Jumat, 14 Agustus 2015

(Ngaji of the Day) Pembebasan Tanah dengan Harga di Bawah Standar



Pembebasan Tanah dengan Harga di Bawah Standar

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengasuh rubrik bahtsul masail yang kami hormati. Keluarga saya pernah mendapatkan uang penggusuran tanah. Namun yang membuat kami sangat kecewa ternyata pihak yang melakukan pembebasan tanah kami ternyata tidak memberi ganti rugi yang memadai.

Awalnya kami menolak keras karena ganti rugi tersebut kami rasa tidak sesuai dengan harga pasaran atau harga yang umum ketika itu. Namun dengan berat hati pada akhirnya kami menerima, kemudian pindah rumah. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana hukum pembebasan tanah sebagaimana yang kami jelaskan?  Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ali, Parung-Bogor

Jawaban:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Memang acapkali kita menjumpai persoalan pembebasan tanah dengan harga yang tidak sesuai sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat, yang ujung-ujung adalah demonstrasi.

Namun, seringkali dengan penuh keterpaksaan mereka pada akhirnya menerima pembebasan tanah tersebut, dan menerima harga yang ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembebasan tanah tersebut walaupun penerimaan tersebut dilakukan dengan terpaksa.

Pihak yang merasa dirugikan dalam kasus seperti ini jelas masyarakat yang notebenenya adalah pemilik tanah. Namun karena ketidakberdayaan mereka menghadapi pelbagai tekanan, akhirnya mereka menerima apa yang menimpa mereka.

Dalam konteks ini kami melihat adanya jual-beli dengan harga yang tidak memadai dan tidak sesuai dengan harga pasar yang berakibat pada keterpaksaan pemilik tanah untuk melepaskannya. Padahal semestinya jual-beli tersebut harus dilakukan dengan prinsip taradli atau saling rela, dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Karenanya, dalam pandangan kami pembebasan tanah dengan harga dibawah standar tanpa ada kesepakatan kedua belah pihak merupakan kezaliman. Padahal seburuk-buruknya bekal akhirat adalah kezaliman. Dan Al-Qur`an dengan tegas melarang kepada orang-orang yang beriman untuk saling memakan hartanya dengan cara-cara yang tidak dibenarkan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriiman jangan kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali harta-harta itu adalah harta perniagaan yang keluar dari persetujuan dari kalian.” (QS. al-Nisa’: 29).

Sedang berdasarkan firman Allah swt tersebut akad jual-belinya orang yang dipaksa itu tidak sah karena tidak ada kerelaan. Hal ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Mughni al-Muhtaj sebagai berikut ini:

 فَلاَ يَصِحُّ عَقْدُ مُكْرَهٍ فِيْ مَالِهِ بِغَيْرِ حَقٍّ لِعَدَمِ رِضَاهُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Tidak sah akad seseorang yang dipaksakan dalam hartanya tanpa hak, karena tidak ada kerelaannya sesuai dengan firman Allah Swt.: “Kecuali harta-harta itu adalah harta perniagaan yang keluar dari persetujuan dari kalian.” (QS. al-Nisa’: 29). (Muhammad Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 7) 


Berangkat dari pejelasan singkat ini maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya pembebasan lahan itu sudah seharusnya didasarkan atas prinsip keadilan dan adanya kerelaan kedua belah pihak. Bukan dengan cara semena-mena.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, dan jangan sekali-sakali kita berbuat kezaliman kepada sesama karena itu merupakan bekal yang paling buruk kelak di akhirat.

Di samping itu jika ada kasus pembebasan tanah dengan ganti rugi yang merugikan salah satu pihak maka hendaknya diselesaikan dengan jalan kekeluargaan, atau melalui jalur hukum sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.    

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar