Fitrah,
Kebinekaan, dan Ukhuwah
Oleh:
Azyumardi Azra
Alhamdulillah,
Idul Fitri 1 Syawal 1436 H/2015 M kembali datang setelah sebulan Ramadhan umat
beriman berpuasa. Semoga shaimin dan shaimat berhasil mencapai maqam
(derajat) takwa sesuai tujuan ibadah puasa sehingga Insya Allah dapat
mewujudkan kedamaian Islam rahmatan lil 'alamin, dasar dan asas peradaban Islam
di muka bumi.
Sembari
merayakan Idul Fitri, umat Islam patut menyegarkan kembali ajaran Islam tentang
fitrah manusia, kedamaian, kebinekaan, dan ukhuwah. Ketiganya merupakan faktor
penting dalam membangun (kembali) peradaban Islam secara komprehensif di
Indonesia.
Tentang
idul fitri, kembali ke fitrah (kesucian), Allah SWT menjelaskan, "Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah pada) fitrah
Allah yang telah menjadikan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui" (QS Al-Rum/30: 30).
Kebinekaan:
sunatullah
Perlu
diingat, Allah SWT dalam penciptaan manusia sesuai fitrah tidak membuat semua
makhluk-Nya seragam atau monolitik. Umat manusia Dia ciptakan beragam, bineka,
atau berbeda satu sama lain.
Karena
itu, di samping kesamaan (commonalities) di antara umat manusia, kebinekaan
adalah kenyataan dan keniscayaan yang tidak bakal berubah sepanjang masa karena
itulah "takdir" Allah SWT bagi makhluk-Nya. Allah SWT menegaskan,
"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang tunggal
[seragam]. Namun, mereka akan tetap berselisih (pendapat)" (QS Hud/11:
118-119).
Sebab,
komonalitas dan perbedaan di antara umat manusia adalah sunatullah (iron law)
yang tidak bisa diubah, perlu penyikapan bijak. Perbedaan dan kebinekaan
semestinya tidak menimbulkan perselisihan, permusuhan, dan konflik yang
menimbulkan kesengsaraan.
Bila
perbedaan dan kebinekaan disikapi bijak, ia menjadi rahmat Allah SWT yang
mendatangkan kebaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ikhtilâfu
ummatî rahmatun" (perbedaan antar-umatku adalah rahmah). Keterbukaan dan
penerimaan komonalitas dan kebinekaan sebagai rahmat Allah adalah pangkal
persaudaraan keislaman-ukhuwwah Islamiyyah yang kemudian meluas kepada ukhuwwah
wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) dan ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan
sesama manusia).
Ulama
menjelaskan ihwal ukhuwah dengan konotasi beragam; ukhuwwah fi al-'ubudiyyah
(persaudaraan ibadah), ukhuwwah fi al-insaniyyah (persaudaraan
sesama manusia), ukhuwwah fi al-wathaniyyah wa al-nasab (persaudaraan sebangsa
dan seketurunan), dan ukhuwwah fa din al-Islam (persaudaraan se-Islam).
Ukhuwwah
Islamiyyah sangat dibutuhkan umat Islam di mana pun, termasuk di Indonesia. Hal
ini tak lain karena perbedaan pendapat di antara umat Islam menimbulkan
konflik dan kekerasan yang terus meruyak bahkan sepanjang Ramadhan, di berbagai
belahan dunia.
Namun,
penguatan ukhuwwah Islamiyyah saja tidak cukup. Dalam konteks negara-bangsa,
ukhuwah itu kemudian mesti diwujudkan lebih luas menjadi ukhuwwah wathaniyyah
dan ukhuwwah insaniyyah.
Uswah
hasanah (keteladanan yang baik) menyangkut ukhuwwah Islamiyyah dilihat dari
sikap kedamaian dan toleransi Nabi Muhammad SAW ketika membangun
masyarakat multiagama dan multikultural di Madinah.
Ketika
Rasulullah SAW membangun negara kota Madinah (semula bernama Yatsrib) hal
pertama yang beliau lakukan adalah mempersaudarakan kaum Muhajirun dan Anshar.
Lalu Nabi mendamaikan kabilah-kabilah Arab, Yahudi, dan Nasrani yang bertikai.
Untuk menjamin perdamaian di antara berbagai kelompok majemuk, Rasulullah
menetapkan Piagam Madinah (al-Mitsaq al-Madinah) atau Konstitusi Madinah.
Teks
Medina Constitution berdasar prinsip Al Quran menegaskan pentingnya kemanusiaan
dan ikatan sosial di antara umat manusia yang berbeda dan beragam; serta
urgensi mewujudkan persaudaraan, persatuan, dan kerja sama dalam kehidupan
sosial guna mencapai kemaslahatan bersama.
Untuk
mewujudkan persaudaraan dan persatuan, Piagam Madinah mencantumkan hak dan
kewajiban setiap dan seluruh komunitas atas dasar kesetaraan kemanusiaan;
kesetaraan hak hidup, hak keamanan diri, hak membela diri, tanggung jawab
mewujudkan perdamaian dan pertahanan; serta kesetaraan hak memilih agama dan
keyakinan. Karena substansi demikian lengkap, Profesor Robert N Bellah,
sosiolog agama terkemuka, menyimpulkan, Piagam Madinah sangat modern.
Itulah
salah satu contoh penting dari Rasulullah dalam membangun ukhuwwah insaniyyah,
ukhuwwah wathaniyyah, dan ukhuwwah Islamiyyah. Dalam praktik aktual Rasulullah
SAW, terlihat prinsip penting menerima komonalitas dan perbedaan, antara
lain sikap lemah lembut, tidak kasar dan keras hati, memaafkan dan musyawarah,
dan bila kesepakatan sudah mantap, selanjutnya bertawakal.
Kedamaian
Salah
satu misi utama Islam di muka bumi adalah menyebarluaskan kasih sayang,
kerukunan dan kedamaian (rahmatan lil 'alamin); tidak hanya sesama manusia,
tetapi juga dengan makhluk-makhluk Allah lain, seperti hewan (hayawanat/fauna),
tumbuhan (nabatat/flora), dan benda tak bergerak (jamadat). Untuk kelangsungan
hidupnya, manusia saling membutuhkan; juga antara manusia dan lingkungan alam.
Karena itu, tak patut jika manusia satu sama lain tidak berusaha
mewujudkan perdamaian dan kedamaian.
Misi
perdamaian dan kedamaian Islam tecermin dalam kata "Islam" yang
berarti selamat, sejahtera, aman, dan damai. Tetapi, menyatakan Islam berarti
"salam" (damai) saja tidak cukup.
Setiap
Muslim harus membuktikan lewat amal perbuatan, bahwa Islam dan kaum Muslimin
cinta damai dan selalu mengorientasikan diri menuju Dar al-Salam (negeri damai)
dengan cara damai pula. Menegakkan amar ma`ruf nahyi munkar merupakan perintah
Islam; tetapi nahyi munkar harus dilakukan secara man`ruf, yakni cara yang
baik, damai, persuasif, hikmah, dengan kebijaksanaan; bukan dengan cara
mungkar, seperti pemaksaan dan kekerasan.
Memang
ada segelintir Muslim melakukan "aksi kekerasan 'tidak konvensional' guna
menciptakan ketakutan meluas dalam masyarakat dan menimbulkan korban secara
tidak pandang bulu (indiscriminate)".
Tindakan
ini disebut terorisme. Pelaku terorisme mengklaim tindakannya sebagai jihad fi
sabilillah; justifikasi keagamaan atas tindakan kekerasan jelas keliru. Seluruh
ulama sepakat, jihad sah hanya sebagai "bela diri" (difa`i), bukan
agresi (ibtida'i) yang melewati batas. Jihad sah hanya bila dimaklumkan
pemimpin dan ulama otoritatif, bukan oleh segelintir orang.
Bahkan
jika jihad terpaksa dimaklumkan, itu pun tidak boleh karena kemarahan dan
kebencian yang membuat para pelakunya mengabaikan keadilan" (QS Al-Ma'idah
5: 8).
Karena
itu, untuk membuktikan Islam sebagai agama perdamaian, setiap Muslim harus
damai dalam dirinya sendiri, tidak dikuasai hawa nafsu kemarahan dan kebencian.
Untuk berdamai dengan dirinya, setiap Muslim harus berdamai dengan Allah SWT
dengan sepenuhnya menyerahkan diri (taslim) kepada Allah.
Ia harus
meninggalkan hawa nafsu angkara murka, merasa paling benar sendiri, dan memaksa
orang lain dengan kekerasan. Hanya dengan kedamaian dalam diri masing-masing,
perdamaian dan kedamaian di antara manusia dan lingkungan hidup dapat
diciptakan; tanpa kedamaian internal, tidak ada kedamaian eksternal.
Fitrah,
ukhuwah, dan kedamaian adalah pilar-pilar utama untuk terwujudnya peradaban
harmonis dan mulia. Sebaliknya, kekacauan dan anarki menimbulkan gangguan
terhadap kehidupan dan peradaban umat-bangsa dan kemanusiaan.
Sebab
itu, para ulama fiqh siyasah (politik) sepakat menolak kekacauan dan anarkisme.
Bagi para ulama fiqh siyasah, ketidaktertiban dan ketiadaan hukum, kekacauan,
dan anarkisme selain mengganggu ibadah, juga mengakibatkan kemerosotan dan
kehancuran peradaban.
Dengan
memahami dan mengamalkan pesan spiritual hakiki dan substantif Islam tentang
fitrah, ukhuwah, komonalitas, dan kebinekaan; perdamaian dan kedamaian, Insya
Allah umat dan bangsa Indonesia dapat berperan besar membangun peradaban mulia.
Bertanah
air negara yang berpenduduk Muslim terbesar di muka bumi, Muslimin Indonesia
wasathiyah memikul amanah mulia berdiri di depan memajukan peradaban
umat-bangsa dan kemanusiaan universal yang harmonis dan damai. []
KOMPAS,
16 Juli 2015
Azyumardi Azra ; Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta; Presiden Asian Muslim Action Network (AMAN) Bangkok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar