KHOTBAH JUM'AT
Tawakal dan Tiga Hikmahnya
Khutbah I
اْلحَمْدُ
للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ
النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك
لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى
سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين،
أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله
تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا،
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ.
صدق
الله العظيم
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Tawakal merupakan bagian dari ajaran Islam
yang sangat penting. Karenanya, tawakal sangat ditekankan di dalam Al Qur’an.
Kata “tawakal” disebut di dalam Kitab Suci ini tidak kurang dari 30 kali yang
tersebar di dalam 19 surah yang berbeda, misalnya surah Ali Imran, ayat 122; Al
Maidah, ayat 11; Al A’raf, ayat 89; dan sebagainya. Tawakal inilah yang
merupakan salah satu hal yang membedakan antara orang beriman dengan orang tak
beriman.
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, atau yang
lebih dikenal dengan Imam Hambali, tawakal merupakan perbuatan hati. Artinya,
tawakal bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang
dilakukan oleh anggota tubuh. Juga bukan merupakan sebuah wacana atau sekedar
pengetahuan belaka. Tetapi sekali lagi, tawakal merupakan perbuatan hati
sehingga tidak bisa diwujudkan dalam bentuk fisik, seperti berdiam diri tanpa
melakukan suatu ikhtiar lahiriyah.
Sikap pasrah yang ditunjukkan dengan tidak
adanya usaha fisik atau ikhtiar lahiriyah seperti itu tidak bisa disebut
sebagai tawakal, tetapi Ibarat perang, merupakan sikap menyerah sebelum maju ke
medan pertempuran. Rasulullah SAW telah memberikan gambaran tentang tawakal
sebagaimana beliau sabdakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban:
اِعْقِلْهَا
وَتَوَكَّلْ
Artinya: “Ikatlah untamu dan bertawakkallah.”
Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa
tawakal tidak meniadakan usaha lahiriyah atau perbuatan fisik seperti mengikat
seekor unta ketika seseorang menginginkan hewan ternaknya itu tidak meninggalkan
dirinya alias hilang. Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan tawakal
adalah kapan seharusnya tawakal itu kita lakukan; apakah sebelum, pada saat,
atau setelah usaha atau ikhtiar kita lakukan?
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Kalau kita perhatikan hadits tersebut, maka
jelas bahwa Rasulullah SAW memerintahkan agar seseorang berusaha atau
berikhtiar terlebih dahulu baru kemudian bertawakal. Artinya, manusia tidak
boleh berdiam diri, berpangku tangan, berenak-enakan, atau bermalas-malasan,
sementara urusannya diserahkan begitu saja kepada Allah SWT.
Tetapi kalau hadits di atas kita hubungankan
dengan Surah Al Imran, ayat 159, yang berbunyi:
فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: “Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Maka, kita akan mengetahui bahwa ketika kita
baru sampai pada tahapan niat saja untuk mencapai sesuatu, atau krentek dalam
bahasa Jawa, pada tahapan itu pun kita sudah harus melakukan tawakal kepada
Allah SWT. Dengan kata lain, tawakal harus kita lakukan baik sebelum maupun
sesudah kita berusaha untuk mencapai maksud tertentu.
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Kita semua tahu bahwa perbuatan atau usaha
manusia terdiri dari 3 (tiga) tahap, yakni: (1) tahap niat, (2) tahap
pelaksanaan, dan (3) tahap hasil. Berdasar pada Surah Ali Imran, ayat 159 dan
hadits Rasulullah SAW itu, maka tawakal harus kita lakukan pada akhir setiap
tahap. Artinya, kita harus bertawakal kepada Allah SWT dalam keseluruhan tahap
itu.
Maksud dari uraian tersebut adalah bahwa
ketika kita baru menyelesaikan tahap niat, maka segera setelah itu kita harus
bertawakal kepada Allah SWT dengan memasrahkan niat atau tekad kita itu kepada
Allah SWT Yang Maha Tahu atas Segala Sesuatu.
Kemudian, ketika kita baru menyelesaikan
tahap pelaksanaan, maka segera setelah itu kita harus bertawakal kepada Allah
SWT dengan memasrahkan usaha atau ikhtiar itu kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa
atas Segala Sesuatu.
Dan akhirnya, ketika kita telah sampai pada
tahap terakhir, yakni tahap hasil, kita harus lebih bertawakal dengan
memasrahkan apa pun hasilnya kepada Allah SWT Yang Maha Adil dan Bijaksana
sebab tahap hasil adalah wilayah Allah SWT. Bagaimanapun Allah SWT lebih tahu
apa yang terbaik buat kita. Jika hasilnya positif, yakni Allah memberi kita
keberhasilan mencapai apa yang kita maksudkan, maka kita harus bersyukur kepada
Allah SWT. Jika sebaliknya, kita harus bersabar dengan tetap introspeksi atau
evaluasi diri dimana letak kekurangan atau kelemahan kita pada setiap tahap
yang kita lewati.
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Tawakal memiliki banyak sekali hikmah
sebagaimana ditegaskan di dalam Al Quran; di antaranya adalah:
Pertama, orang yang bertawakal kepada Allah
akan mendapat perlindungan, pertolongan dan bahkan anugerah dari Allah SWT
sebagaimana ditegaskan di dalam Surah Al-Anfal, ayat 49, yang berbunyi:
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَإِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: "Barangsiapa yang tawakkal
kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada
Allah dalam setiap urusannya, Allah akan menunjukkan bukti keperkasaan dan
kebijaksanaan-Nya. Tentu kita ingat bagaimana ketika Rasulullah hendak dibunuh
dengan diacungi sebilah pedang terhusnus oleh seorang kafir Quraisy bernama
Suraqah bin Malik.
Dalam keadaan seperti itu, Rasulullah SAW yang
hatinya selalu bertawakal kepada Allah SWT, mendapat perlindungan dari Allah
SWT. Secara mendadak bumi yang ada di depan Suraqah yang sedang memacu kudanya,
retak dan menelan kaki kudanya hingga Suraqah dan kudanya tak berdaya. Suraqah
kemudian menyerah pada Rasululah dan meminta maaf dan mengajak berdamai.
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Kedua, orang yang bertawakal kepada Allah SWt
akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat sebagaimana ditegaskan dalam
Surah An-Nahl, ayat 41-42:
وَالَّذِينَ
هَاجَرُوا فِي اللهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَلأَجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الَّذِينَ
صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah
karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang
bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih
besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada
Allah saja mereka bertawakkal.”
Orang-orang yang selalu bertawakal kepada
Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupannya, akan selalu mendapat balasan dari
Allah SWT, tidak hanya balasan kebaikan di dunia tetapi terlebih balasan di
akherat nanti.
Di dunia saja, mereka akan hidup dengan
tenang dan tentram sehingga terhindar dari stres berat maupun depresi yang
berkepanjangan. Terlebih di akherat, mereka akan mendapat surga yang tinggi
karena Allah mencintai orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada-Nya.
Ketiga, orang yang bertawakal hidupnya akan
dicukupi oleh Allah SWT sebagai ditegaskan dalam Surah Ath-Thlaaq, ayat
3:
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.”
Ayat tersebut merupakan jaminan dari Allah
SWT bahwa orang-orang yang hatinya senantiasa bertawakal kepada-Nya, akan
dicukupi seluruh keperluan hidupnya, baik secara material maupun spiritual.
Orang-orang yang hidupnya dicukupi oleh Allah SWT tidak mungkin mengalami
kekurangan meskipun bisa saja orang itu orang sederhana dan bukan orang kaya.
Demikian pula, orang-orang kaya yang hatinya selalu bertawakal kepada Allah
tidak akan mengalami kekhawatiran akan bangkrut sebab Allah akan selalu
mencukupinya.
Sebaliknya, orang-orang kaya yang masih suka
serakah dengan berbuat curang atau korupsi demi memperoleh keuntungan besar
bukanlah orang kaya yang senantiasa bertawakal kepada Allah SWT. Orang-orang
seperti itu tidak akan pernah merasa cukup dalam hidupnya karena Allah
membuatnya tidak cukup meski sekaya apapun. Karun adalah contoh orang kaya yang
tidak pernah merasa cukup karena tidak pernah bertawakal kepada Allah SWT.
Jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat
membuka kesadaran kita semua, terutama saya sendiri, untuk senantiasa
bertawakal kepada Allah SWT karena dengan tawakal itulah kita akan dicukupi
oleh Allah SWT, baik secara material maupun spiritual. Semoga kita selalu
diberi oleh Allah SWT kemudahan-kemudahan dalam melaksnakan
perintah-perintah-Nya, termasuk dalam masalah tawakal kepada-Nya.
Amin...amin... ya rabbal alamin.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن
الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama
Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar