Rabu, 26 Agustus 2015

Buya Syafii: Indonesia Jelang Satu Abad



Indonesia Jelang Satu Abad
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Dalam Resonansi 21 April 2015 di bawah judul “Ledakan Penduduk”, saya mengutip pendapat ahli demografi bahwa pada tahun 2100 penduduk Indonesia akan membengkak menjadi 1.000.000.000, sebuah angka yang mengerikan jika pengelolaan bangsa ini tetap saja seperti selama ini.

Pada tahun 2045, saat usia kemerdekaan Indonesia genap satu abad, 30 tahun dari sekarang, penduduk negeri ini akan mendekati angka 350 juta, tahun 2015 ini sekitar 253 juta. Boleh jadi angka 1.000.000.000 di atas terlalu dibesarkan sebagai peringatan agar mewaspadai bahaya ledakan demografis ini jika tidak disertai oleh kualitas dan distribusi penduduk sebagai bangsa maritim yang terluas di dunia.

Dapatkah tuan dan puan membayangkan bagaimana kondisi Ibu Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sekarang saja sudah macet pada 2045 itu? Yogyakarta saja yang dulunya nyaman sebagai tempat tinggal, sekarang pada beberapa ruas jalan pada jam-jam tertentu sudah minta ampun. Kendaraan terus bertambah, ruas jalan tidak banyak bedanya dibandingkan dengan masa kolonial. Itu baru masalah jalan.

Bagaimana dengan kerusakan lingkungan yang sudah semakin parah, kesenjangan sosio-ekonomi yang belum juga berhasil dipertautkan, korupsi yang masih masif, ketimpangan pembangunan Jawa versus luar Jawa yang dulu pernah menyulut perang saudara dengan korban yang bergelimpangan, mafia migas, pencurian ikan, dan pembalakan kayu yang sudah berlangsung puluhan tahun, dan 1.001 masalah lain yang sangat perlu mendapat perhatian khusus dari negara dan masyarakat luas.

Sikap tidak peduli terhadap masalah besar bangsa dan negara ini sama artinya dengan membunuh masa depan anak cucu kita yang bisa sangat sengsara oleh kesalahan fatal nenek moyangnya yang tidak bertanggung jawab dan egoistik. Sangat sedikit dari kita yang bersedia berpikir jauh ke depan.

Politisi sibuk pemilu dengan koalisi partai-partai yang serba pragmatis, nyaris tidak punya agenda kebangsaan untuk jangka panjang. Tujuh puluh tahun sudah bangsa ini menghirup udara kemerdekaan. Banyak yang sudah kita raih, tetapi ongkosnya ternyata sangat mahal dengan mengorbankan ekologi bangsa ini sehingga tata keseimbangan alam Nusantara menjadi rusak, sangat sulit dan mahal sekali untuk memulihkannya kembali. Inilah akibatnya jika sebuah bangsa terlalu lama dibiarkan salah urus di bawah kepemimpinan yang sering dililit masalah yang berketiak ular, tidak habis-habisnya.

Pertanyaannya, apakah dalam rentang waktu 30 tahun ke depan masalah-masalah besar di atas akan berhasil ditangani? Saya ragu, kecuali dalam 5-10 tahun ini turun mukjizat dengan munculnya para negarawan visioner yang petarung, siap berkorban untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini dari segala macam kerusakan yang tidak terkawal selama ini.

Sistem demokrasi kita sekalipun banyak dipuji pihak luar, barulah berada pada tingkat prosedural dan seremonial. Bila dikaitkan dengan cita-cita yang hendak diraih oleh kemerdekaan bangsa, kita masih saja berada di awal perjalanan. Padahal, perjalanan itu sudah berlangsung 70 tahun.

Sistem pendidikan kita pun banyak dikritik, tidak melahirkan manusia-manusia kreatif-merdeka, pencipta lapangan kerja, tetapi lebih banyak mencetak para penganggur yang minta dibelaskasihani. Inilah sebuah bangsa dengan ribuan pulau di kitaran khatuliswa yang sangat elok, tetapi menemukan para penghuni yang selalu terlambat kesadarannya untuk bangkit secara autentik.

Semestinya, 70 tahun kemerdekaan bangsa sudah cukup mengajarkan kita untuk tidak lagi berleha-leha, menghabiskan umur, dan energi secara sia-sia. Bangsa ini benar-benar menanti kedatangan anak-anaknya dengan mental patriot sejati, bukan mental pecundang dengan mata kelelawar yang rabun di siang hari.

Ajaran patriotisme perlu dipompakan kepada anak bangsa ini sejak usia dini. Dengan demikian, sistem pendidikan nasional kita sangat perlu ditata ulang, demi munculnya para patriot dengan mental pejuang sejati. Tahun 2045 sudah berada di depan mata, musim bergulir kencang sekali, tak terasa tenggat waktu 30 tahun tiba-tiba datang begitu saja. []

REPUBLIKA, 25 Agustus 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar