Senin, 10 Agustus 2015

Buya Syafii: Siapa Pemimpin Muhammadiyah 2015-2020?



Siapa Pemimpin Muhammadiyah 2015-2020?
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Dalam beberapa hari lagi, persisnya antara 3-7 Agustus 2015 akan berlangsung Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Tema muktamar kali ini cukup mewah: “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan.” Apakah Indonesia belum maju? Dalam dasar pemikiran muktamar, kita membaca kalimat ini: “Kendati terdapat kemajuan seperti dalam kehidupan demokrasi dan hak-hak asasi manusia, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan suasana kemajemukan bangsa yang relatif terpelihara dengan baik; namun banyak masalah krusial yang dihadapi bangsa ini. Di antara masalah yang cukup serius ialah korupsi yang masif, penegakan hukum yang lemah, kesenjangan sosial yang melebar, sumberdaya alam yang dieksploitasi dan dikuasai pihak asing, dan masalah-masalah nasional lain yang berdampak pada prikehidupan kebangsaan yang jauh dari cita-cita nasional.”

Dalam teropongan pemikiran di atas, di mata Muhammadiyah pembangunan bangsa ini tidaklah macet, banyak kemajuan yang telah diraih yang patut dihargai. Tetapi kemajuan itu masih saja digerogoti oleh perbuatan-perbuatan hitam yang menjauhkan bangsa ini dari cita-cita nasional. Apa yang dibaca oleh Muhammadiyah tentang peta mutakhir bangsa ini sebenarnya sudah menjadi keprihatinan yang sangat dalam di kalangan mereka yang masih memelihara idealisme kebangsaan yang sayang sekali jumlahnya semakin berkurang. Gelombang besarnya yang sedang bemain di panggung nasional adalah sosok-sosok pragmatis yang telah kehilangan kepekaan terhadap cita-cita luhur kemerdekaan. Fenomena semacam ini sangat menyakitkan, tetapi itulah realitas getir dan pahit yang tidak dapat dibantah. Semakin jauh bangsa ini melangkah, tanda-tanda untuk perbaikan total belum kelihatan jelas. Muhammadiyah sebagai gerakan sipil yang berusia melampaui satu abad sangat berharap akan terobobosan berani, demi sebuah keindonesiaan yang adil, beradab, dan bermartabat, bukan Indonesia seperti yang sekarang ini.

Kita kutip lagi lanjutan dasar pemikiran menjelang muktamar: “Jika kondisi yang problematik ini tidak memperoleh rekonstruksi atau rancang-bangun ulang yang bersifat terobosan dan mengandung nilai-nilai yang bermakna utama maka lama kelamaan Indonesia akan jatuh menjadi bangsa dan negara yang gagal sekaligus salah arah dalam menempuh perjalanannya ke depan di tengah kepungan dan tantangan global yang semakin kompleks.” Jika memang demikian gambaran kasar tentang kebangsaan kita, lalu kira-kira bagaimana kepemimpinan Muhammadiyah yang akan datang? Apakah dari jajaran yang ada sekarang ini cukup tangguh untuk turut menjawab masalah kebangsaan seperti yang digambarkan itu?

Saya tidak meragukan bahwa Muhammadiyah punya potensi besar untuk melahirkan para pemimpin nasional yang mumpuni. Tetapi masalahnya terletak pada kenyataan karena Muhammadiyah sejak kelahirannya memang belum dirancang untuk mengurus negara, sesuatu yang memang dikondisikan oleh situasi bangsa yang masih terjajah saat itu. Sinyalemen kemungkinan Indonesia akan terjerembab menjadi negara gagal, semestinya Muhammadiyah sendiri juga siap berfikir ulang tentang peran nasionalnya ke depan. Jika di kelampauan tidak dirancang untuk mengurus negara, pada abad kedua keberadaannya di Indonesia, Muhammadiyah mesti merumuskan paradigma dan strategi baru untuk menjawab tantangan kebangsaan di atas. Tegasnya, Muhammadiyah harus terjun ke gelanggang kebangsaan dengan menyiapkan para kadernya yang berkualitas tinggi untuk ambil peran utama dalam proses perbaikan bangsa dan negara agar terhindar dari kegagalan.

Para kader itu haruslah punya wawasan keindonesiaan yang benar dan punya kepekaan tinggi terhadap sisi-sisi busuk yang telah merusak moral dan pilar-pilar kebangsaan kita. Ada saran baik dari Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. DR. Bambang Cipto beberapa waktu yang lalu dalam kajian Ramadhan 2015 di masjid Nogotirto, Jogjakarta. Saran itu mengatakan agar PP (Pimpinan Pusat) periode 2015-2020 didampingi oleh sebuah Tangki Pemikir Independen yang bertugas memberi masukan strategis dalam merumuskan langkah-langkah kebangsaan Muhammadiyah. Anggota tangki ini tidak saja berasal dari rahim Muhammadiyah, tetapi juga para pakar dari luar yang punya persepsi dan wawasan yang sama mengenai masalah-masalah keindonesiaan. Bila saran ini dipandang perlu oleh PP yang akan datang, mungkin tidak hanya berada di pusat, di tingkat wilayah pun perlu dibentuk, karena betapa beragamnya corak keindonesiaan ini

Akhirnya, bagi saya siapa pun yang terpilih menjadi nakoda Muhammadiyah dalam Muktamar Makassar, dasar pemikiran di belakang tema: “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” haruslah dicermati dan difahami betul karena kita tidak ingin melihat Indonesia maju di tengah kepungan masalah ruwet yang tak terselesaikan. Selamat bermuktamar! []

REPUBLIKA, 28 Juli 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar