Empat Hal yang Dilaknat
Rasulullah
Kemajuan zaman dan globalisasi semakin tidak
karuan. Tidak hanya menembus ruang dan waktu, tetapi juga mengaburkan batas
kelamin laki-laki dan perempuan. Anehnya pengkaburan itu dianggap hal biasa
saja, bahkan sering mendapat pembelaan dari sebagain orang. Padahal yang
demikian itu jelas menyalahi qadrat dan dilaknat Rasulullah saw. Na’udzubillah
min dzalik.
Sebuah hadits menerangkan dengan jelas
mengenai empat hal yang dibenci dan dilaknat Rasulullah saw yaitu:
عن
أبي هريرة، رضي الله عنه، قال: لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم- مخنثى الرجال
الذين يتشبهون بالنساء، والمترجلات من النساء المتشبهات بالرجال، والمتبتلين من
الرجال الذين يقولون: لا نتزوج. والمتبتلات من النساء اللاتي يقلن ذلك
Rasulullah saw melaknat (mengutuk)
banci-banci lelaki. Yaitu lelaki yang menyerupai perempuan, dan banci perempuan
yaitu perempuan yang suka menyerupai lelaki, dan bujangan-bujangan yang berkata
“kami tidak mau kawin” serta perawan yang berkata juga demikian.
Yang dimaksud dengan banci dalam hadits di
atas adalah jelas. Yaitu lelaki (seseorang dengan kelamin lelaki) yang
menyerupai perempuan. Baik dalam gaya berpakaian maupun dalam segala hal
penampilannya. Begitu juga yang dimaksud dengan perempuan yang menyerupai
lelaki. Kegemaran menggunakan ornamen kelelakian bagi seorang yang berkelamin
perempuan sudah cukup menunjukkan kategori banci perempuan. Adapun dua kelompok
terakhir pada dasarnya dialamatkan kepada mereka yang berniat membujang
selamanya. Tidak ada niat hendak menikah dalam hidupnya. Padahal menikah adalah
sunnah Rasulullah saw. Inilah empat golongan yang sangat dibenci Rasulullah saw
bahkan dilaknat olehnya.
Pada hakikatnya, sebagai saudara sesama
muslim tulisan ini hanya bermaksud mengingatkan bahwa merebaknya budaya populer
di sekitar kita seringkali menyilaukan akidah dan syariah Islam. Derasnya
tehnologi media dan informatika yang menyuguhkan berbagai tontonan adalah
kekuatan kapital yang sungguh dahsyatnya. Mereka menggiring norma-norma islam
demi keuntungan semata. Sesuatu yang jelas tergambar sebagai sebuah penyimpangan
tiba-tiba mengandung nilai kebenaran. Sehingga membuat kita ragu akan
kesalahannya yang hakiki. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar