41/43
untuk dan dari Bush
Oleh: Dahlan Iskan
Bush menulis buku untuk Bush.
Judul bukunya simpel: 41. Sebetulnya akan lebih menarik kalau judulnya ”41/43”.
Yakni buku tentang presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-41, yang ditulis oleh
presiden AS yang ke-43.
Untuk apa
George W. Bush menulis buku tentang George H.W. Bush, ayahnya?
Suatu
hari, menjelang ulang tahun ke-90 George H.W. Bush, tahun lalu, seorang
wartawan mengungkapkan pengalaman ayahnya. Sang ayah adalah seorang ahli
sejarah yang melakukan penelitian tentang kehidupan John Adam, salah seorang
bapak bangsa Amerika yang bersama George Washington, Benjamin Franklin, dan
lain-lain memproklamasikan pembentukan negara AS. John Adam lantas menjadi
wakil presiden pertama dan menjadi presiden ke-2 AS.
Salah
satu hasil penelitian tentang John Adam itu mengungkapkan kekecewaan seorang
ayah yang sudah tua kepada anaknya. ”Salah satu yang disesalkan Presiden John
Adam dalam hidupnya adalah: mengapa anaknya tidak mau menulis buku tentang sang
ayah,” kata wartawan itu kepada George Bush. John Adam punya enam anak, tapi
yang dimaksud adalah anaknya yang kedua, John Quincy Adam, presiden AS yang
ke-6 (1825–1829).
John Adam
dan Quincy Adam adalah bapak-anak pertama yang menjadi presiden di AS. Keduanya
sama-sama hanya memangku jabatan satu periode. Sang ayah masih sempat
menyaksikan anaknya dilantik jadi presiden, tapi beberapa bulan kemudian
meninggal dunia.
Informasi
itu dirasa-rasakan oleh George Bush, presiden ke-43 AS. Dia pun memutuskan
untuk menulis buku tentang ayahnya yang menjadi presiden ke-41. Mumpung ayahnya
masih hidup. Mumpung dia juga sudah lebih longgar setelah tidak lagi jadi
presiden.
”Tentu
saja buku ini tidak objektif,” tulis George Bush dalam kata pengantar. Tapi,
setelah membaca buku setebal 300 halaman itu, rasanya tidak ada yang perlu
dimaafkan. Justru isinya sangat menarik. Itulah buku ”cerita dari dalam” yang
sulit didapat orang luar. Apalagi, banyak bagian yang menceritakan hal-hal
ringan dan lucu. Yang menggambarkan secara utuh profil keluarga besar Bush yang
sangat humoris, romantis, dan kompak.
Ketika
sang anak jadi presiden, George H.W. Bush ternyata sering mengirim cerita lucu
ke Gedung Putih. Ini karena dia pernah merasakan betapa stresnya menjadi
presiden. Cerita-cerita lucu itu dia dapat dari orang lain. Lantas dia
e-mail-kan ke staf di Gedung Putih. Sang ayah tahu anaknya tidak membuka e-mail
sendiri, tapi dia yakin lelucon itu pasti disampaikan ke sang presiden.
”Lelucon-lelucon dari ayah saya itu benar-benar bisa meredakan stres,” tulis
George Bush.
Misalnya
cerita ini: seseorang yang ditangkap karena mencuri barang di toko dibawa ke
pengadilan. Saat hakim bertanya apa yang dia curi, dijawab ”cuma satu bungkus
minuman”. Saat ditanya satu bungkus itu berisi berapa botol, dijawab
”enam botol”. ”Kalau begitu, kamu dihukum enam hari di penjara,” kata hakim.
Tapi, istri si pencuri menyela: dia juga mencuri satu bungkus anggur!
George
Bush juga menceritakan bagaimana bapaknya, yang dari keluarga kaya raya di
daerah yang enak di dekat New York, memutuskan keluar dari kenyamanan keluarga
untuk merintis karir dari bawah. Dia merantau ke daerah yang sangat gersang,
nun jauh ke wilayah barat Texas.
Saat itu
sang ayah, George H.W. Bush, baru tamat dari universitas yang sangat
prestisius, Yale University. Dia juga sudah memiliki seorang bayi, George Bush.
Istrinya, Barbara, juga dari keluarga kaya raya. Tapi mau saja diajak menderita
di pedalaman Texas.
Bagi
George H.W. Bush, kesulitan itu harus dihadapi. Dia sudah merasakannya
berkali-kali. Yakni, ketika kelas tiga SMA, dia memutuskan menjadi prajurit
sukarela untuk terjun ke Perang Dunia II di Pasifik. Dia menjadi pilot pesawat tempur
angkatan laut. Pesawatnya jatuh ke laut ditembak tentara Jepang. Saat cuti, dia
mengawini Barbara untuk ditinggal perang lagi. Setelah perang usai, barulah
masuk universitas.
Di daerah
tandus Texas itu, George H.W. Bush harus menyewa rumah di kota kecil Odessa.
Kamar mandinya harus dipakai bersama dengan dua tetangga. Suatu malam, tulis
George Bush, ibunya panik. Cepat-cepat sang ibu mendekap bayinya untuk dibawa
lari ke luar rumah. Perempuan kota besar ini takut rumahnya meledak karena
tiba-tiba ada bau gas yang menyengat.
Melihat
kepanikan itu, tetangganya menenangkannya. ”Bau gas itu dibawa angin yang
tiba-tiba berubah arah kemari,” kata tetangga. Bayi yang dibawa lari itulah
George Bush. Odessa memang tidak jauh dari ladang minyak.
Suatu hari
Bush kecil mencuri mainan tentara-tentaraan di toko di kota yang sangat sepi
itu. ”Lagi mainan apa tuh?” sapa sang ayah saat pulang dari kerja. ”Dapat dari
mana itu?” Akhirnya Bush kecil mengaku. Saat itu juga sang ayah mengajaknya ke
toko tersebut. Dari jarak yang bisa dipantau, Bush kecil diminta mengembalikan
sendiri mainan itu dan minta maaf.
Di
wilayah itu sang ayah bekerja sebagai pegawai bagian umum yang paling bawah di
sebuah kantor perusahaan minyak. Tugasnya menjaga kebersihan kantor dan
melaksanakan pengecatan alat-alat pengeboran minyak. Setahun kemudian salah
seorang keluarganya yang juga memiliki perusahaan keuangan di Wall Street New
York memintanya kembali ke New York. Untuk didudukkan sebagai salah
seorang eksekutif di perusahaan itu. George H.W. Bush menolak. Dia tetap
memilih merintis karir di Texas.
Setelah
punya pengalaman cukup, George H.W. Bush ingin usaha sendiri. Dia mencari
partner untuk sama-sama merintis usaha minyak. Dia mencari modal ke jaringan
keluarganya. Partnernya minta nama perusahaan itu diawali dengan huruf A. Atau
huruf Z. ”Supaya di buku telepon tidak tenggelam di tengah-tengah,” kata
partner tersebut. Kebetulan, saat itu, tahun 1950-an, film berjudul Viva Zapata
lagi diputar di Texas. Jadilah nama perusahaan itu Zapata Petroleum. Di
kemudian hari Zapata terkenal sebagai perusahaan minyak raksasa di Houston, Texas.
Tentu
diceritakan juga bagaimana sedihnya sang ayah ketika maju lagi untuk masa
jabatan kedua kalah melawan Bill Clinton.
Kesedihan
itu kemudian terhibur saat bayinya yang dia bawa ke Texas lalu menjadi gubernur
Texas. Dan anaknya yang lain, Jeb Bush, menjadi gubernur di Florida. Dua-duanya
terpilih untuk dua masa jabatan. Sang ayah lantas berkeyakinan bahwa anaknya
itu akan bisa menjadi presiden. Terbukti. George W. Bush menjadi presiden
setelah Bill Clinton. Dan Jeb Bush kini sudah mencalonkan diri menjadi presiden
untuk menggantikan Barack Obama tahun depan. Melihat calon-calon yang ada,
kemungkinan Jeb Bush terpilih sangat besar.
Banyak
sekali humor keluarga, kisah kekompakan keluarga, dan kasih sayang di dalam
keluarga itu yang diceritakan di buku 41. Tapi, yang berikut ini bukan lelucon
sama sekali.
Menjelang
hari ulang tahun yang ke-90 sang ayah, tahun lalu, tiba-tiba sang anak menerima
info. Sang ayah akan merayakan ulang tahunnya dengan cara terjun payung. Semua
kaget. Sang ayah sudah sering harus di kursi roda. Bahkan setahun sebelumnya
masuk rumah sakit dalam keadaan kritis.
”Saya
tahu, kalau ayah punya kemauan harus terjadi,” tulis sang anak. Maka keluarga
pun menunggu di tempat pendaratan sang ayah. Terjun payung itu terlaksana. Tentu
bersama tandem. Begitu mendarat, sang ayah langsung dinaikkan ke kursi
roda.
Saat
terjadi tsunami besar di Aceh, Presiden George Bush meminta ayahnya menggalang
dana. Yang membuat sang ayah kaget, George Bush juga menunjuk mantan Presiden
Clinton untuk mendampingi sang ayah. Keduanya bersedia karena ini untuk
kemanusiaan yang luar biasa.
Dua
mantan presiden yang semula bersaing dalam kegetiran itu kemudian sama-sama ke
lokasi tsunami. ”Itulah untuk pertama kalinya mantan lawan menggalang dana
bersama. Kemudian berjalan bersama-sama ke tempat yang jauh berhari-hari,”
tulis buku itu.
Karena
pesawat hanya memiliki satu tempat tidur, Clinton dengan rendah hati menyilakan
George H.W. Bush saja yang menempatinya. ”Meski pernah beberapa kali bertemu,
tapi pada dasarnya baru kali itu mereka saling mengenal,” tulis Bush.
Setelah
peristiwa itu, keduanya juga diminta menggalang dana untuk korban topan Katrina
di Amerika sendiri. Clinton lantas sering bertandang ke rumah George H.W. Bush
di Walker Point, di pantai Laut Atlantik.
Di rumah
ini jugalah sang ayah membantu anaknya mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin
secara pribadi dan informal. Putin diajak menjalani hobi sang ayah: ngebut di
laut dengan speedboat. Setelah itu barulah sang presiden menyusul ke rumah sang
ayah, menemui Putin berjam-jam untuk membicarakan masalah persenjataan.
Kalau
saja Jeb Bush benar-benar akan terpilih sebagai presiden, sejarah baru akan
tertoreh. Bukan lagi John Adam dan John Quincy Adam. Bukan lagi George H.W.
Bush dan George W. Bush, tapi juga kakak-adik George Bush dan Jeb Bush. (*)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar