Pembebasan Tanah dengan
Harga di Bawah Standar
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pengasuh rubrik bahtsul masail yang kami hormati. Keluarga saya pernah
mendapatkan uang penggusuran tanah. Namun yang membuat kami sangat kecewa
ternyata pihak yang melakukan pembebasan tanah kami ternyata tidak memberi
ganti rugi yang memadai.
Awalnya kami menolak keras karena ganti rugi
tersebut kami rasa tidak sesuai dengan harga pasaran atau harga yang umum
ketika itu. Namun dengan berat hati pada akhirnya kami menerima, kemudian
pindah rumah. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana hukum pembebasan tanah
sebagaimana yang kami jelaskan? Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Ali, Parung-Bogor
Jawaban:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Memang acapkali kita menjumpai persoalan pembebasan tanah dengan
harga yang tidak sesuai sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat, yang
ujung-ujung adalah demonstrasi.
Namun, seringkali dengan penuh keterpaksaan
mereka pada akhirnya menerima pembebasan tanah tersebut, dan menerima harga
yang ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembebasan tanah tersebut walaupun
penerimaan tersebut dilakukan dengan terpaksa.
Pihak yang merasa dirugikan dalam kasus
seperti ini jelas masyarakat yang notebenenya adalah pemilik tanah. Namun
karena ketidakberdayaan mereka menghadapi pelbagai tekanan, akhirnya mereka
menerima apa yang menimpa mereka.
Dalam konteks ini kami melihat adanya
jual-beli dengan harga yang tidak memadai dan tidak sesuai dengan harga pasar
yang berakibat pada keterpaksaan pemilik tanah untuk melepaskannya. Padahal
semestinya jual-beli tersebut harus dilakukan dengan prinsip taradli atau
saling rela, dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Karenanya, dalam pandangan kami pembebasan
tanah dengan harga dibawah standar tanpa ada kesepakatan kedua belah pihak
merupakan kezaliman. Padahal seburuk-buruknya bekal akhirat adalah kezaliman.
Dan Al-Qur`an dengan tegas melarang kepada orang-orang yang beriman untuk
saling memakan hartanya dengan cara-cara yang tidak dibenarkan.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriiman jangan kalian
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali harta-harta itu
adalah harta perniagaan yang keluar dari persetujuan dari kalian.” (QS.
al-Nisa’: 29).
Sedang berdasarkan firman Allah swt tersebut akad
jual-belinya orang yang dipaksa itu tidak sah karena tidak ada kerelaan. Hal
ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Mughni al-Muhtaj sebagai
berikut ini:
فَلاَ
يَصِحُّ عَقْدُ مُكْرَهٍ فِيْ مَالِهِ بِغَيْرِ حَقٍّ لِعَدَمِ رِضَاهُ لِقَوْلِهِ
تَعَالَى إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Tidak sah akad seseorang yang dipaksakan
dalam hartanya tanpa hak, karena tidak ada kerelaannya sesuai dengan firman
Allah Swt.: “Kecuali harta-harta itu adalah harta perniagaan yang keluar dari
persetujuan dari kalian.” (QS. al-Nisa’: 29). (Muhammad Khatib asy-Syarbini,
Mughni al-Muhtaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 7)
Berangkat dari pejelasan singkat ini maka
dapat dipahami bahwa pada dasarnya pembebasan lahan itu sudah seharusnya
didasarkan atas prinsip keadilan dan adanya kerelaan kedua belah pihak. Bukan
dengan cara semena-mena.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan,
dan jangan sekali-sakali kita berbuat kezaliman kepada sesama karena itu
merupakan bekal yang paling buruk kelak di akhirat.
Di samping itu jika ada kasus pembebasan
tanah dengan ganti rugi yang merugikan salah satu pihak maka hendaknya
diselesaikan dengan jalan kekeluargaan, atau melalui jalur hukum sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar