Jumat, 13 Januari 2023

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 23

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 23:


وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ


Wa in kuntum fī raybim mim mā nazzalnā ‘alā ‘abdinā bi sūratim mim mitslih, fa‘tū bi sūratim mim mitslih. Wad‘ū syuhadā’akum min dūnillāhi in kuntum shādiqīn.


Artinya, “Jika kamu ragu pada Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), datangkanlah satu surat yang semisal Al-Qur’an. Ajaklah para saksimu (pembelamu) selain Allah, jika kamu orang-orang benar.”


Ragam Tafsir

 

Tafsirul Jalalain menyebutkan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 23 menantang orang-orang kafir Makkah untuk mendatangkan sebuah surat yang serupa dengan surat pada Al-Qur’an baik dari segi balaghah, keindahan struktur, maupun kandungan kebenaran kabar ghaibnya.


“Surat” atau “surah” adalah potongan kitab yang memiliki awal dan akhir. Ia minimal terdiri atas tiga ayat. Sedangkan “para saksimu” adalah tuhan-tuhan yang disembah selain Allah agar dapat membela mereka.


“Jika kamu orang-orang benar” bahwa Muhammad pada apa yang dikatakannya berasal dari dirinya sendiri. “Lakukan jika kamu juga orang Arab yang pandai berbahasa seperti Muhammad.” Tetapi ketika mereka tidak berdaya memenuhi tantangan Al-Qur’an, Allah meneruskannya pada Surat Al-Baqarah ayat 24.


Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengatakan bahwa Allah sudah tahu bahwa orang-orang kafir Makkah itu meragukan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.


Imam Al-Baghowi mengutip pengertian alternatif “surat” atau kedudukan yang tinggi. Surat, menurut salah satu ulama tafsir, berasal dari kata “sūrul binā” atau pagar bangunan. Karena tingginya, ia disebut “surat.” Orang yang membacanya akan memperoleh kedudukan yang tinggi sebab membacanya.


Selain mengutip penafsiran berhala-berhala yang disembah selain Allah sebagai saksi untuk membela mereka yang meragukan Al-Qur’an, Imam Al-Baghowi mengutip pendapat Mujahid yang menafsirkan saksi-saksi pembela itu terdiri atas manusia-manusia yang dapat membela mereka, yakni para ahli bahasa Arab dan penyair.


“Jika kamu orang-orang benar” bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan wahyu dari dirinya sendiri. Ketika Al-Qur’an menantang untuk menggubah surat serupa Al-Qur’an, mereka tidak berdaya.


Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, mengatakan, pada Surat Al-Baqarah ayat 23 Allah menyebutkan hujah atas kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu Al-Qur’an berikut keindahan dan kekuatan logika bahasanya, setelah Allah menerangkan keesaan-Nya pada Surat Al-Baqarah ayat 22.


Imam Al-Baidhawi menyebut hikmah Al-Qur’an pada Surat Al-Baqarah ayat 23 yang terdiri atas potongan-potongan surat di dalamnya, yaitu menyatukan jenis-jenis berbeda, mengiringkan bentuk-bentuk serupa, menyela susunan ayat, memotivasi pembacanya, memudahkan hafalannya, dan mendorong orang untuk menghafalkannya sebagaimana musafir yang menempuh satu mil atau barid.


Imam Al-Baidhawi pada Surat Al-Baqarah ayat 23 menyebut “saksi selain Allah” adalah para penyair dan jagoan bahasa di kalangan bangsa Arab untuk menyaksikan sekaligus menolong mereka dalam menggubah surat seperti Al-Qur’an. Logikanya, orang yang berakal tidak akan sudi menyaksikan perbuatan yang jelas mafsadat dan nyata kacaunya.


“Jika kamu orang-orang benar” bahwa Al-Qur’an adalah ucapan manusia.


Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyampaikan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 23 merupakan pengakuan atas kedudukan nubuwah Nabi Muhammad SAW setelah Allah menetapkan keesaan-Nya pada pada Surat Al-Baqarah ayat 22.


Menurut Ibnu Katsir, Surat Al-Baqarah ayat 23 menantang siapa saja baik masyarakat Makkah dan Madinah yang mengira bahwa Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW berasal dari selain Allah. “Buatlah surat tandingan. Ajaklah siapa saja yang kalian inginkan untuk membantu membuat surat seperti Al-Qur’an selain Allah SWT. Toh kalian tetap takkan mampu membuatnya.”


Ibnu Katsir juga mengutip alternatif penafsiran sejumlah ulama yang mengatakan, “Datangkanlah surat dari orang seperti Muhammad yang ummi, tidak pandai baca dan tulis.” Jadi, dhamir hī pada “min mitslihī” berpulang kepada Nabi Muhammad SAW.


Menurut Ibnu Katsir, tantangan Al-Qur’an ini bersifat umum untuk mereka semua. Sementara mereka adalah bangsa yang terkenal dengan kecakapan berbahasa. Tantangan ini datang berkali-kali baik di Makkah maupun di Madinah di tengah kerasnya permusuhan dan kebencian mereka terhadap Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Pada saat yang bersamaan, mereka tidak berdaya memenuhi tantangan Al-Qur’an tersebut. Wallahu a’lam.
[]

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar