Kamis, 16 November 2017

Kang Sobary: Kaum Muda Melawan Korupsi



Kaum Muda Melawan Korupsi
Oleh: Mohamad Sobary

KAUM muda melawan korupsi, boleh juga memerangi korupsi, didiskusikan Kamis lalu, 9 Oktober 2017, di UIN Ciputat. Pada hari itu  berlangsung Festival Antikorupsi. Intinya berbagi kesadaran kepada ma­syarakat, bukan lagi mengenai bahaya korupsi. Ini sudah jelas bagi siapa pun karena sejak dulu korupsi sudah didefinisikan secara global dengan rumusan yang jelas dan kita semua tahu. Apa yang kita sudah tahu itu kita lawan dengan berbagai strategi dan pendekatan.

Ungkapan strategis bahwa mencegah lebih baik daripada menindak juga sudah dipahami secara luas di dalam masyarakat. Tindakan demi tindakan sudah diambil. Koruptor demi koruptor, kecil maupun besar, sudah ditangkap dan dihukum. Tapi apa yang sedang terjadi di dalam masyarakat kita, masyarakat orang-orang beragama yang berebut menganggap diri mereka suci, yang tak merasa malu sebagai orang hukuman? Mengapa pejabat tenang saja menjalani keputusan pengadilan bahwa mereka terbukti bertindak durjana dan merugikan bangsa dan negara?

Pejabat tidak takut, tidak malu, tidak risi menjadi tertuduh dan terpidana. Pejabat masih gemar menyimpang. Ada pejabat yang menempatkan istrinya di posisi penting di kantornya. Menyusul anak-anaknya di posisi baru masing-masing. Begitu juga keponakan dan teman-temannya. Andaikata tak menggelapkan uang kantor, penyimpangan macam ini saja sudah berbahaya bagi kepentingan orang banyak. Ini penggelapan posisi seolah orang lain tak mampu menempatinya.

Mengapa urusan privat, urusan keluarga, dikacaukan demikian rupa dengan urusan publik? Mengapa di dalam suasana politik nasional yang begitu gencar melawan penyimpangan, penggelapan dan korupsi, orang masih berani dan tak mengenal malu begitu terang-terangan melawan semua itu? Bagaimana kita memberi makna iman dan cara kita beragama kalau urusan seperti itu sepenting itu bagi kehidupan orang  banyak, kita terabas dengan sikap ugal-ugalan seperti hidup dengan hukum rimba?

Lingkungan kita manusia, bukan binatang dan kita pun bukan binatang. Tapi mengapa kita menempatkan diri dalam posisi, maaf, binatang dan kita tidak merasa malu? Pimpinan demi pimpinan, komisioner demi komisioner KPK sudah berganti-ganti dan makin hari kualitas mereka makin baik, tapi mengapa manusia-manusia yang mereka buru tak peduli dan juga tak peduli menempatkan diri di posisi mengenaskan sebagai, maaf, binatang tadi?

Sambil tetap gigih melakukan penindakan, KPK juga menyiarkan semangat pencegahan. Harapannya calon koruptor berkurang. Dan mereka yang betul-betul korup juga, semestinya berkurang. Tapi mengapa kenyataannya atau minimal kesannya seperti malah bertambah?

Kita tidak gentar. KPK pantang mundur. Biarpun dimusuhi para penjahat dan dengan berbagai cara penjahat-penjahat kemanusiaan itu berusaha menghalangi dan membikin lemah KPK, tapi kita tak kalah gigih melawan mereka. KPK pun tak merasa ketakutan menghadapi para penjahat jalanan maupun penjahat kantoran yang gemar main keroyok. Di mana-mana ada kelompok antikorupsi yang mendukung dengan sepenuh hati langkah KPK. Tak pernah ada di antara mereka yang dibayar.

Tapi dukungan tetap jalan. KPK ibarat ”tak  gendong” ke mana-mana. Tak  gendong biar kau suka. Tak  gendong biar kau kuat melawan raksasa. KPK bukan Lembaga suci. Para komisionernya bukan orang-orang suci. Juga para pegawai semuanya. Tapi semangat perjuangan di dalamnya cermin semangat suci. Hadirnya lembaga itu di tengah-tengah kita memanggul misi suci.

KPK itu mandat reformasi yang mampu menghadirkan perubahan untuk menjadikan negeri kita dan para pejabatnya merasa memanggul kewajiban konstitusional untuk membikin rakyat senang, tenteram, bisa cukup sandang cukup pangan dan papan serta punya pekerjaan yang membuat rakyat, semuanya, merasa punya harga diri secara layak dalam segenap corak kehidupan mereka.

Mereka di sini maksudnya kita ini karena kita rakyat yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Maka kita ikut bekerja. KPK bekerja. Kita pun bekerja. KPK lelah. Kita juga lelah. Ini konsekuensi cara hidup berbangsa dan bernegara. Ini wujud komitmen warga negara yang bertanggung jawab. Kita ini committed citizens  yang turut mewujudkan tata kehidupan yang kita cita-citakan.

Kaum muda melawan korupsi sebagaimana disebut tadi kelihatan jelas betapa menggembirakannya. KPK gembira. Kita  gembira. Yang marah para bandit, garong, dan perampok. Tapi kita tak gentar melihat kemarahan mereka seperti dulu kita memanggul bambu runcing dengan sikap tak gentar menghadapi kaum penjajah durjana. Dulu penjajah durjana kita bangsa asing. Sekarang para durjana di sekitar kita bangsa kita sendiri.

Ini situasi perang. Jangan biarkan KPK sendirian. Ini negeri kita. Bukan hanya negeri orang-orang KPK. Jadi kita juga berperang di jalur yang ditempuh KPK, tapi dengan izin Allah Yang Maha Bijaksana. Kaum muda yang masih penuh semangat dan idealisme meneriakkan perjuangan melawan korupsi. Kaum tua, demi mewariskan kebaikan kepada yang muda, turut pula memanggul dengan penuh tanggung jawab segenap kewajiban warga negara yang baik. Kaum muda maju. Kaum tua mengapa tidak?

Tua-muda bersatu padu menggasak lawan dan para pencoleng bangsa yang duduk berpangku tangan, tapi menyimpan banyak kekayaan hasil menjarah-rayah dan rampokan. Kita bekerja keras. Kita berkeringat dan mungkin, ibaratnya, berdarah-darah. Ini pengabdian kita. Tiap kita menyanyi: bagimu negeri, jiwa raga kami, mungkin di sini maknanya. Kita rela melakukan apa saja bagi Tanah Air. Kita rela membantu KPK.

Diskusi malam itu penuh semangat. Ini tanda kemudaan mereka. Strategi kurang tak menjadi masalah. Langkah-langkah lapangan kurang tepat biarkan saja. Anak muda mengalami kekurangan bukan suatu masalah. Kekurangan milik yang tua juga. Tapi semangat itu tak ternilai. Kalau yang tua bungkam, mungkin tak menjadi masalah selama yang muda turun tangan dengan penuh gairah muda yang mampu mengganyang apa saja, seolah mereka mampu memindahkan gunung. KPK mungkin bisa mengapitalisasi semangat kaum muda seperti ini. Kita tak boleh membiarkan  mereka redup.

Kaum muda melawan korupsi, meskipun masih lebih dalam wujud kata-kata, makna politiknya melebihi deklarasi orang-orang DPR yang banyak maunya tapi enggan melangkahkan kaki untuk mewujudkan kemauan itu. Mestinya mereka tahu, tiap pajangka  wajib dijangkah  dengan langkah nyata. Di negeri kita, orang politik banyak sekali suaranya. Kita merasa bising tiap hari mendengar mereka baku cakar satu sama lain.

Tapi kita jarang mendengar penjelasan mereka sibuk mengerjakan apa dan apa hasilnya. Seharusnya kita tahu apa yang mereka perjuangkan. Seharusnya kita juga tahu untuk siapa mereka berjuang. Rakyat menunggu. Dan kaum muda yang tak sabar lagi tak bisa hanya menunggu dan mendengar DPR bertengkar. Kaum muda turun ke jalan sendiri: jalan melawan korupsi. []

KORAN SINDO, 13 November 2017
Mohamad Sobary | Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi; Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar