Jumat, 29 Juli 2022

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 9

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ


Yukhādi‘ūnallāha wal ladzīna āmanū. Wa mā yakhda‘ūna illā anfusahum wa mā yasy‘urūn.


Artinya, “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman. Mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri dan mereka tidak menyadarinya.”


Ragam Tafsir

 

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa orang-orang munafik menyatakan keimanan dan menyembunyikan kekufuran pada saat yang bersamaan. Mereka mengira karena kebodohan telah menipu Allah dan hal itu mendatangkan manfaat untuk mereka. Mereka dengan perbuatan itu tidak memperdaya dan menipu siapapun kecuali diri mereka sendiri. Sedangkan mereka tidak sadar sebagaimana penjelasan Surat An-Nisa ayat 142.


Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur’anil Azhim mengutip Ibnu Abi Hatim dari Juraij yang mengatakan bahwa orang munafik mengucapkan “Lā ilāha illallāh” dengan maksud mengamankan jiwa dan harta mereka. Sebenarnya di dalam hati mereka tidak ada keyakinan demikian.


Ibnu Katsir juga mengutip Sa‘id dari Qatadah yang mengatakan, sifat orang munafik dalam banyak kasus memiliki kecenderungan untuk membenarkan dengan ucapan, mengingkari dengan hati, dan berbuat sesuatu yang berlainan dengan ikrar. Pagi hari mereka bersikap A. Sore hari mereka bersikap B. Sore hari mereka bersikap A. Besok paginya sikap mereka berubah menjadi B. Mereka berlayar seperti sampan ke mana saja embusan angin laut bertiup.


Al-Baghowi mengatakan, kata “al-khada‘” secara bahasa berarti menyembunyikan. Kata ini juga dapat disematkan pada rumah karena rumah menyembunyikan perhiasan di dalamnya. Kata ini dapat juga disematkan pada lemari. (Al-Baidhawi). Tetapi al-mukhadi‘ adalah orang yang menyatakan apa yang tersembunyi. (Al-Baghowi, Ma‘alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: 2002 M/1422 H], juz I, halaman 25-26).


Kata “al-khada‘” oleh Allah pada Surat An-Nisa ayat 182 berarti menyatakan dan menyegerakan nikmat di dunia untuk mereka yang berbeda dari siksa akhirat yang tidak tampak oleh mereka. Ada ulama memberikan arti kerusakan untuk terjemahan kata “al-khada‘”. Jadi maknanya adalah orang munafik merusak keimanan yang mereka nyatakan dengan kekufuran yang mereka sembunyikan. Dengan ucapan “kami beriman kepada Allah dan hari akhir” saat berjumpa, orang munafik menipu orang beriman. Padahal, mereka sejatinya tidak beriman. (Al-Baghowi, 2002 M: 26).


“Mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri” karena tindakan penipuan itu akan berpulang kepada mereka sendiri. Allah memberitahukan kemunafikan mereka kepada Nabi Muhammad SAW sehingga rahasia mereka terkuak dan mereka berhak menerima siksa di akhirat. “Mereka tidak menyadarinya” mereka tidak tahu bahwa mereka hanya menipu diri sendiri dan dampak atas penipuan mereka akan berpulang kepada mereka sendiri. (Al-Baghowi, 2002 M: 26).


Al-Baidhawi mengatakan, penyamaran orang munafik bertujuan untuk menyelematkan diri dari ekses seperti yang dialami oleh orang kafir selain mereka. Mereka juga melakukan hal itu untuk mendapatkan kemuliaan dan pemberian sebagaimana yang didapatkan oleh orang beriman. Mereka dapat bergaul bebas dengan orang beriman, mengetahui rahasia mereka, dan menyebarkan rahasia tersebut kepada lawan perang serta berbagai maksud dan tujuan lain. (Al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz I, halaman 79-80).


Penipuan orang munafik akan menjadi senjata makan tuan. Mudharatnya berpulang kepada mereka sendiri. Mereka menipu diri sendiri karena terpedaya oleh tindakan tersebut. Nafsu telah membutakan mereka karena membisikkan angan-angan kosong dan membawa mereka untuk menipu Allah, Zat yang bagi-Nya tiada yang tersembunyi. “Mereka tidak menyadarinya” maksudnya mereka tidak merasakannya karena terus-menerus dalam kelalaian. (Al-Baidhawi, tanpa tahun: 80).


“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman” dengan menyatakan sikap yang berbeda dengan kekufuran yang mereka sembunyikan agar mereka dapat terbebas dari hukum duniawi. (Al-Jalalain, Tafsirul Qur’anil Azhim). Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar