Jumat, 24 September 2021

Azyumardi: Afghanistan: Kembalinya Taliban (1)

Afghanistan: Kembalinya Taliban (1)

Oleh: Azyumardi Azra

 

Awalnya, berita besar tentang Afghanistan sejak awal Agustus 2021 hanyalah gerak maju militer Taliban. Namun, dalam waktu cepat beritanya berubah menjadi kembalinya Taliban ke puncak kekuasaan di Afghanistan.

 

Masyarakat internasional tak menduga, Taliban bisa begitu cepat menguasai ibu kota Kabul dan kembali ke puncak kuasa di seluruh negara ini.

 

Taliban, berarti ‘murid’ mulai muncul dari madrasah atau lembaga pendidikan tradisional Islam lainnya sejak 1994. Sejak itu, dalam wacana internasional, madrasah sering disebut ‘breeding ground of Talibanism’.

 

Banyak Taliban adalah generasi muda terlantar sejak perang saudara Desember 1979 yang disertai masuknya Uni Soviet. Setelah 15 tahun, Soviet gagal menguasai Afghanistan dan keluar pada 1991.

 

Taliban mengikuti mazhab Deoband, India—gerakan revivalis Suni yang berpusat di Madrasah Darul Ulum Deoband akhir abad ke-19. Taliban cepat membesar berkat dukungan Amerika Serikat dan Pakistan.

 

Pada 26 September 1996, Taliban menguasai Kabul dan menghukum mati mantan presiden Najibullah.

 

Menguasai Afghanistan, Taliban menerapkan hukuman potong tangan, cambuk, dan eksekusi di depan publik; melarang perempuan mendapatkan pendidikan dan bekerja mencari nafkah. Taliban juga mengebom dua patung Buddha besar sangat tua di Bamiyan (Maret 2001).

 

Sejak 1999, Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi ekonomi dan politik terhadap pemerintahan Taliban. Namun, Taliban tetap melakukan tindakan yang dikecam masyarakat internasional.

 

Akhirnya, 7 Oktober 2001, AS dan sekutu menginvasi Afghanistan karena Al Qaeda pimpinan Usamah bin Laden yang dilindungi pemerintah Taliban dianggap bertanggung jawab atas peristiwa ’11 September’ (atau ‘Nine/Eleven, 2001) di New York, Washington DC/Virginia dan Philadelphia.

 

Menjelang akhir 2001, AS menguasai Kabul dan mengakhiri pemerintahan Taliban. Namun, Taliban berperang gerilya melawan pemerintahan Afghanistan dukungan AS.

 

Kembalinya Taliban ke puncak kekuasaan setelah 20 tahun tergusur, mencengangkan dan mengkhawatirkan banyak negara. Ada anggapan kebangkitan Taliban bisa mengilhami veteran Afghanistan atau pro-Taliban bergerak di berbagai negara—meski jumlah mereka relatif sedikit.

 

Kebangkitan kembali Taliban kali ini sebetulnya bermula dari perdamaian antara Taliban dan AS yang ditandatangani di Doha, Qatar, 27 Februari 2020. Disepakati AS menarik pasukan dari Afghanistan.

 

Presiden AS Joe Biden menegaskan (4 April 2021), seluruh pasukan Amerika meninggalkan Afghanistan pada 31 Agustus 2021. Sementara itu, Taliban terus meningkatkan aksi militernya.

 

Hasilnya, sejak Mei, Taliban menguasai semakin banyak wilayah utara Afghanistan tanpa perlawanan aparat keamanan pemerintah. Taliban bergerak menguasai 34 ibu kota provinsi.

 

Sekitar 300 ribu tentara pemerintah dengan inti 180 ribu Angkatan Bersenjata Nasional (Afghanistan National Army/ANA), yang dilatih pasukan AS dan NATO tidak melakukan gerakan apa-apa untuk membendung pasukan Taliban, yang berkekuatan sekitar 80 ribu personel.

 

Semakin mendekati ibu kota Kabul, pasukan AS meninggalkan Pangkalan Udara Bagram, sekitar 50 km di sebelah utara Kabul. Meski jumlahnya jauh lebih besar, tentara Pemerintah Afghanistan tampak mengalami demoralisasi.

 

Mereka sudah kalah sebelum bertempur melawan Taliban yang militan.

 

Apa pun alasannya, tiadanya perlawanan signifikan tentara pemerintah berdampak positif bagi kemanusiaan; tidak terjadi pertumpahan darah dalam skala besar, khususnya di kota-kota besar, seperti Kandahar dan lebih-lebih lagi Kabul.

 

Setelah menguasai Kandahar (penduduk sekitar 615 ribu jiwa), kota terbesar kedua dan tertua di Afghanistan, Taliban lanjut mengepung dan menguasai Kabul yang berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa (15 Agustus 2021).

 

Sementara itu, Presiden Ashraf Ghani dilaporkan melarikan diri ke Tajikistan atau Uzbekistan, yang tampaknya tidak bersedia menampungnya. Ashraf Ghani kemudian memberitakan, dia berada di Uni Emirat Arab.

 

Pemerintah UEA yang cenderung anti-Taliban memberi suaka kepada Ashraf Ghani. Sikap UEA berbeda dengan Qatar yang mengizinkan Taliban membuka perwakilan tingkat tinggi di Doha, Qatar.

 

Mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla berdialog dalam misi damai dengan Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pimpinan puncak Taliban di Qatar, Januari 2021.

 

Meski penguasaan kembali Afghanistan oleh Taliban tidak menimbulkan pertempuran dengan tentara pemerintah, pengambilalihan kekuasaan menimbulkan krisis kemanusiaan.

 

Puluhan ribu kekuatan militer asing (AS dan NATO) beserta personel kedutaan besar mereka berbondong-bondong meninggalkan Afghanistan melalui Bandara Hamid Karzai, Kabul. Mereka juga disertai puluhan ribu warga Afghanistan yang memenuhi bandara.

 

Mereka berusaha untuk mencegat pesawat yang siap lepas landas—sejumlah orang pun tewas terjatuh dari sayap pesawat.

 

Mengapa mereka juga ingin meninggalkan tanah air mereka? Tak lain karena khawatir keselamatan mereka di bawah kekuasaan Taliban. Mereka umumnya bekerja sebagai aparat pemerintah atau menjadi staf lokal pasukan AS dan NATO serta kedutaan mereka.  []

 

REPUBLIKA, 26 Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar