Senin, 13 November 2017

Zuhairi: Manuver Muhammad bin Salman



Manuver Muhammad bin Salman
Oleh: Zuhairi Misrawi

Muhammad bin Salman, yang akrab dipanggil "MBS" menjadi sosok yang paling populer di Timur Tengah, bahkan dunia internasional. Ambisinya untuk melakukan "revolusi" di tanah kekuasaannya dan membuka tabir eksklusivisme yang mendarah daging di negerinya telah menimbulkan perdebatan hangat. Semua sedang menerka-nerka arah angin yang akan berembus di Arab Saudi, dan dampak luas yang akan terjadi di kawasan dan dunia pada umumnya. Apa sebenarnya yang terjadi di negeri kaya minyak tersebut? Apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh MBS?

Langkah MBS menangkap sejumlah pangeran, mantan menteri, dan me-reshuffle posisi penting di militer terbilang sangat mengejutkan. Setelah mendepak Muhammad Nayef bin Abdul Aziz beberapa bulan lalu, kini giliran Miteb bin Abdullah dan Waleed bin Talal yang menjadi sasaran empuk MBS. Keduanya dianggap mempunyai amunisi jaringan kekuasaan dan uang yang melimpah.

Berbeda dengan upaya melengserkan Muhammad Nayef yang menggunakan kekuasaan absolut bapaknya, Raja Salman, dan konon juga mendapatkan restu dari Lembaga Baiat yang di dalamnya terdiri dari ratusan pangeran, kini sejumlah pangeran ditangkap dengan tuduhan kasus korupsi. Tuduhan tersebut tidak tanggung-tanggung dampaknya, karena jika merujuk pada hukum Islam, korupsi termasuk salah satu "dosa besar" dan dampak hukumnya bisa sangat berat. Apakah MBS yang didaulat sebagai panglima pemberantasan korupsi akan menjerat mereka dengan hukum yang berlaku dalam hukum Islam?

Semua sudah maklum, bahwa para pangeran Arab Saudi hidup bergelimang harta. Penyebabnya sederhana, karena selama ini mereka hidup bermandikan dollar menyusul meroketnya harga minyak sejak tahun 80-an. Mereka yang menduduki posisi strategis pada umumnya para pangeran, yang artinya mereka tidak tersentuh oleh hukum. Mereka tidak punya lembaga yudikatif yang independen bisa melakukan kontrol dan melakukan penegakan hukum terhadap mereka yang dianggap melakukan korupsi atau pelanggaran hukum. Artinya, keluarga kerajaan dan kekuasaan melekat menjadi satu, tak terpisahkan.

Fulus yang melimpah dan tidak adanya kontrol yang ketat yang dapat memaksa transparansi, maka korupsi bisa terjadi di mana-mana, bersifat massif. Bayangkan, untuk kekayaan Waleed bin Talal saja ditaksir sekitar 240 triliun. Itu artinya sama dengan anggaran desa di Indonesia untuk 4 tahun!

Pangeran Miteb bin Abdullah yang merupakan sepupu MBS sendiri dan sebelumnya menjabat sebagai Ketua Garda Nasional dituduh telah menggelapkan anggaran pengadaan senjata, yang tentu jumlahnya juga sangat fantastis. Konon, beberapa sumber menjelaskan bahwa kisaran uang yang dikorupsi mencapai 100 miliar dollar AS. Uang yang cukup fantastis!

Namun semua bertanya-tanya, apakah korupsi hanya dilakukan oleh para pangeran dan mantan menteri yang ditangkap? Bukankah semua menikmati uang yang dihasilkan dari minyak?

Harian The New York Times merilis bahwa MBS sendiri baru membeli sebuah kapal pesiar yang supermewah di Prancis yang total harganya mencapai 500 juta dollar AS. Raja Salman juga dikabarkan membeli sebuah rumah mewah di London yang harganya mencapai 28 juta dollar AS. Uang sebanyak itu didapatkan dari mana?

Saya kira warga Arab Saudi juga membaca informasi ini, dan mereka tahu perihal kehidupan mewah keluarga kerajaan, para pangeran, dan elite politik mereka. Tapi sayangnya mereka tidak bisa melakukan protes dan demonstrasi. Karena paham Wahabi menggariskan bahwa ketaatan kepada pemimpin bersifat mutlak. Jika ada yang berani melakukan protes atau demonstrasi, maka ia akan langsung dicokok dengan hukuman yang sangat berat, termasuk hukuman mati!

Maka dari itu, langkah yang diambil oleh MBS tidak dianggap sebagai sesuatu yang istimewa sebagai langkah besar untuk memerangi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, melainkan sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Apalagi muncul rumor yang sangat kuat di Timur Tengah, bahwa pada akhir Desember nanti, Raja akan mengundurkan diri dan akan menunjuk MBS sebagai Raja.

Rumor tersebut sangat identik dengan manuver politik yang dilakukan MBS. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya saat ini sebagai Raja de facto, meskipun secara de jure masih dipimpin bapaknya. Raja Salman disebutkan oleh media-media Arab lebih sering menghabiskan waktunya di tempat peristirahat mewah di Maroko, di samping karena usianya sudah sangat lanjut.

Praktis kepemimpinan di Arab Saudi berada di tangan MBS. Meski usianya masih 32 tahun, dan terbilang sangat muda, tapi ia ingin memberikan peringatan kepada para sepupunya dan para pangeran di Lembaga Baiat, bahwa dengan mandat langsung dari bapaknya ia bisa melakukan apa saja. MBS saat ini memimpin langsung tiga poros penting: pertahanan, ekonomi, dan komisi pengentasan korupsi.

Thomas L Friedman (2017) di Harian New York Times mengkhawatirkan langkah yang diambil oleh MBS. Genderang perang yang dilakukan kepada para pangeran dan elite di dalam Arab Saudi akan menimbulkan goncangan. Belum lagi, genderang perang yang dilakukan terhadap Houthi Yaman dan terakhir Hizbullah, yang menyasar Iran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.

Mundurnya Perdana Menteri Libanon diduga kuat karena intervensi Arab Saudi, yang menyebabkan instabilitas politik yang di negeri yang selama ini relatif aman dan mampu membangun konsensus dalam demokrasi.

Semua bisa membaca, bahwa MBS sedang berproses untuk menjadi Raja. Ia mempunyai dua modal penting, yaitu dukungan kaum milenial yang jumlahnya mencapai 70% dan dukungan bapaknya yang saat ini menjabat sebagai Raja.

Selain itu, ia sangat berani karena sudah mendapatkan dukungan dari Donald Trump dan Netanyahu. Komentar MBS tentang revolusi Islam Iran 1979 sebagai penyebab ekstremisme di Timur Tengah dan mundurnya Perdana Menteri Libanon merupakan pesan kuat untuk melawan Iran. Artinya, koalisi Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Israel akan melakukan rencana besar untuk membungkam pengaruh Iran di Timur Tengah.

Namun, semua itu hanya ambisi MBS belaka. Ia mungkin bisa memenangkan perebutan kekuasaan di dalam negeri Arab Saudi karena kekuasaan absolut bapaknya. Tapi ia tidak akan mudah untuk melawan Iran, karena Iran sudah menjelma sebagai negara berpengaruh dan mempunyai kekuatan militer yang layak diperhitungkan. Belum lagi dukungan penuh dari Rusia.

Maka dari itu, kita akan melihat episode selanjutnya dari manuver-manuver MBS ini. Sebuah pertunjukan yang menegangkan. Jika tidak hati-hati, ia bisa terjungkal dari kursinya!

DETIK, 09 November 2017
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analisis pemikiran dan politik Timur Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar