Kamis, 12 Januari 2023

(Ngaji of the Day) Metode Kodifikasi Mushaf Abu Bakar RA

Mega proyek mushaf Al-Qur’an yang dikodifikasi oleh khalifah Abu Bakar memiliki sejumlah keistimewaan yang membedakannya dari mushaf lainnya.


Pertama, mushaf Abu Bakar dikerjakan dengan penuh ketelitian dan upaya pengecekan secara maksimal.


Kedua, pencatatan ayat pada mushaf tidak dilakukan kecuali setelah dipastikan tidak ada pemansukhan pada bacaannya. Artinya, mushaf Abu Bakar hanya memuat Al-Qur’an yang tidak dimansukh bacaannya. (M Abdul Azhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H], halaman 204).


Ketiga, umat bersepakat atas bacaannya. Kualitas periwayatannya mutawatir.


Keempat, cakupan mushaf atas ragam qiraah (qiraah sab’ah) yang berkembang ketika itu. (Syekh M Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016 M], halaman 58). 


Kodifikasi mushaf Abu Bakar RA tidak menafikan sejumlah mushaf yang ada di tangan para sahabat. Hanya saja kodifikasi mushaf Abu Bakar RA dilakukan dengan penuh ketelitian. (As-Shabuni, 2016 M: 58).


Zaid bin Tsabit mengerjakan kodifikasi Al-Qur’an dengan serius, pemeriksaan seksama, ketelitian, dan juga kehati-hatian luar biasa. Dalam mengerjakan kodifikasi Zaid berpatokan pada dua sumber, pertama hafalan para sahabat. Kedua, catatan sahabat yang dilakukan di hadapan Rasulullah SAW. (As-Shabuni, 2016 M: 57). (Az-Zarqani, 2017 M: 203).


Hafalan dan catatan saling mendukung kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan Zaid bin Tsabit. Karena sangat berhati-hati, ia tidak menerima begitu saja catatan sahabat. Ia meminta sahabat yang mengajukan catatan Al-Qur’annya untuk menghadirkan dua orang saksi yang berintegritas bahwa catatannya dilakukan di hadapan Rasulullah SAW.


Hadits riwayat Abu Dawud bercerita, suatu hari Sayyidina Umar bin Khattab datang dan menyeru, "Siapa saja yang menerima sesuatu dari Al-Qur’an, hendaklah datang membawanya." Para sahabat mencatat Al-Qur’an pada berbagai lembaran, papan, dan pelepah kurma. Catatan mereka tidak akan diterima sebelum disaksikan oleh dua orang.


Riwayat Abu Dawud menceritakan, khalifah Abu Bakar RA berkata kepada Umar RA dan Zaid bin Tsabit, "Duduklah di pintu masjid. Siapa saja yang kepada kalian membawa dua saksi atas Al-Qur’annya, hendaklah kalian tulis."


Dua saksi yang dimaksud adalah hafalan dan catatannya, kata Ibnu Hajar Al-Asqalani. Imam As-Sakhawi dalam Kitab Jamalul Qurra’ mengatakan, kedua bukti tersebut bersaksi bahwa catatan Al-Qur’an yang dibawa oleh sahabat tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.


Semua pemeriksaan teliti ini menunjukkan bahwa Zaid bin Tsabit yang ditunjuk sebagai pimpro kodifikasi Al-Qur’an tidak mencukupkan diri pada catatan sahabat saat melakukan inventarisasi ayat dan surat Al-Qur’an sehingga sahabat yang menerima Al-Qur’an dari Rasulullah mengajukan bukti atas catatannya di samping Zaid sendiri adalah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Zaid juga tidak mencukupkan diri dengan hafalan sahabat lainnya tanpa bukti catatan. (Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun], halaman 122).


Ketelitian dan kehati-hatian ini bertujuan agar teks yang ditulis benar-benar teks yang dicatat di hadapan Rasulullah SAW untuk menjaga orisinalitas dan keotentikannya.


Kia tahu bahwa Al-Qur’an sebelum era khalifah Abu Bakar RA, di masa Rasulullah SAW, telah dicatat. Tetapi catatan itu tercecer pada lembaran terpisah di berbagai alas tulis, lembaran kulit, tulang, pelepah kurma. Khalifah Abu Bakar menginstruksikan pengodifikasian Al-Qur’an pada satu mushaf lengkap dengan susunan ayat dan suratnya, yaitu sebuah mushaf dihimpun dengan teliti serta mencakup tujuh huruf sebagaimana turunnya Al-Qur’an pada Rasulullah SAW. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 123).


Khalifah Abu Bakar merupakan sahabat pertama yang melakukan kodifikasi Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan kerja-kerja penuh kecermatan dan ketelitian maksimal. Kalau pun ada mushaf yang dimiliki sebagian sahabat seperti mushaf Ali, mushaf Ubay, mushaf Ibnu Mas’ud, maka kualitas ketelitian kodifikasinya tidak setara dengan mushaf Abu Bakar RA. Di sinilah letak keistimewaan mushaf Abu Bakar RA. (Az-Zarqani, 2017 M: 204-205).


Sebagian ulama meriwayatkan bahwa sebutan mushaf untuk Al-Qur’an berawal dari era khalifah Abu Bakar RA. Sayyidina Ali mengapresiasi kerja mushaf Abu Bakar RA, "Orang yang paling besar pahalanya dalam kodifikasi mushaf adalah Abu Bakar. Rahmat Allah atasnya. Dialah orang pertama yang mengodifikasi Al-Qur’an." (Al-Qaththan, tanpa tahun: 123).


Statemen tersebut merupakan sebuah pengakuan jujur Sayyidina Ali bin Abu Thalib RA atas kerja-kerja teliti kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA. (Az-Zarqani, 2017 M: 205). Wallahu a’lam.
[]

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar