Senin, 02 Oktober 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Puasa 11 Muharram dalam Syariat Islam



Hukum Puasa 11 Muharram dalam Syariat Islam

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, hari-hari ini orang ramai membicarakan keutamaan puasa 10 Muharram (Asyura). Namun demikian, sebagian orang menyatakan bahwa puasa 10 Muharram perlu disandingkan dengan puasa 9 Muharram (Tasu‘a) dan 11 Muharram. Pertanyaan saya, apakah ada kesunahan puasa 9 dan 11 Muharram itu? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Suhendar – Sukabumi

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kita dianjurkan untuk berpuasa pada 10 Muharram (Asyura). Namun demikian, Rasulullah SAW juga meminta umatnya untuk berpuasa pada 9 Muharram dengan maksud membedakan dari amalan kelompok Yahudi zaman itu yang hanya mengamalkan puasa 10 Muharram.

Puasa 10 Muharram sangat dianjurkan mengingat kandungan fadhilahnya yang cukup besar. Orang yang berpuasa pada 10 Muharram akan diampuni dosanya setahun lalu. Hal ini disebutkan dalam Fathul Mu‘in karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari.

و) يوم (عاشوراء) وهو عاشر المحرم لأنه يكفر السنة الماضية كما في مسلم )وتاسوعاء) وهو تاسعه لخبر مسلم لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبله والحكمة مخالفة اليهود ومن ثم سن لمن لم يصمه صوم الحادي عشر بل إن صامه لخبر فيه

Artinya, “(Disunahkan) puasa hari Asyura, yaitu hari 10 Muharram karena dapat menutup dosa setahun lalu sebagai hadits riwayat Imam Muslim. (Disunahkan) juga puasa Tasu‘a, yaitu hari 9 Muharram sebagai hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau saja aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tasu‘a.’ Tetapi Rasulullah SAW wafat sebelum Muharram tahun depan setelah itu. hikmah puasa Tasu‘a adalah menyalahi amaliyah Yahudi. Dari sini kemudian muncul anjuran puasa hari 11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasu‘a. Tetapi juga puasa 11 Muharam tetap dianjurkan meski mereka sudah berpuasa Tasu‘a sesuai hadits Rasulullah SAW,” (Lihat Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz II, halaman 301).

Sementara Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan lebih lanjut bahwa puasa 11 Muharram tetap dianjurkan meskipun yang bersangkutan telah mengiringi puasa Asyura dengan puasa 9 Muharram. Anjuran ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal.

)قوله بل وإن صامه) أي بل يسن صيام الحادي عشر وإن صام التاسع (قوله لخبر فيه) أي لورود خبر في صيامه الحادي عشر مع ما قبله من صيام العاشر والتاسع وهو ما رواه الإمام أحمد صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود وصوموا قبله يوما وبعده يوما ذكره في شرح الروض وذكر فيه أيضا أن الشافعي نص في الأم والإملاء على استحباب صوم الثلاثة ونقله عنه الشيخ أبو حامد وغيره اهـ

Artinya, “Maksud (perkataan, ‘bahkan sekalipun ia telah memuasakannya) bahkan tetap dianjurkan puasa 11 Muharram sekalipun ia telah berpuasa pada Tasu‘a 9 Muharram. Maksud (perkataan ‘sesuai hadits Rasulullah SAW perihal ini’) adalah sesuai hadits yang menganjurkan puasa pada 11 Muharram setelah puasa 9 dan 10 Muharram. Sabda Rasulullah SAW perihal ini diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal yang berbunyi, ‘Puasalah kalian pada Asyura (10 Muharram). Berbedalah dari kaum Yahudi dengan berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya.’ Hal ini tersebut di Syarhur Raudh. Di sini disebutkan bahwa Imam As-Syafi‘i mencantumkan anjuran puasa tiga hari ini di kitab Al-Umm dan Al-Imla' sebagai dikutip Syekh Abu Hamid dan ulama lain,” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Kota Baharu-Penang-Singapura, Sulaiman Mar‘i, tanpa catatan tahun, juz II, halaman 266).

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar