Tatacara Puasa Dawud
Pertanyaan:
Assalamu’alaikuw
warahmatullahi wabarakatuh. Redaksi Yth, saya berinisiatif membuat jadwal puasa
Nabi Dawud pada Senin, Kamis, dan Sabtu (di antara Senin dengan Kamis, dua hari
berbuka). Bolehkan hal tersebut saya lakukan? Terimakasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Ega Prasetya Noor
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. wb. Penanya yang
budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Dalam ajaran Islam, terdapat yang
yang dikategorikan sebagai wajib, yaitu puasa pada bulan Ramadlan. Disamping
puasa wajib, masih banyak puasa yang status hukumnya adalah sunnah. Di
antaranya adalah puasa Senin-Kamis, Arafah, puasa pada tanggal 13, 14, dan 15
atau yang dikenal dengan ayyam al-bidl, dan puasa Dawud.
Apa yang dimaksud dengan puasa Dawud adalah
puasa yang dilakukan oleh Nabi Dawud AS dan merupakan puasa yang paling utama
dibanding dengan puasa sunnah yang lainnya. Sedang tatacaranya adalah dengan
sehari puasa kemudian sehari tidak berpuasa dan seterusnya. Hal ini sebagaimana
keterangan yang terdapat dalam hadits berikut ini:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ
يَوْمًا
“Puasa yang paling utama adalah puasanya Nabi
Dawud AS, ia berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) sehari” (H.R.
An-Nasa`i).
Kenapa puasa Dawud menjadi puasa sunnah yang
paling utama? Karena puasa dawud merupakan puasa yang paling berat. Dengan
puasa Dawud seseorang bersua dengan apa yang sudah menjadi disenangi sehari
kemudian berpisah sehari.
لِكَوْنِهِ
أَشَقَّ عَلَى النَّفْسِ بِمُصَادَفَةِ مَأْلُوفِهَا يَوْمًا وَمُفَارَقَتِهِ
يَوْمًا
“Karena puasa dawud itu memberatkan jiwa
dengan mendapati apa yang disengani jiwa sehari sehari kemudian meninggalkannya
sehari pula” (Abdurrauf al-Munawi, at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir, Riyadl-Maktabah
al-Imam asy-Syafi’i, cet ke-3, 1408 H/1988 M, juz, 1, h. 374).
Dengan kata lain, seseorang tersebut mulai
dari terbitnya fajar sampai terbenamnya bisa melakukan apa saja yang sudah
terbiasa dilakukan dan dihalalkan seperti makan-minum, menggauli istri, dan
lain-lain. Baru sehari merasakan hal itu kemudian pada hari berikutnya harus
dihentikan karena melakukan puasa. Hal ini tentunya sangat
memberatkan.
Jika penjelasan singkat ini ditarik dalam
konteks pertanyaan di atas, maka puasa sebagaimana dideskripsikan dalam
pertanyaan tersebut bukanlah termasuk puasa dawud. Sebab, puasa dawud adalah
sehari puasa sehari tidak berpuasa.
Namun apabila anda tetap melakukan puasa
sehari kemudian jeda selama dua hari, terus puasa sehari, jeda sehari, lalu
puasa sehari dan jeda dua hari lagi itu tidak masalah, tetapi bukan merupakan
puasa Dawud. Dan sebaiknya melakukan puasa sunnah Senin-Kamis saja.
Meskipun puasa pada hari sabtu itu juga tidak masalah, tetapi dihukumi makruh
kalau sebelumnya tidak berpuasa atau tidak disambung dengan hari berikutnya.
يُكْرَهُ
اِفْرَادُ يَوْمِ السَّبْتِ بِالصَّوْمِ فَاِنْ صَامَ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
مَعَهُ لَمْ يُكْرَهْ
“Dimakruhkan menyendirikan puasa pada hari
Sabtu, tetapi apabila seseorang pada hari sebelumnya berpuasa atau setelahnya
berpuasa maka tidak dimakruhkan,” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab, Jeddah-Maktabah al-Irsyad, tt, juz, 6, h. 481).
Demikian jawaban singkat dari kami. Saran
kami jangan anda memaksakan diri untuk melakukan puasa dawud sekiranya akan
mengganggu kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sebaiknya melakukan puasa sunnah
Senin-Kamis saja. Meskipun puasa pada hari sabtu itu juga tidak masalah, tetapi
dihukumi makruh kalau tidak disambung dengan hari berikutnya atau sebelumnya
sudah berpuasa.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.
Wassalamu’alaikum wr. wb. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar