Rabu, 26 Agustus 2015

Ketua Umum PBNU Sita Friday Night in San Fransisco



Ketua Umum PBNU Sita Friday Night in San Fransisco

Suatu ketika, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meminta adik bungsunya, Hasyim Wahid datang ke gedung PBNU. Ketika sang adik datang, ternyata di ruangan itu sudah ada Muhammad AS Hikam. Gus Dur pun mengenalkan Hikam kepadanya. Gus Dur menerangkan, Hikam adalah Nahdliyin dari Tuban, Jawa Timur. Ia baru saja mempertahankan disertasinya di bidang ilmu politik di Universitas Hawaii, Honolulu. Gus Dur mengajak adiknya yang akrab disapa Gus Im, untuk mendiskusikan disertasi itu. 

“Mas, di Honolulu ada toko CD yang koleksi musiknya cukup lengkap nggak?” Gus Im malah tanya begitu kepada AS Hikam.

“Kalau menurut saya sih kayaknya ada satu toko CD yang koleksi musiknya cukup lumayan. CD apa yang Sampeyan cari, Gus?” tanya Hikam kepada Gus Im. 

“Lho kita ini tadinya mau mendiskusikan disertasi Kang Hikam, kok kamu malah nitip dicarikan CD.  Gimana sih?” 

“Ini CD penting. Musik fusion yang dimainkan tiga maestro gitar,” terang Gus Im.

“Apa sih judulnya?” tanya Hikam.

“Judul albumnya Friday Night in San Fransisco: Live Concert. Yang main tiga maestro gitar yaitu Paco de Lucia, Al di Meola, dan John MacLaughlin,” jawab Gus Im.

“Paco de Lucia itu kan gitaris flamenco kontemporer? Tekniknya nyaris tak bercacat dan dia mampu menangkap gelora musik flemenco. Yang dua orang lagi siapa?” tanya Gus Dur.

“Al Di Meola, maestro gitar jazz. Dia mampu main dengan gemuruh jiwa musik jazz maupun dengan kebeningan suara hati. John McLaughlin, awalnya maestro gitar rock, kemudian mengembara ke dunia jazz dan musik spirirtual India, sehingga bentuk musiknya jadi lebih kaya,” jelas Gus Im. 

“Musik fusion seperti itu bisa membantu memahami praksis politik Indonesia yang juga berupa fusion. Bedanya politik Indonesia adalah fusion aliran, partai politik oposisi seolah-olah, dan macam-macam teori pembangunan yang wujud akhirnya jadi aneh dan sulit dimengerti, apalagi dinikmati,” komentar Gus Dur.

Di lain waktu, sambil berlagak ngantuk, Gus Dur menanyakan Friday Night in San Fransisco: Live Concert kepada Gus Im. Ujung-ujungnya, “Boleh saya pinjam beberapa bulan?” tanya Gus Dur.

Gus Im membatin, “Kehidupan telah mengajarkan kepada saya bahwa antisipasi adalah bagian pokok dari upaya bertahan hidup (survival). Karena itulah dia telah mengkloning CD musik monumental itu.”

Menurut Gus Im, Gus Dur selalu marah besar jika kehilangan dua mahakarya musik klasik kegemarannya, Simfoni No. 9 Beethoven dan Simfoni No. 40 Mozart.

Sambil berlagak lebih mengantuk lagi, Gus Dur berkata lirih, “Wah, Im, saya kecopetan lagi.”

Gus Dur tahu persis bahwa di lingkungan pergaulan terdekatnya, cuma Gus Im yang paling senang dengan Simfoni No. 9 karya Beethoven dan Eine Kleine Nactmusik karya Mozart, serta dia pula yang cukup tega mencopet keduanya. Maka apa boleh buat Gus Im harus ikhlas berpisah dengan CD konser gitar akuistik Friday Night in San Francisco. Cukuplah dengan kloningnya. Gus Dur meminjam tanpa niat mengembalikan CD tersebut dari tangan Gus Im. Menurut Gus Im itu adalah serangan balasan (retaliasi) atas prilakunya mencopet dua keping CD musik klasik miliknya. 

“Dan atas nama Ketua Umum PBNU, CD Friday Night in San Fransisco: Live Concert, hasil titipan kepada AS Hikam tersebut, pun disita Gus Dur,” ungkap Gus Im. []

Disarikan dari pengantar KH Hasyim Wahid di buku Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita karya Muhammad AS Hikam.

(Abdullah Alawi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar