Rabu, 04 Januari 2023

(Khotbah of the Day) Mari Berantas Pungli di Negeri Ini!

KHUTBAH JUMAT

Mari Berantas Pungli di Negeri Ini!


Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْغَفُوْرِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ فِي اْلإِسْلاَمِ الْحَنِيْفِ الْهُدَي وَالنُّوْرَ. أَشْهَدُ اَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمَرْسَلِيْنَ وَعَلَى اٰلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ.

 

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهَـا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Perpindahan harta yang dipungut secara hak, ikhlas, dan semata-mata mengharap ridha Allah bisa jadi ia berupa zakat, infak, sedekah, wakaf (Ziswaf) atau pemberian legal lainnya seperti pajak, bea cukai, retribusi, atau pungutan resmi sejenis. Sebaliknya perpindahan harta yang dipungut tanpa hak dan tanpa aturan, bahkan terpaksa ataupun karena ancaman maka itulah praktik pungli (pungutan liar) yang dilarang agama. Bedanya, jika Ziswaf mendatangkan kemaslahatan, maka pungli mendatangkan kemudaratan.

 

Dalam Kamus Bahasa Indonesia pungli itu berarti barang yang dipungut dengan liar, sembarangan, tidak sesuai dengan aturan, tidak diakui oleh yang berwenang. Dalam kamus al-Munawwir, ada kata al-maksu yang diartikan dengan “memungut cukai”. Sedangkan Syekh Ibnu Manzur dalam kitab Lisan al-Arab menjelaskan:

 

المكس: دراهم كانت تأخذ من بائع السلع في الأسواق في الجاهلية

 

“Al-Maksu adalah sejumlah uang (dirham) yang diambil dari para pedagang di pasar -pasar pada zaman jahiliyah” (Syekh Ibnu Manzur, Lisan al-Arab [Beirut: Dar Shadir, tt], jilid VI, hal. 220).

 

Pungli (pungutan liar) atau al-maksu (المكس) adalah penyakit akut menahun yang jamak terjadi di Indonesia, hingga ada yang berkata “Indonesia adalah negeri pungli”. Betapa tidak, semua serbapungli. Pungli nyaris ada pada semua lini kehidupan: sekolah, instansi pemerintahan, transportasi, area parkir ilegal, terminal, pelabuhan, bandara, rumah sakit, pasar, industri manufaktur, bahkan kadang lembaga yang mengurus agama dan kematian. Sungguh memprihatinkan, sangat jamak dan marak terjadi pungli di sana-sini. Sungguh, praktik pungutan liar (pungli) telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa bahkan bernegara.

 

Maka dari itu jangan menjadi tukang pungli. Selain menzalimi orang lain juga merupakan dosa yang bisa mendatangkan azab dari Allah subhanahu wata'ala. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:

 

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih (QS Asyu-Syu’ara’: 42)

 

Dalam sebuah riwayat seorang sahabat diceritakan mengangkat seorang teman menjadi karyawan di tempat ia bekerja. Ia pun menuliskan sebuah wasiat kepada temannya, yang isinya, "Jika kamu mampu malam ini untuk tidak tidur melainkan tidur dalam kondisi tubuh ringan dan perutmu kosong, kedua tanganmu bersih dari darah-darah orang Islam, harta-harta mereka, jika kamu mampu melakukan itu, maka kamu tidak ter masuk dalam surah asy-Syura ayat 42 ini."

 

Fenomena pungli semakin populer belakangan ini. Dan kian bertambah parah karena masyarakat kerapkali “memaklumi” kebiasaan pungli dengan dalih kasihan atau tidak mau ribet dalam berbagai urusan. Namun demikian, banyak pihak yang sudah mulai menyadari betapa buruk dan merusaknya perilaku pungli. Pungli dalam pelayanan publik sadar atau tidak telah banyak kita saksikan. Namun dalam hal pemberantasan pungli, tak bisa dipungkiri bahwa pemerintah pun cukup kewalahan. Setidaknya ada 2 faktor yang menyebabkan orang menjadi tukang pungli (shahib al-maksi), yakni faktor ekonomi dan perilaku.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Imam Adz Dzahabi dalam kitab al-Kabair memasukkan perilaku pungutan liar (al-maksu) sebagai salah satu dosa besar di antara 70 dosa besar. Ia bahkan berkata bahwa orang yang melakukan pungutan liar mirip dengan perampok jalanan yang lebih jahat daripada pencuri. Orang yang mengambil pungutan liar, pencatat dan pemungutnya, semuanya bersekutu dalam dosa, sama-sama pemakan harta haram. Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim juga menyatakan, pungutan liar adalah sejelek-jeleknya dosa. Karena pungutan semacam ini hanyalah menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pengambilan pungutan atau upeti seperti ini terus berulang dan itu hanyalah pengambilan harta dengan jalan yang tidak benar, penyalurannya pun tidaklah tepat.

 

Pandangan di atas sangat relevan dengan firman Allah subhanahu wata’ala yang berbunyi:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS An-Nisa’: 29).

 

Larangan memakan harta orang lain dalam ayat ini mengandung pengertian yang luas, termasuk larangan tidak melakukan pungli. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak, tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa mengikuti prosedur yang sah.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Mari kita bersinergi untuk menolak dan menyapu bersih pungli dari negeri ini. Jangan biarkan diri kita atau saudara-saudara kita menjadi tukang pungli yang akan menyusahkan orang lain dan merugikan diri sendiri di akhirat kelak.

 

Dari ‘Uqbah ibn Amir, berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: orang yang melakukan pungutan liar tidak akan masuk surga. (HR. Abu Dawud). Dengan redaksi yang berbeda, Imam Ahmad meriwayatkan hadis tentang konsekwensi pelaku pungli ini sebagai berikut: Dari Yazid bin Abi Habib dari Abul Khair berkata, Maslamah bin Makhlad, gubernur Mesir mengangkat Ruwaifi’ ibn Sabit untuk menjadi petugas pemungut cukai (yang ukurannya 1/10). Maka pada saat itu Ruwaifi’ berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa pelaku pungutan liar ada dalam neraka (HR. Imam Ahmad).

 

Hadits di atas memberikan kecaman masuk neraka bagi siapa saja yang menjadi tukang pungli, yang memungut barang ataupun uang secara zalim tanpa melalui aturan resmi. Untuk itu janganlah menjadi tukang pungli yang hanya mendatangkan dosa, kemudaratan dan kezaliman di mana-mana. Semoga khutbah yang singkat ini menjadi secercah cahaya yang bisa menerangi negeri ini agar sirna dari praktik pungli, dengan harapan negeri ini lebih baik, aman, nyaman dan menyejahterakan. Aamiin.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

 

Khutbah II

 

اَلحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَمَا اَمَرَ. وَأَشْهَدُ اَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ إِرغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلاَئِقِ وَالبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ،

 

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الُمسْلِمِيْنَ، إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوْا الفَوَاخِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا يَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَخُضُوْرِ الجُمُعَةِ وَالجَمَاعَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ المُسَبِّحَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَااَيَّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وِسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجمَعِيْنَ, اَللَّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الَّذِيْنَ قَضَوْا بِالحَقِّ وَكَانُوْا بِهِ يَعْدِلُوْنَ سَادَاتِنَا أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, اَللّٰهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ المُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَهلِكِ اليَهُوْدَ وَالنَّصَارَى وَالْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.

 

اَللَّهُمَّ اَمِنَّا فِى دُوْرِنَا وَأَصْلِحْ وُلاَةَ أُمَوْرِنَا وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الغَلاَءَ وَالوَبَاءَ والرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بِلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلاَدِ المُسلِمِينَ العَامَّةً يَارَبَّ العَالَمِينَ. اللَهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

مَعَاشِرَ المُسلِمِينَ. إِنَّ اللهَ يَأمُرُ بِالعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى القُربَى وَيَنْهَى عَنِ الفَخْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُم لَعَلَّكُم تَذَكَّرُوْنَ, فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكبَرُ

 

 

Rakimin Al-Jawiy, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar