Kamis, 13 Agustus 2015

Mahfud MD: KPK Menggeliat Lagi



KPK Menggeliat Lagi
Oleh: Moh Mahfud MD

Alhamdulillah, KPK mulai bangkit lagi. Syukur kepada Allah, KPK galak lagi. Subhanallah, KPK menguat lagi.

Dulu, ketika Istana mengumumkan tiga orang Pelaksana Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (Plt KPK) untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK menyusul keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang (Perppu) No 1 Tahun 2015, banyak yang kecewa dan menggerutu. Menurut mereka pengangkatan Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi merupakan kemunduran dan justru semakin memperlemah KPK.

Saat itu saya berpendapat lain. Menurut saya pembentukan plt berdasar sebuah perppu merupakan pilihan terbaik yang bisa dilakukan oleh Presiden saat itu. Jika Presiden tidak melakukan itu, justru KPK menjadi macet, tak bisa terus bekerja. Mengapa? Karena, setelah Abramam Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana, pimpinannya tinggal dua orang.

Menurut UU KPK, jika pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana, yang bersangkutan diberhentikan sementara (dinonaktifkan). Pada saat itu, setelah Abraham dan Bambang ditetapkan sebagai tersangka, pimpinan KPK menjadi tidak kuorum karena hanya tinggal Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja lantaran Busyro Muqoddas sudah habis masa jabatannya.

Jadi dikeluarkannya perppu saat itu merupakan pilihan terbaik. Orang bisa mendebat, misalnya, dengan mengatakan seharusnya Presiden bisa mencegah agar Abraham dan Bambang tidak dijadikan tersangka dengan alasan penersangkaannya berbau rekayasa. Tapi faktanya keduanya sudah dijadikan tersangka.

Bukan hanya terhadap perppunya, atas pengangkatan tiga orang plt itu pun banyak yang mempersoalkan dengan skeptis dan pesimistis. Ada yang bilang Ruki sudah terlalu tua. Ada yang bilang Ruki orangnya Cikeas, tetapi secara paradoks ada yang bilang Ruki orangnya Megawati. Ada yang bilang Indriyanto adalah staf ahli Polri. Ada yang bilang, Johan adalah bagian dari KPK jilid III yang bermasalah.

Waktu itu saya mengatakan bahwa terpilihnya Ruki, Indriyanto, dan Johan bukanlah pilihan ideal, tetapi itulah yang paling realistis. Realistis itu artinya yang paling bagus dari kemungkinan kemungkinan yang “lebih tidak ideal” yang tersedia jika dikaitkan dengan lingkungan dan situasi sosial politik saat itu.

Ruki adalah tokoh senior yang dulu meletakkan dan membangun kelembagaan KPK sehingga KPK menjadi dise-gani. Indriyanto adalah guru besar hukum pidana yang profesional, Johan adalah juru bicara KPK yang sangat andal dan berani menghadapi serangan-serangan terhadap KPK dengan cool.

Tentu belum hilang dari ingatan kita kepemimpinan Ruki sebagai ketua KPK jilid I sudah tercatat sebagai KPK yang sukses dalam sejarah pemberantasan korupsi. Pada awalnya, KPK terseok-seok, anggaran dan kantornya tak jelas. Tapi sejak awal 2005 Ruki membawa KPK menggebrak dunia pemberantasan korupsi. Pejabat-pejabat yang tadinya sulit disentuh diseretnya ke pengadilan.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditangkap tangan yang disusul dengan pemenjaraan pada beberapa pejabat KPU lain. Komisioner Komisi Yudisial (KY) digelandang ke bui. Mantan kapolri, mantan menteri, dan lainlain ditangkap oleh KPK di bawah kepemimpinan Ruki. Sejak itu KPK berkibar sebagai lembaga pemberantas korupsi yang ditakuti.

Sejak itu pula KPK selalu diserang untuk dibubarkan atau untuk dikebiri berbagai kewenangannya. Komisionernya pun tak luput dari serangan untuk dipenjarakan dengan berbagai cara. Tapi KPK terus berkibar dan selalu berjaya karena selalu dibela dan didukung oleh rakyat dan pers. Itu berlangsung sampai terjadi peristiwa penersangkaan kepada Budi Gunawan yang akhirnya merontokkan KPK melalui peristiwa-peristiwa yang dramatis.

Setelah KPK lunglai dan hampir lumpuh muncullah Perppu tentang Plt. Pimpinan KPK yang membawa Ruki dkk untuk menyelamatkannya. Kehadiran Ruki dan kawan kawan memang tidak ideal, tetapi paling realistis. Makanya harus diterima sebagai kenyataan yang tak bisa ditukar dengan alternatif lain. Ada kaidah hukum dalam ushul fiqh tentang ini: jika tak bisa mendapat seluruhnya, jangan buang seluruhnya (maa laa yudraku kulluhu laa yutraku julluhu).

Jika kita tak bisa mengambil yang ideal, jangan tinggalkan yang masih bisa diambil. Jika tidak ada yang lebih realistis daripada Ruki dan kawan-kawan, terimalah kehadiran Ruki dan kawan- kawan untuk menyelamatkan KPK dari keterkuburan. Kita bukan hanya harus menerima Ruki, tetapi juga harus mendukungnya untuk membangkitkan KPK.

Subhanallah, alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, KPK benar-benar menggeliat untuk bangkit kembali. Ruki dan kawan- kawan terus menggebrak. Pejabat-pejabat korup terus diburu, mantan menteri yang sudah dijadikan tersangka ditahan, hakim-hakim ditangkap, gubernur atau wali kota dikurung, advokat pun dicokok. Ruki pun berjanji akan membawa KPK menjadi lembaga penegak hukum yang profesional.

Ruki mengatakan, KPK hanya akan menjadikan seseorang sebagai tersangka jika alat buktinya sudah cukup kuat. KPK tidak akan menggantung kasus bagi mereka yang sudah tersangka. Jika sudah tersangka, akan segera diajukan ke pengadilan.

Mudah-mudahan Ruki dan kawan-kawan bisa menyiapkan jalan yang mudah bagi komisioner- komisioner KPK yang baru nanti, seperti yang dulu dilakukan oleh Ruki dan kawan-kawan saat memimpin KPK jilid I. []

Koran SINDO, 8 Agustus 2015
Moh Mahfud MD | Guru Besar Hukum Konstitusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar