Selasa, 10 Oktober 2017

(Ngaji of the Day) Apakah Nabi Muhammad SAW Berperang Atas Nama Agama?



Apakah Nabi Muhammad SAW Berperang Atas Nama Agama?

Dewasa ini, isu kekerasan atas nama agama mendapat perhatian luas. Konflik terjadi di pelbagai tempat, mulai dari konflik Poso, Ambon, serta kasus intoleransi lainnya. Kemudian pada skala dunia, perseteruan Palestina dan Israel, perang di Afghanistan, masalah etnis Rohingya (meski agak kompleks) yang paling aktual saat ini, menjadikan agama dianggap sebagai sumber masalah konflik.

Pada dasarnya konflik antarras bahkan antarnegara tidak bisa dipandang semata konflik agama. Diperlukan data-data yang utuh dan mampu memetakan konflik yang terjadi. Namun, sentimen agama memang masih cukup sensitif untuk memicu simpati dan dukungan kelompok. Bahkan, karena sentimen ini, banyak muslim yang terjun ke area konflik karena keyakinan bahwa mereka bisa mati syahid dalam konflik tersebut.

Permasalahan lainnya, selain konflik-konflik yang dibingkai sebagai masalah agama tersebut, mulai banyak golongan penyeru jihad yang melakukan aksi teror. Kita bisa mencontohkan gerakan ISIS, jaringan Jamaah Islamiyah, lalu konflik di Marawi dan belahan dunia lainnya, juga serangkaian aksi pemboman di Indonesia, berkaitan sangat erat nilai-nilai agama yang diyakini, terlebih Islam.

Kalangan ini, menganggap yang tidak sepaham dengan mereka, adalah kafir, dan wajib diperangi. Bukan sekadar propaganda, tetapi sudah dengan aksi nyata. Dalam hadits-hadits yang dikutip, semisal dalam pamflet-pamflet di media sosial maupun video-video yang diputar, menegaskan sikap untuk berperang atas nama Islam. Mereka menyebutkan bahwa Islam menyerukan untuk memerangi dan membunuh kaum kafir karena mereka mangkir dari agama Islam, dengan menyodorkan fakta-fakta sejarah perang yang dilakukan Nabi. Pertanyaannya, benarkah Nabi melakukan peperangan atas dasar perbedaan agama?

Perang antara Muslim dan non-Muslim telah terjadi sejak masa Nabi, itu benar adanya. Namun jika kita menganalisa lebih dalam, perang-perang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW itu tidak bermotifkan agama. Ada konflik lain yang memicu perang tersebut, terlebih peperangan itu dipicu lebih dahulu oleh kalangan non-Muslim yang bermaksud menumpas umat Muslim. Karena, Islam tidak membolehkan berperang sebelum diperangi terlebih dahulu. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 190.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Artinya, “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

KH Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Islam Antara Perang dan Damai menegaskan bahwa Nabi tidak pernah berperang atas motif perbedaan agama. Motif perang tersebut adalah konflik dengan alasan lain. Sebagai contoh, ada tiga perang penting pada masa Nabi melawan non-Muslim, tetapi kesemuanya bukan karena konflik agama. Berikut penjelasannya.

1. Perang Badar

Peperangan ini terjadi pada tahun kedua Hijriah, dan dipimpin oleh Nabi melawan kaum non-Muslim Mekkah. Mulanya, orang-orang yang berhijrah ke Madinah hendak meminta masyarakat non-Muslim Mekkah untuk mendapatkan hak kembali atas tanah, rumah, serta ternak mereka yang ditinggal hijrah.

Mereka sampaikan hal ini kepada kaum non-Muslim Mekkah yang berdagang ke Syam. Namun, ternyata para pedagang ini menginformasikan ke Mekkah menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka dalam bahaya. Sebab tersulut amarah, dikirimlah pasukan besar ke Madinah untuk membantu kaum mereka, yang dianggap akan diperangi oleh umat Muslim. Terjadilah peperangan di lembah Badar di selatan Madinah.

2. Perang Melawan kaum Yahudi

Perang melawan kaum Yahudi Madinah ini terjadi dalam Perang Bani Quraizhah pada tahun kelima hijriyah. Penyebabnya adalah pembatalan pakta damai secara sepihak oleh masyarakat Yahudi, yang telah disepakati bersama kaum Muslimin. Terjadi seusai perang Khandaq, perang Bani Quraizhah ini disebabkan pengingkaran kesepakatan damai secara sepihak, yang mencederai kedaulatan kaum Muslim di Madinah, bukan sebab perbedaan agama.

3. Perang Melawan Kaum Kristen dan Bizantium

Hal ini terjadi pada Perang Tabuk, saat diketahui bahwa Kerajaan Bizantium telah beraliansi dengan kabilah-kabilah non-Muslim dari daerah Syam untuk memerangi umat Muslim yang semakin meluas pengaruhnya. Perang ini terjadi pada tahun kesembilan hijriyah.

Nabi pun menyiapkan pasukan, tetapi setelah pasukan tiba di Tabuk, tidak ditemui adanya pasukan dari musuh. Perang pun tidak jadi dilakukan. Selanjutnya, datang beberapa kabilah dari kaum Kristen, dan Nabi membuat perjanjian perdamaian dengan mereka. Dari sini kita tahu, bahwa perang ini nyaris terjadi bukan karena motif agama, melainkan karena ancaman serangan dari luar.

Selain perang-perang tersebut, masih banyak contoh lain yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak sekalipun berperang atas nama agama. Selain itu, Islam tidak mengajarkan untuk memerangi non-Muslim, apalagi sesama Muslim yang masih seiman. Pun peperangan terjadi tidak boleh dimulai oleh Muslimin.

Pemicu dan kondisi sosio-politik perang-perang pada masa Nabi itu harus ditelaah lebih lanjut agar kita tidak terjebak pada pandangan bahwa Islam adalah agama yang “haus perang” dan kejam terhadap non-Muslim. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar