Mengenang KH Abdul Hamid Baidlowi
KH. Abdul Hamid Baidlowi Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Wahdah Lasem lahir di Lasem 30 Desember 1945 wafat 15 Juni 2014
atau 17 Sya’ban 1435 H. Beliau putra KH Baidlowi Lasem salah seorang pendiri
NU, Raisul Akbar Thariqah NU se Indonesia, pencetus gagasan status Presiden RI
Ir H Soekarno sebagai "Waliyyul Amri ad-Dhoruri bis Syaukah" pada
saat Indonesia dalam keadaan genting krisis kepemimpinan nasional
terancam berbagai pemberontakan di berbagai daerah.
Silsilah keturunan selengkapnya beliau
menyambung sampai Ki Joyotirto selanjutnya sampai Mbah Sambu keturunan Pangeran
Benawa putra Jaka Tingkir atau Sultan Pajang. Pendidikannya di masa muda
di Pondok Pesantren Al-Wahdah Lasem, Tebuireng Jombang, Pesantren Sarang Kab.
Rembang dan Makkah.
KH Musthofa Bisri Rais Am PBNU setelah
menjadi imam shalat jenazah beliau di Masjid Jami’ Lasem menyatakan almarhum
sebagai ulama yang sangat teguh memegang prinsip dan juga hatinya sangat
lembut. Demikian menurut Gus Mus yang pernah menjadi kakak iparnya.
Kiai Hamid kemudian menikah dengan Ning
Jamilah alumni Pesantren Al-Hidayat Lasem di bawah pengasuh Nyai Nuriyyah
Ma’shoem. Putri dari Kiai Kholil Pengasuh PP Darul Ulum Burneo Bojonegoro yang
di masa mudanya secara heroik dengan jadug membawa bom berupa kerikil dan ikut
naik merobek bendera Belanda di Hotel Yamato dalam pertempuran 10 Nopember 1945
di Surabaya.
Nyai Hj Jamilah kini dikenal sebagai
muballighah yang istiqamah mengisi pengajian di berbagai daerah.
Pernikahannya dengan KH A. Hamid dikaruniai beberapa putra-putri antara lain
Gus Ahfas, alumni Makkah. KH A. Hamid besanan dengan Pengasuh Pesantren Ploso
Kediri, Pesantren Mranggen Demak, dan almarhum Kiai Chudori Magelang
Beliau seorang orator, kharismatik, unik dan
politisi ulung. Ketokohannya sampai tingkat nasional diakui seperti yang
disampaikan oleh KH Maemun Zubair Sarang menilai adik iparnya itu.
Kepiawaiannya berbagi peran dan zig zag di banyak kaki sering membuat bingung
lawan bahkan kadang kawannya sendiri.
Di masa mudanya sampai beberapa tahun lamanya
memimpin PCNU Lasem. Setahun sebelum wafatnya beliau sempat tercatat sebagai
Ketua Dewan Syuro atau penasehat nasional FPI (Front Pembela Islam). Di
kalangan NU, ormas Islam lainnya serta kalangan luas beliau sangat disegani
karena kewibawaannya, keberaniannya, keteguhannya, kealimannya sebagai ahli
hadits dan keturunannya.
Keihlasannya berjuang amar ma’ruf nahi munkar
membuat dirinya rela berkorban, bersikap tegas menerima resiko meski tidak
populer atau tidak disukai orang.
Di masa adanya NU tandingan pimpinan Abu
Hasan, beliau Mbah Mik biasa dipanggil duduk di dalamnya sebagai pengurus
penting. Kedudukannya sebagai ulama sesuai sifat ulama menurut penulis berperan
besar dalam rangka hidmah menjaga keseimbangan, check and balance, mengontrol
dari dalam agar tandingan NU tersebut terkendali tidak bertindak melampaui
batas, sehingga NU tetap selamat, kuat dan aman melewati gelombang bahtera
pemerintahan refresif masa itu.
Ketika ada beberapa tokoh NU rame-rame
membela Syiah mengamankan stempel status sosial dirinya sebagai tokoh
toleran, Kiai Hamid secara tegas berpidato dimana-mana menolak ajaran Syiah
sambil menulis makalah bahkan mengarang Kitab kelemahan Syiah secara syar’i.
Menurut penulis adanya tokoh besar yang keras menolak untuk menjaga
keseimbangan, memberi petunjuk kepada ummat, membuat garis bahwa antara NU dan
Syiah ajarannya berbeda, Agar keaslian/ kemurnian ajaran Islam yang diamalkan
NU tetap terjaga, tidak disusupi/diinfiltrasi ajaran lain.Artinya kalau membela
Syiah bukan berarti kebablasan atau salah kaprah mengakui atau menyatakan
ajarannya benar. Yang benar adalah ajaran NU, sesuai i’tiqad nahdliyyin.
Keponakannya, KH Najih Maimoen Zubair kerap
diajak Mbah Mik mengikuti forum lintas ormas menghadapi tantangan dakwah
terkini. Beliau sesungguhnya menerima toleransi perbedaan, namun tidak setuju
istilah pluralisme karena ideologi asing dan liberal itu dinilai tidak sejalan
dengan Islam dan Pancasila. Kata beliau, sambil mengoreksi, yang benar
adalah pluralitas tanpa isme, seperti dituturkan kepada penulis semasa hidup.
Ketika Pesantren Azzaitun Indramayu membeli
lahan cukup luas untuk membuka cabang di Kec.Sluke tidak jauh dari Lasem, Kiai
Hamid dengan enteng dan lantang menentang keras kehadiran Az-Zaitun. Siapa pun
segan dan tidak berani berhadapan dengan ulama besar tanpa kompromi itu dengan
pergaulan cukup luas lintas ormas bahkan dunia Islam.
Di masa kepemimpinannya di PCNU Lasem, PP
Al-Wahdah Lesem yang diasuhnya menjadi tuan rumah Kongres PP IPNU-IPPNU. Juga
konsolidasi lahan dan pembangunan lembaga pendidikan di bawah LP Ma’arif
terdiri dari dari MA NU, SMP NU dan SMK NU yang berdiri cukup megah, kemudian
dilanjutkan pada periode PCNU di bawah KH.Rogib Mabrur dan KH M. Zaim Ahmad
Ma’shoem semakin maju.
Jasanya terhadap umat Islam termasuk di
dalamnya terhadap NU seperti disebutkan di atas. Atas jasanya juga telah
berdiri megah Masjid Al-Khitthah, Tulis Lasem.
Secara tidak langsung di bawah pengaruh
beliau selama bertahun-tahun stabilitas Kota Lasem dan sekitarnya kondusif,
contohnya terbukti atas dasar penolakan warga setempat dan berbagai
elemen ummat Islam akhirnya Bupati Rembang secara resmi menutup selamanya
rencana pendirian megaproyek Stakong yang beralasan dibangun di tengah-tengah
mayoritas mutlak komunitas muslim. Apalagi kondisi pembangunan lembaga Islam di
sekitarnya masih berbenah.
KH Abdul Hamid Baidlowi tercatat sebagai
Anggota DPA RI tahun 1998-2004. Kedudukan beliau sebagai penasehat presiden
dalam kapasitas dirinya sebagai ulama sejak masa Kepresidenan
Prof.Ir.B.J.Habibie, KH.Abdurrahman Wahid, Megawati sampai DR.H.Susilo Bambang
Yudhoyono tentu masukan/ pertimbangan beliau tersebut bagi pembangunan
Indonesia menorehkan tinta emas yang dicatat dalam berita acara lembaran
negara.
Dan di masa Pilpres sekarang ini yang
menegangkan bagi masing-masing kubu mungkin bertanya-tanya termasuk yang dulu
berseberangan dengannya baru menyadari dan membutuhkan figur beliau andaikan
beliau masih hidup begitu berarti dan pentingnya beliau, memiliki pengaruh dan
relasi yang sangat kuat sebagai perekat persatuan.
Sebagai pribadi beliau dikenal mencintai
keluarga. Bahkan terhadap keluarganya yang relatif agak jauh yang
mendapat cobaan fitnah yang cukup besar dan agak lama belum silaturahmi beliau
menanyakan kepada saya bagaimana kabarnya sambil bergumam bagaimana pun masih
keluarga saya.
Kalau kita lebih dekat padanya akan
mendapatkan beliau pribadi yang santai meski sikapnya tegas, mungkin orang lain
melihatnya keras. Seperti panutannya, pribadi mulia Sayyidina Umar bin Khatthab
RA, dakwahnya efektif.
KH A.Thoyfur,MC Lasem yang di masa karirnya
di politik sempat berseberangan dengannya menyampaikan pada kadernya: Justru
sikapnya itu sebenarnya beliau ingin mengangkat level saya. Ketika KH.A.Thoyfur
wafat ada yang melihat beliau menitikkan air mata, bahkan beliau juga yang
menikahkan putranya.
Demikian riwayat singkat beliau. Kutulis
selaku santri sebagai tanda cintaku pada ulama. Sebagai penghormatan masa 7-40
hari wafatnya. Lahul Faatihah…!
Lasem, 30 Juni 2014
Abdullah Hamid, Pengelola Pustaka Sambua
Lasem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar