Senin, 02 Februari 2015

Azyumardi: Satu Pagi di Depan Ka'bah



Satu Pagi di Depan Ka'bah
Oleh: Azyumardi Azra

Setiap kali kembali ke Masjid al-Haram dan lingkungannya selang  hanya beberapa tahun, ketika itu pula jamaah haji atau umrah bisa menyaksikan dan sekaligus merasakan banyak perubahan. Renovasi atau pembangunan kembali Masjid al-Haram seolah tidak pernah berhenti bertahun-tahun sepanjang ingatan.

Penulis Resonansi ini juga merasakan hal yang sama ketika satu pagi Jumat, Sayyid al-Ayyam (2 Januari 2015) melakukan ibadah umrah. Jama’ah pagi itu tidak terlalu ramai  di jalanan dan pelataran luar masjid. Tetapi seperti biasanya, jama’ah yang sedang tawaf tetap berjubel. Begitu juga jama’ah yang mengerjakan sa’i—memadati koridor antara Shafa dan Marwa.

Semua ritual ibadah umrah berlangsung di tengah konstruksi besar-besaran. Begitu jamaah memasuki Masjid dari arah Pintu Raja Fahd atau pintu mana saja, terlihat dua tingkatan jalan layang beton, semacam flyover untuk bertawaf, tidak jauh di atas lingkaran luar Ka’bah. Kelihatan sangat mengganggu keindahan dan kesyahduan bertawaf. Belakangan saya mendapat informasi, ‘jalan layang’ di atas Ka’bah itu hanya sementara, yang bakal dibongkar ketika pembangunan selesai—sesuai rencana—pada 2020.

Soal fly over itu hanya bagian kecil dari perubahan jauh lebih besar baik terkait Masjid al-Haram maupun lingkungan di luar masjid. Dapat dikatakan, Masjid al-Haram mengalami pembangunan kembali agar lebih besar dan konon lebih indah (make over). Penulis Resonansi ini hampir tidak lagi mengenali lanskap masjid seperti 2009 ketika menjalankan umrah Ramadhan.

Lebih jauh, di mana-mana terdapat dinding tinggi menutupi bagian masjid yang sedang dikerjakan. Tak kurang, suara bising datang dari pekerjaan konstruksi yang tengah dikerjakan juga muncul dari mana-mana.

Di bagian luar masjid, secara mencolok terdapat sejumlah gedung baru yang menyatu menjadi semacam konglomerasi bangunan di tempat yang dulu adalah benteng ‘Ajyad’, kini diberi nama ‘Abraj al-Bayt’. Konglomerasi gedung jangkung ini terdiri dari mall sampai tingkat 5; seterusnya hotel mewah semacam Fairmont Hotel and Resort berbintang lima; apartemen (tepatnya kondominium) dan istana—terlihat sangat glamour.

Di puncak konglomerasi gedung ini bertengger Menara Jam Makkah (Mecca Clock Tower), yang sering disebut bahkan oleh banyak warga Hijaz sebagai ‘Mecca Big Ben’, seperti ‘London Big Ben’ yang jauh lebih tua (selesai 1858). Asosiasi ini sulit terelakkan. Menara Jam Makkah setinggi 601 meter merupakan tower tertinggi kedua di dunia pada 2012, mengalahkan ketinggian gedung 101 Taipei. Kini Menara Jam Makkah menduduki tempat ketiga tertinggi di dunia setelah Burj al-Arab Dubai dan Shanghai Tower. Sebagai menara jam, Menara Jam Makkah adalah yang tertinggi di dunia.

Dana yang dihabiskan untuk membangun kompleks Menara Jam Makkah ini tidak sedikit. Menurut Kementerian Wakaf Saudi dan berbagai sumber lain, dana yang dihabiskan sekitar 15 milyar dolar AS. Sedangkan biaya pembangunan kembali Masjid al-Haram sampai selesai lima tahun ke depan diproyeksikan mencapai 60 miliar dolar.

Dari satu segi, pengembangan atau bahkan pembangunan kembali Masjid al-Haram bisa dipahami karena meningkatnya jumlah jamaah haji mencapai sekitar lebih tiga juta jamaah. Menurut Kementerian Haji Arab Saudi mencapai 3,65 juta pada musim haji 2012, kemudian merosot sekitar satu juta orang pada 2013 dan 2014 karena pengurangan kuota akibat pembangunan tersebut.

Pengurangan kuota jamaah haji mengakibatkan peningkatan jumlah jamaah umrah. Sejak 2013 jumlah jamaah umrah mencapai lebih dari enam juta orang. Jumlah ini terus meningkat tajam pada 2014 khususnya pada bulan Ramadhan yang diyakini banyak jamaah umrah sebagai sama pahalanya dengan ibadah haji.

Tetapi pembangunan kembali Masjid al-Haram dan lingkungannya dengan alasan masuk akal itu juga mengundang banyak kontroversi dan oposisi. Salah satu alasan pokok, proyek ini mengakibatkan kian lenyapnya situs-situs historis, semacam ‘benteng Ajyad’ yang dibangun Dinasti Usmani, atau tiang-tiang Masjid al-Haram yang telah berusia berabad-abad.

Menurut The Islamic Heritage Research Foundation, lembaga asal Teluk Persia [atau Teluk Arab] yang berpusat di Washington DC, dalam 20 tahun terakhir, perluasan atau pembangunan kembali Masjid al-Haram melenyapkan sekitar 95 persen bangunan dan lingkungan aslinya. Seorang perempuan Saudi asal Hijaz dalam percakapan dengan penulis Resonansi ini menyatakan kejengkelan karena alasan sama. Bagi dia, proyek tersebut tidak lain merupakan penghancuran.

Selain itu, kritik juga tertuju pada ‘Abraj al-Bayt’ yang menjanjikan fasilitas serba mewah yang bukan tidak hedonistik semacam kamar suite hotel bertarif sekitar 7.000 dolar semalam atau fasilitas spa. Bentuk kemewahan yang ada di tempat lain, kini juga dapat dinikmati di ‘Abraj al-Bayt’, yang bukan tidak bisa mengingatkan orang dengan dunia gemerlap Las Vegas.

Di tengah kemewahan itu, terdapat masih banyak jamaah haji atau umrah yang menggelandang di pinggir jalan. Mereka pergi haji atau umrah lebih didorong keimanan-keislaman tanpa mempertimbangkan kesengsaraan yang mereka alami karena keterbatasan dana. Satu pagi yang kontras di depan Ka’bah yang terus berlanjut di hari-hari esok. []

Republika, 15 January 2015
Azyumardi Azra, Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar