KHOTBAH IDUL FITRI
Ilmu dan Derajat Manusia
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ.
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى
الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ،
أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ،
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
Para jamaah idul fitri yang dimuliakan
Allah,
Sebelum agama Islam datang, dunia ini
diliputi dengan kekerasan dan penindasan yang disebabkan oleh kebodohan.
Manusia terbagi menjadi dua kelas sosial, masyarakat kaya dan masyarakat
miskin. Masyarakat kaya berisi para raja dan orang-orang yang memiliki hamba
sahaya atau budak. Sedangkan masyarakat kelas bawah adalah para budak, petani, dan
masyarakat secara umum. Masyarakat kelas atas menindas masyarakat kelas bawah.
Kekerasan terjadi secara sistematis, bahkan undang-undang dalam masyarakat yang
bias keadilan hanya memihak kepada masyarakat kelas atas yang menindas kaum tak
punya.
Menghadapi kenyataan yang bengis dan penuh
kelaliman itu, sekitar tahun 610 M. nabi Muhammad Saw menyeru kepada umat
manusia untuk menghilangkan penindasan di muka bumi dengan mengajak umat
manusia untuk belajar. Salah satu ayat al-Quran yang pertama kali diturunkan
adalah perintah untuk membaca: اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ (Bacalah dengan
[menyebut] nama Tuhanmu Yang Menciptakan).
Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada
umat manusia supaya membaca, yakni mendayagunakan akal-pikirnya untuk memahami
wahyu yang tertulis, yakni al-Quran dan wahyu yang tidak tertulis, yaitu alam
semesta. Melalui ilmu pengetahuan, nabi Muhammad mengajak umat manusia untuk
berperilaku baik, menjadikan semua lapisan masyarakat setara di hadapan hukum,
dan menghilangkan tindak kezaliman.
Setelah nabi menerima wahyu, yang pertamakali
tertarik dan mengimani dakwah nabi, selain istrinya, Khadijah binti Khuwailid,
adalah orang-orang yang pada masa itu digolongkan sebagai kelompok mustadl’afîn
(orang-orang lemah), yaitu hamba sahaya dan masyarakat yang tak punya. Kepada
penganutnya yang rata-rata dari kaum dlu’afâ`, nabi mengumpulkannya di
masjid, lalu nabi mengajarkan ajaran Islam kepada mereka. Taqiyuddîn al-Maqrîzî
dalam kitabnya yang berjudul Imtâ’ al-Asmâ’ menginformasikan, ketika
nabi Muhammad Saw duduk di masjid, maka kaum dlu’afa yang mengikutinya seperti
‘Ammâr, Khabbâb, Shuhaib, Bilâl, Abû Fukaihah, ‘Âmir bin Fuhairah, dan yang
lainnya ikut duduk bersama nabi.
Sementara itu, kufar Quraisy yang secara
ekonomi dan kekuasaan takut dirugikan oleh dakwah nabi yang membela masyarakat
tertindas itu, terus berusaha membendung dakwah nabi dengan cara melarang masyarakat
untuk mengikuti agama Islam, hingga memerangi serta mengusir nabi dan
sahabatnya dari tanah kelahirannya, yakni Makkah.
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Jamaah shalat idul fitri yang
berbahagia,
Nabi Muhammad memerangi perilaku jahat,
kelaliman, dan tindak kekerasan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Arab
saat itu dengan mengajak dan mendidik umat manusia supaya memiliki ilmu
pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, seseorang akan bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Mana yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, dan
mana yang membahayakan. Karenanya, belajar atau sekolah di dalam Islam memiliki
tempat yang sangat istimewa.
Allah Swt berfirman:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاتٍ
Artinya: “Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat.” (QS. Al-Mujâdalah 11).
Dalam QS. Ali ‘Imrân 18 Allah berfirman:
شَهِدَ
اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ
قَائِمًا بِالْقِسْط
Artinya: “Allah menyatakan bahwa tidak ada
Tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang
menegakkan keadilan.”
Kata “ûlûl ‘ilmi” dalam ayat di atas
artinya adalah orang yang memiliki ilmu. Allah menyebutkan “orang berilmu”
dalam ayat tersebut pada urutan ketiga setelah penyebutan diri-Nya dan
malaikat. Hal ini menunjukkan bahwa “orang yang berilmu” memiliki tempat yang
sangat istimewa di sisi Allah, dan orang yang berilmu akan menegakkan keadilan.
Sedangkan hadis nabi yang menjelaskan tentang
perintah mencari ilmu atau sekolah dan keutamaannya juga banyak sekali. Antara
lain:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Mencari ilmu hukumnya wajib bagi
semua orang Islam.”
لَا
يَنْبَغِيْ لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى جَهْلِهِ وَلَا لِلْعَالِمِ أَنْ
يَسْكُتَ عَلَى عِلْمِهِ
Artinya: “Orang bodoh tidak boleh diam atas
kebodohannya, dan orang berilmu tidak boleh diam atas pengetahuan yang
dimilikinya.”
Kepada sahabatnya yang bernama Kumail, Ali
bin Abi Thalib mengatakan:
يَا
كُمَيْلُ، اَلْعِلْمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَالِ
“Wahai Kumail, ilmu itu lebih baik daripada
harta benda.”
اَلْعِلْمُ
يَحْرُسُكَ وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ
“Ilmu
akan menjagamu, sementara engkau akan menjaga harta.”
وَالْعِلْمُ
حَاكِمٌ وَالْمَالُ مَحْكُوْمٌ عَلَيْهِ
“Ilmu
akan menjadi hakim (pemutus), sementara harta akan menjadi sesuatu yang
dihakimi (diputuskan).”
وَالْمَالُ
تَنْقُصُهُ النَّفَقَةُ وَالْعِلْمُ يَزْكُوْ بِالْإِنْفَاقِ
“Harta
akan berkurang sebab digunakan, sementara ilmu akan bertambah bila diberikan
atau diamalkan.”
Lebih jauh Sahabat Ali bin Abi Thalib
mendendangkan syair:
مَا
الْفَخْرُ إِلَّا لِأَهْلِ الْعِلْمِ إِنَّهُمْ
# عَلَى الْهُدَى لِمَنِ
اسْتَهْدَى أَدِلَّاءُ
“Tidak ada kebanggaan kecuali bagi
orang-orang yang punya ilmu, mereka menjadi petunjuk bagi orang yang meminta
ditunjukkan.”
وَقَدْرُ
كُلِّ امْرِىءٍ مَا كَانَ يُحْسِنُهُ
# وَالْجَاهِلُوْنَ
لِأَهْلِ الْعِلْمِ أَعْدَاءُ
“Derajat setiap orang adalah dapat
memperbaiki sesuatu, sementara orang-orang bodoh memusuhi orang-orang yang
berilmu.”
فَفُزْ
بِعِلْمٍ تَعِشْ حَيّاً بِهِ أَبَداً
# اَلنَّاسُ مَوْتَى
وَأَهْلُ الْعِلْمِ أَحْيَاءُ
Maka menangkanlah dengan ilmu. Dengan ilmu
engkau akan hidup selama-lamanya. Semua manusia akan mati, sementara orang
berilmu akan tetap hidup.
Hadirin, hadirat yang dimuliakan
Allah,
Kemiskinan dan mencari ilmu atau belajar
kerap kali dipertentangkan. Hanya gara-gara tak punya biaya kemudian mencari
ilmu ditinggalkan. Seharusnya tidak demikian.
Apabila membaca sejarah peradaban Islam, maka
akan didapati; betapa banyak para ilmuan-ilmuan muslim justru lahir dari
kalangan orang-orang miskin dan rakyat jelata. Beberapa nama yang mungkin bisa
disebut dalam kesempatan ini, antara lain: Muhammad bin Idris As-Syâfi’î atau
biasa dikenal dengan Imam Syâ’fi’i yang menjadi panutan umat Islam Indonesia
dan negara lainnya dalam bidang hukum Islam (fikih). Imam Syâfi’î lahir pada
tahun 150 H di Ghazzah (Gaza) atau sekarang menjadi salah satu kota di
Palestina dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Beliau lahir dari keluarga
miskin dan bukan dari keluarga raja atau ulama, namun ketekunannya dalam
belajar dapat mengantarkan Asy-Syafi’i menjadi ilmuan besar dan punya banyak
karya, antara lain; kitab Al-Umm dalam bidang fikih dan Ar-Risâlah
yang menjelaskan tentang ushûl al-fiqh. Namanya harum dan dikenal di belahan
dunia, dan terus dikenang sepanjang masa, serta hasil pemikirannya diikuti oleh
banyak umat Islam.
Ilmuan muslim lainnya yang juga lahir dari
keluarga miskin yaitu Abû Hâmid al-Ghazâli atau dikenal dengan Imam
Ghazâli, lahir pada tahun 450 H di Thûs, Khurasan (sekarang Iran) dan wafat
pada tahun 505 H di tempat yang sama. Beliau lahir dari keluarga tak punya,
namun kemiskinan yang dialami keluarganya tak menghalangi Imam al-Ghazâli
menempuh ilmu hingga kemudian berhasil menjadi orang besar. Karangannya sangat
banyak, antara lain: Faishal at-Tafriqah baina al-Islâm wa az-Zandaqah,
Minhâj al-‘Âbidîn, Tahâfut al-Falâsifah, Misykâtu al-Anwâr, al-Iqtishâd fî
al-I’tiqâd, al-Mustashfâ, dan yang paling terkenal yaitu kitab Ihyâ`
‘Ulûmiddîn.
Nama lainnya yaitu Râbi’ah al-‘Adâwiyah,
tokoh tasawuf perempuan yang lahir di Bashrah pada tahun 105 H dan meninggal
pada tahun 185 H. Dalam ilmu tashawuf, nama ini sangat dikenal. Râbi’ah adalah
wali perempuan yang lahir dari keluarga miskin, bahkan saat dirinya lahir,
orangtua Râbi’ah tidak punya uang sepeser pun untuk membeli minyak lampu buat
penerangan persalinan. Namun, penderitaannya dalam perekonomian tidak
mengantarkan Râbi’ah menjadi glandangan, tapi ia giat mencari ilmu hingga
menjadi orang sukses, menjadi kekasih Allah Swt.
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Jamaah idul fitri yang berbahagia,
Tidak hanya tiga ilmuan di atas, masih banyak
lagi orang-orang besar sejak dahulu hingga sekarang yang lahir dari kaum
dlu’afâ. Bahkan nabi Muhammad Saw sendiri lahir bukan dari kalangan ningrat,
tapi dari rakyat jelata, miskin, dan yatim piatu. Tapi dengan ilmu pengetahuan,
nabi Muhammad, sahabatnya dan para ulama yang memperhatikan ilmu pengetahuan
demi menghilangkan kebodohan telah terbukti dapat membangun masyarakat, bisa
membangun peradaban, hidupnya dapat memberikan manfaat kepada banyak orang.
Mencari ilmu atau berusaha menjadi manusia
yang sempurna (al-insân al-kâmil) yang dapat memberikan manfaat bagi
diri sendiri dan orang lain tidak selamanya berkaitan dengan harta benda. Tapi
kuncinya adalah kemauan. Di sinilah pentingnya orangtua, keluarga, dan
lingkungan untuk turut serta mendidik anak sejak dini supaya mencintai ilmu
pengetahuan.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
مَا
مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Tidak ada anak yang dilahirkan
kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci, atau bersih. Lalu kedua
orangtuanya yang menjadikannya memeluk Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Hadis ini memberikan pemahaman bahwa anak
kecil bagaikan kertas kosong yang bersih dari coretan apapun. Orangtua dan
keluarga sebagai lingkungan pertama yang dihadapi anak dalam berinteraksi,
tentu sangat memberikan pengaruh terhadap watak dasar anak yang sedang
berproses. Oleh karenanya, jika ingin anak itu kelak menjadi orang yang baik,
dan ini menjadi keinginan semua orangtua, maka orangtua harus mendidiknya sejak
kecil supaya anak terbiasa dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Bahkan, dalam
Islam mendidik anak harus dimulai sejak masih dalam kandungan, yakni dibacakan
al-Quran, dzikir, dan lantunan-lantunan doa. Itu semua demi masa depan anak,
agar menjadi anak yang shâlih yang dapat menjadi warisan berharga
bagi yang meninggalkannya.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ
لَهُ
Artinya: “Jika manusia meninggal dunia, maka
terputuslah amalnya kecuali 3 hal, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shâlih yang terus mendoakannya.”
Meninggalkan warisan kekayaan melimpah
terkadang dapat memicu pertengkaran dan permusuhan di antara keluarga, tapi
meninggalkan 3 hal di atas dapat mengantarkannya ke sorga dan membahagiakan
orang-orang yang ditinggalkannya.
Dengan meneladani para tokoh terdahulu yang
lahir dari rakyat jelata dengan ekonomi yang serba kekurangan, dapat
disimpulkan bahwa kemiskinan bukan penghalang seseorang mencari ilmu, karena
kemiskinan dapat dikalahkan dengan peran keluarga yang menanamkan kemandirian
kepada anak-anaknya.
Jadi, langkah yang harus dilakukan dalam
mengatasi benyaknya perilaku kasar, zalim, keterbelakangan dan kemunduran
bangsa, serta berbagai tindakan yang tidak bermoral yang setiap hari menjadi
tontonan adalah dengan mendidik anak dan menyekolahkannya. Masa depan orangtua
ditentukan oleh keturunannya, dan masa depan bangsa ditentukan oleh generasi
mudanya. Pepatah Arab mengatakan: شباب اليوم رجال الغد
(Generasi muda sekarang
adalah pemimpin masa depan).
Demikian khutbah yang dapat saya sampaikan,
mohon maaf atas segala kesalahan. Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf
lahir dan batin.
تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِيْ عِيْدِنَا، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا أَعْوَامًا عَدِيْدَةً
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ أنَاءَ اللَّيْلِ
سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ، قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ، إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ. [الزمر: 9] جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ
اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ
فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا، وَأسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِروهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
=== الخُطْبَةُ
الثَّانيةُ ===
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللهُ
أكبرُ، وللهِ الحَمْدُ.
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ، أَمَرَ بِالتَّرَاحُمِ وَجَعَلَهُ مِنْ دَلاَئِلِ
الإِيمَانِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ الْمُتَوَالِيَةِ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا وَنبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، الرَّحْمَةُ
الْمُهْدَاةُ، وَالنِّعْمَةُ الْمُسْدَاةُ، وَهَادِي الإِنْسَانِيَّةِ إِلَى
الطَّرِيقِ الْقَوِيمِ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
وَنبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا
بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ. إنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَنَّى فِيْهِ بِمَلَائِكَتِهِ، فقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. وقالَ رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ
صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً. اللَّهُمَّ صلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سَيِّدِنَا
وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ، وعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الْأَكْرَمِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.
اللَّهمّ
إلَيْكَ نَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِنا، وَقِلَّةَ حِيْلَتِنَا، وَهَوَانَنَا عَلَى
النَّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، أَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِينَ،
وَأَنْتَ رَبُّنَا، إلَى مَنْ تَكِلُنا، إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهَّمُنَا، أَمْ إلَى
عَدُوٍّ مَلَّكْتَهُ أَمْرَنَا، إِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ عَلَيْنَا غَضَبٌ فَلَا
نُبَالِي، وَلَكِنَّ عَافِيَتَكَ هِيَ أَوْسَعُ لَنَا، نَعُوْذُ بِنُورِ وَجْهِكَ
الَّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظُّلُمَاتُ ، وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِنا غَضَبَكَ، أَوْ يَحِلَّ عَلَيْنَا سُخْطُكَ،
لَكَ الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِكَ.
اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ،
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.
Disusun oleh: Khoirul Anwar, Aktifis
Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar