Khalifah Yazid Bin al-Walid: Fitnah Ketiga dalam Sejarah Islam
Oleh: Nadirsyah Hosen
Yazid bin al-Walid bin Abdul Malik berhasil membunuh sepupunya
Khalifah al-Walid II. Bani Umayyah guncang. Mereka telah sukses berkuasa lebih
dari 80 tahun. Peperangan demi peperangan telah mereka menangkan. Pemberontakan
berdarah telah mereka padamkan.
Telah banyak sahabat Nabi, ulama, dan orang saleh yang mereka
bunuh dengan kejam. Bahkan tidak segan-segan mereka meracuni Khalifah Umar bin
Abdul Azis yang hendak menegakkan keadilan, tapi suksesi tetap berjalan tanpa
keributan. Namun, kali ini Bani Umayyah ditimpa peperangan sesama mereka yang
berujung pada perebutan kekuasaan. Inilah yang dikenal sebagai fitnah ketiga
dalam sejarah Islam.
Dipenggalnya kepala Khalifah Al-Walid II, Fir’aunnya Umat
Islam, telah menimbulkan luka teramat dalam di dalam keluarga Bani Umayyah
sendiri. Penduduk Hims, Yordan, dan Palestina memberontak kepada Yazid III
(disebut dengan angka III untuk membedakannya dengan Khalifah Yazid bin
Mu’awiyah–Yazid I–dan Khalifah Yazid bin Abdul Malik–Yazid II). Gubernur
Armenia Marwan bin Muhammad bin Marwan juga tidak terima atas pembunuhan
Khalifah al-Walid II oleh Yazid III.
Tidak ada jalan lain bagi Yazid III selain berusaha mengambil hati
rakyat. Yazid III naik mimbar dan berkhutbah yang intinya mengatakan bahwa
tindakan yang dia lakukan, yaitu mengambil alih kekuasaan dari kezaliman
al-Walid II, semata berlandaskan kepada Qur’an dan Sunnah. Dia menjanjikan
hendak menegakkan keadilan bahkan bersedia mundur bila ada orang lain yang
lebih tepat menjadi khalifah.
Kata-kata manis dari Yazid III berhasil membuat sebagian
terpesona. Imam Thabari mengutip riwayat yang menceritakan bahwa Qays bin Hani
langsung menyambar dengan memuji-muji Khalifah Yazid III, bahkan
membandingkannya dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis yang harum akan
keteladanannya. Namun, Qays bertindak lebih jauh dengan menganggap Khalifah
Yazid III mengambil alih posisi khalifah dengan jalan orang saleh, sementara
Umar tidak demikian.
Marwan bin Muhammad, Gubernur Armenia, yang dilaporkan akan ucapan
Qays tersebut naik pitam, “Ada apa dengan Qays, sampai dia menghina kita semua,
bahkan Khalifah Umar pun ikut dia rendahkan juga?”
Apa boleh buat, dalam setiap masa akan ada pemimpin yang bermanis
kata, dan akan ada pula tokoh yang tidak segan menjilat pemimpin. Kelak saat
Marwan berhasil merebut kekuasaan, dia perintahkan anak buahnya mencari Qays di
masjid dan membunuhnya saat dia tengah salat. Begitulah Imam Thabari menuturkan
kisah ini.
Khalifah Yazid III juga mengurangi gaji tentara yang semula
dinaikkan al-Walid III untuk membeli loyalitas tentara padanya. Akibat
mengurangi gaji tentara inilah Yazid III diberi gelar an-Naqish (yang
mengurangi). Imam Suyuthi mengutip riwayat dari Utsman bin Abi Atikah bahwa
Yazid III adalah orang pertama yang membawa senjata saat salat hari raya. Dia
keluar menuju shaf salat dengan pedang terhunus.
Ini sedikit menggambarkan suasana ketegangan di antara Bani
Umayyah. Segala sesuatu, termasuk upaya pembunuhan atau pemberontakan, bisa
terjadi di tengah salat hari raya dan karenanya Khalifah Yazid III tidak merasa
aman kecuali dengan membawa senjatanya.
Imam Suyuthi dan Imam Thabari mengabarkan bahwa Khalifah Yazid III
ini mendukung aliran Qadariyah (free will). Tokoh utama Qadariyah, yaitu
Ghaylan ad-Dimasqi, mendapat posisi penting di masa Yazid III. Informasi yang
kabarnya berasal dari Imam Syafi’i ini perlu ditelusuri ulang mengingat Imam
Thabari mengabarkan bahwa Ghaylan dihukum potong tangan dan kaki sebelumnya
oleh Khalifah Hisyam (dua periode sebelum Yazid III).
Rasul Ja’fariyan bahkan mengabarkan Ghaylan ini dihukum mati oleh
Hisyam. Imam Syafi’i juga belum lahir pada masa ini. Mungkin yang dimaksud itu
adalah pengikut Ghaylan naik ke pusat kekuasaan di masa Yazid III, bukan
Ghaylan sendiri. Wa Allahu a’lam.
Ada tiga fitnah besar dalam sejarah Islam. Fitnah di sini
maksudnya adalah ujian berupa perang saudara. Fitnah pertama tercatat pada saat
pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan,
berlanjut dengan perang saudara antara Sayyidina Ali dengan Siti Aisyah (Perang
Jamal) dan dengan Mu’awiyah (Perang Shiffin). Periode fitnah pertama berakhir
dengan perdamaian antara Sayyidina Hasan dan Mu’awiyah. Kisah periode ini sudah
saya ceritakan dalam berbagai tulisan saya.
Fitnah kedua berada pada periode pembantaian Sayyidina Husain di
Karbala dan berlanjut dengan perlawanan Abdullah bin Zubair. Kisah pergolakan
pada periode fitnah kedua juga sudah pernah saya bahas dalam sejumlah tulisan
saya.
Periode peperangan antara al-Walid II dan Yazid III dikenal dalam
sejarah Islam sebagai fitnah ketiga, yang berakhir dengan naiknya Marwan
sebagai khalifah terakhir Umayyah.
Periode yang kita bahas inilah masa fitnah ketiga. Dinasti Umayyah
menjelang masa kehancurannya akibat perang saudara. Yazid III hanya berkuasa
sekitar 6 bulan. Dia gagal mengembalikan stabilitas politik. Yazid III wafat
pada 23 September tahun 744 Masehi. Ada yang bilang dia wafat saat berusia 37
tahun; ada juga yang bilang 42 tahun. Perawakannya tinggi, dengan kulit
cokelat, kepala kecil, dan ada tompel di wajahnya.
Yazid III digantikan oleh saudaranya, Ibrahim bin al-Walid. Imam
Suyuthi menceritakan bagaimana Yazid III menolak memberi wasiat untuk
mengangkat Ibrahim sebagai penggantinya. Kabarnya saat Yazid III pingsan
menjelang wafatnya, Qathn menulis surat wasiat atas nama Yazid III yang
berisikan pengangkatan Ibrahim sebagai khalifah. Jadi, ini semacam fait
accompli.
Khalifah Ibrahim menurut Imam Suyuthi hanya berkuasa 70 hari dan
kemudian ditumbangkan oleh Marwan bin Muhammad. Ibrahim melarikan diri lalu
datang sukarela untuk membai’at Marwan. Marwan kemudian membiarkannya hidup.
Imam Thabari meriwayatkan bahwa kekhilafahan Ibrahim tidak diakui
secara bulat, sehingga banyak yang mencoretnya dalam daftar khalifah dinasti
Umayyah.
Tulisan selanjutnya kita akan bahas periode Khalifah Marwan bin
Muhammad, sang khalifah terakhir Dinasti Umayyah. Insya Allah. []
GEOTIMES, 8 September 2017
Nadirsyah Hosen | Rais Syuriah NU Australia – Selandia Baru dan
dosen senior di Faculty of Law, Monash University
Tidak ada komentar:
Posting Komentar