Jumat, 27 Januari 2023

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 25

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 25:


وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


Wa basysyiril ladzīna āmanū wa 'amilus shālihāti anna lahum jannātin tajrī min taḥtihal anhāru. Kullamā ruziqū minhā min tsamaratir rizqan qālū hāzal ladzī ruziqnā min qablu wa utū bihī mutasyābihā. Wa lahum fīhā azwājun muthahharatun wa hum fīhā khālidūn.


Artinya, "Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Setiap diberi rezeki berupa aneka buah di dalamnya, mereka mengatakan, ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi aneka buah yang serupa. Di dalamnya mereka memiliki istri-istri yang suci. Mereka kekal di dalamnya." (Surat Al-Baqarah ayat 25).


Ragam Tafsir

 

Tafsir Jalalain menyebutkan, (Sampaikanlah) kabarkanlah (berita gembira kepada mereka yang beriman) kepada Allah (dan berbuat baik) mengerjakan ibadah wajib dan sunnah (bahwa bagi mereka disediakan surga-surga) kebun dengan pohon dan tempat tinggal (yang mengalir) kanal dan air-air (sungai-sungai di bawahnya) di bawah sungai dan di bawah rumah-rumah istana.


(Setiap diberi) makanan sebagai (rezeki berupa aneka buah di dalamnya) surga, (mereka mengatakan, ‘Inilah) seperti (yang pernah diberikan kepada kami dahulu’) karena kemiripan bentuk dan jenis buah-buah di dalamnya dengan penanda (Mereka diberi) anugerah (aneka buah yang serupa) warnanya satu sama lain dengan rasa yang berbeda. (Di dalamnya mereka memiliki istri-istri) baik bidadari maupun bukan perempuan (yang suci) dari haid dan kotoran lainnya. (Mereka) tinggal (kekal di dalamnya) tanpa fana dan keluar dari dalamnya.


Tafsir Asrarut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil karya Imam Al-Baghowi menyebutkan, kata “basysyir” adalah setiap informasi benar yang mengubah wajah menjadi gembira. Kata “basysyir” digunakan untuk kebaikan dan keburukan meski umumnya lebih sering digunakan untuk kabar baik.


Amal saleh adalah aneka perbuatan saleh yang dilakukan orang-orang beriman yang ahli taat. Sayyidina Utsman bin Affan RA mengatakan amal saleh adalah keikhlasan dalam beramal sebagaimana keterangan pada Surat Al-Kahfi ayat 110, yaitu amal saleh yang bebas dari riya. Sahabat Mu’adz RA menyebutkan amal saleh mengandung empat hal, yaitu ilmu, niat, sabar, dan ikhlas.


Adapun surga adalah kebun yang di dalamnya terdapat banyak pohon-pohon berbuah. Ia dinamai "surga" karena ia tersembunyi dan tertutup oleh pepohonan. Imam Al-Farra mengatakan, “al-jannah” adalah kebun yang terdapat pohon kurma di dalamnya. Sedangkan “al-firdaus” adalah kebun yang mengandung pohon anggur.


Mereka diberikan buah yang serupa sebelumnya. Sebagian ahli tafsir, kata Imam Al-Baghowi, mengatakan bahwa “sebelumnya” yang dimaksud bukan bebuahan di dunia, tetapi rasa baru bebuahan dari buah yang sebelumnya mereka makan di surga. Jadi setiap buah dengan jenis serupa memiliki rasa baru yang berbeda.


Sayyidina Ibnu Abbas RA, Mujahid, dan Ar-Rabi mengatakan, buah di surga memiliki kemiripan warna dan perbedaan rasa. Imam Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, keelokan rupa bebuahan di surga serupa satu sama lain. Semua bentuk dan rupanya elok semata tanpa cela. Sedangkan Muhammad bin Ka’ab mengatakan, bebuahan di surga serupa dengan bebuahan di dunia meski buah di surga lebih lezat.


Ada juga ulama tafsir mengatakan, nama bebuahan di surga serupa satu sama lain dengan rasa yang sama sekali berbeda. Sayyidina Ibnu Abbas RA mengatakan, bebuahan di dunia tidak ada lagi di akhirat kecuali kemiripan namanya saja.


Adapun istri penghuni surga adalah perempuan asal dunia dan bidadari muda yang suci dari air besar, air kecil, haid, nifas, liur, hingus, mani, anak, dan kotoran lainnya. Ibrahim An-Nakha’i mengatakan penduduk surga dapat berhubungan seksual (jimak) sekehendak mereka tanpa melahirkan anak. Sementara Imam Al-Hasan mengatakan, perempuan tua kamu memiliki kotoran mata dan pandangan yang kabur. Sedangkan perempuan surga suci dari segala kotoran dunia. Ada ulama mengatakan, perempuan surga suci dari akhlak tercela. Mereka senantiasa kekal di dalamnya, tidak mati dan tidak keluar dari surga.


Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan, setelah menyebutkan neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir celaka Allah menyebutkan keadaan para wali-Nya yang beriman bahagia kepada Allah dan rasul-Nya serta membenarkan keimanan mereka dengan amal saleh.


Ini salah satu pengertian paling sahih atas kata “matsani” dalam Al-Qur’an, yaitu menerangkan keimanan lalu kekufuran, orang bahagia lalu orang celaka, atau sebaliknya. Simpulannya adalah menyebutkan sesuatu kemudian disusul dengan penyebutan lawanannya. Penyebutan sesuatu dan perbandingannya disebut tasyabuh.


Ibnu Katsir mengutip As-Suddi dari Ibnu Abbas, Murrah, Ibnu Mas’ud, dan sejumlah sahabat menceritakan bahwa ketika di surga diberikan bebuahan dan mereka melihatnya, mereka berkata, “Ini buah yang pernah diberikan kepada kami di dunia.” Mereka, kata Mujahid, mengatakan, “Alangkah miripnya dengan buah di dunia.”


Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan, mereka mengenal nama bebuahan di surga sebagaimana mereka mengenalnya di dunia, apel, delima, dan lain sebagainya. Di surga mereka mengatakan. “Ini buah yang pernah diberikan kepada kami di dunia.” Mereka diberikan buah yang serupa. Mereka mengenali bentuknya, tetapi rasanya jauh berbeda.


Mereka, kata Ibnu Katsir, kekal di dalam surga. Kekekalan ini merupakan kesempurnaan kebahagiaan. Di tengah kenikmatan surga, mereka aman dari kematian dan kefanaan yang tiada putus dan tiada akhir. Mereka berada pada kenikmatan abadi, selamanya. Semoga Allah mengumpulkan kita ke dalam golongan mereka yang bahagian di surge. Sungguh, Allah maha pemurah, dermawan, baik, dan penyayang. Wallahu a‘lam.
[]

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar