisco, Meksiko, pada 26 Juli 2021. Sementara Brasil dilanda badai salju sehingga suhu di beberapa negara bagian di Amerika Selatan itu turun hingga minus delapan derajat Celsius.
Dunia kemudian dikejutkan oleh getaran akibat gempa di wilayah Alaska, Amerika
Serikat (AS), yang berkekuatan magnitudo 8,2 pada Rabu (28/7) malam waktu
setempat. Pusat Peringatan Tsunami AS langsung mengeluarkan peringatan tsunami
untuk Alaska selatan dan semenanjung Alaska.Walaupun beberapa jam kemudian
peringatan tsunami itu dicabut, gempa Alaska sempat mendorong sejumlah negara
di kawasan ini meningkatkan kewaspadaan.
Semua catatan tentang peristiwa bencana alam terbaru di berbagai belahan dunia
itu seperti memberi isyarat bahwa alam semesta sedang menghadirkan fenomena
yang tidak bersahabat dengan kehidupan manusia. Karena itu, Indonesia tidak
boleh lengah. Sebaliknya, kegiatan antisipatif layak untuk ditingkatkan,
terutama karena Indonesia berada di kawasan cincin api.
Dalam konteks ini, semua pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat hendaknya didorong untuk lebih mengenali potensi bencana di daerahnya masing-masing, dan aktif menyimak informasi dari pihak yang berwenang.
Apalagi, dalam konteks Indonesia, potensi itu nyata. Jangan lupa bahwa
aktivitas vulkanik beberapa gunung berapi masih terbilang tinggi. Gunung
Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali mengalami erupsi pada Rabu
(28/7) pukul 13.20 WIB. Di Kabupaten Lembata, NTT, terjadi hujan pasir yang
melanda tiga desa di Kecamatan Ile Ape pada Sabtu (31/7). Hujan pasir itu
bersumber dari erupsi Gunung Api Ile Lewotolok.
Sementara itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan
Geologi (BPPTKG) melaporkan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Merapi di wilayah
Yogyakarta-Jawa Tengah masih tinggi hingga pekan terakhir Juli 2021. Karena
aktivitas vulkanik itu, Merapi sering memuntahkan ratusan kali guguran lava.
Tak kalah penting untuk terus diingatkan adalah potensi gempa dan tsunami di
wilayah selatan Pulau Jawa.
Patut disyukuri bahwa baik BMKG maupun BPPTKG terus melakukan monitoring dan
membarui informasi tentang potensi bencana itu. Ketika BMKG-BPPTKG membarui
informasi, hendaknya tidak dipahami sebagai tindakan menakut-nakuti.
Sebaliknya, pembaruan informasi itu patut dipahami sebagai pengetahuan untuk
meningkatkan kewaspadaan, serta mendorong masyarakat aktif dalam latihan atau
persiapan mitigasi bencana.
Karena keterbatasan manusia, bencana alam sulit dihindari atau dicegah. Namun,
dengan memahami dan mengenal potensi bencana, Pemda dan masyarakat akan
terdorong untuk lebih siap, sehingga dampak terburuk bisa dihindari. []
DETIK, 02 Agustus 2021
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar