Khalifah
Yazid bin Abdul Malik: Instabilitas dan Pertumpahan Darah
Oleh:
Nadirsyah Hosen
Yazid bin
Abdul Malik otomatis menggantikan Umar bin Abdul Azis sebagai khalifah sesuai
dengan surat wasiat abangnya, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Umar dan Yazid
memang satu paket disebutkan dalam surat itu. Jadi, saat keluarga besar Dinasti
Umayyah meracun Khalifah Umar bin Abdul Azis yang terkenal baik dan sederhana
itu, mereka sudah tahu bahwa Yazid yang akan naik menggantikan Umar.
Yang
mereka tidak tahu tentu adalah bagaimana naiknya Khalifah Yazid akan membawa
instablitas politik dan pertumpahan darah selama masa kekuasaannya.
Menurut
Imam Thabari, Yazid berusia sekitar 29 tahun saat menjadi khalifah. Selama 40
hari setelah wafatnya Umar bin Abdul Azis, menurut Imam Suyuthi, dilaporkan
bahwa Yazid maish meneruskan kebijakan Umar bin Abdul Azis yang lurus dan adil.
Itu
sebabnya keluarga besar Dinasti Umayyah jengkel dan tidak sabaran kepada Yazid.
Maka didatangkanlah 40 ulama yang kemudian bersaksi bahwa seorang khalifah
tidak akan diminta pertanggungjawaban dan tidak akan terkena sanksi apa pun.
Sejak itu, Khalifah Yazid menjadi berubah. Kebijakan Umar bin Abdul Azis mulai
dia hapuskan. Bani Umayyah pun bersorak melihat perubahan ini.
Luar
biasa memang. Mana ada pemimpin yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban.
Hadits Nabi jelas menyatakan:
“Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Maka, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan
ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan seorang budak juga pemimpin
atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh
setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.”
(HR Bukhari)
Dalam
tulisan sebelumnya, Khalifah
Umar bin Abdul Azis yang Wafat Diracun, telah
saya kisahkan bagaimana Umar bin Abdul Azis mengadakan gencatan senjata dengan
Bistham, tokoh Haruriyah Khawarij. Lalu Bistham mengirim dua utusannya untuk
berdialog dengan Umar. Umar meminta waktu 3 hari untuk menjawab pertanyaan
utusan Bistham, namun Umar keburu wafat.
Lantas
apa yang terjadi dengan gencatan senjata ini?
Begitu
Yazid menggantikan Umar, Gubernur Iraq Abdul Hamid berusaha mengambil hati
Khalifah yang baru dengan mengirim surat kepada Jenderal Muhammad bin Jarir
untuk segera menyerang pasukan Bistham. Saat itu Bistham sedang menunggu
kembalinya dua utusan yang dikirim untuk berdialog dengan Umar. Bistham tidak
tahu bahwa Umar telah wafat.
Maka,
ketika pasukan Bistham melihat pergerakan pasukan Muhammad bin Jarir untuk
mengambil posisi menyerang, Bistham berkata: “Bukankah kita sudah berjanji
meletakkan senjata sampai dua utusan kami kembali dari istana Khalifah Umar?”
Muhammad
bin Jarir menjawab, “Kami tidak akan membiarkan kalian menunggu. Kami akan
menggempur kalian.”
Mengertilah
Bistham bahwa Khalifah Umar telah wafat karena perjanjian gencatan senjata
langsung dilanggar. Terjadilah pertempuran antara kelompok Khawarij dan pasukan
Khalifah Yazid.
Sebagai
catatan, Khawarij yang semula muncul akibat Perang Shiffin di
zaman Imam Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah ternyata masih terus memiliki
pengikut yang bergerak secara bawah tanah (underground). Ini satu bukti nyata
bahwa ideologi Khawarij tidak pernah padam. Khalifah Bani Umayyah sebelumnya
juga sering bertempur dengan kelompok Khawarij ini.
Haruriyah
ini adalah salah satu pecahan dari Khawarij. Ibn
Muljam, yang membunuh Imam Ali bin Abi Thalib, dikabarkan berasal dari kelompok
ini. Selain Haruriyah, pecahan Khawarij lainnya adalah kelompok Ibadiyah, yang
sekarang mayoritas ada di Oman dan berjumlah sekitar 3 juta pengikuti di
seluruh dunia.
Ibadiyah
berasal dari nama tokohnya, Abdullah bin Ibad at-Tamimi, yang kemudian berpisah
dari kelompok utama Khawarij di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (Khalifah
Kelima Dinasti Umayyah). Sepeninggal Abdullan bin Ibad, Jabir bin Zaid
meneruskan tampuk kepemimpinan kelompok Ibadiyah ini. Kalau kita terima
pandangan yang mengaitkan Ibadiyah dengan Khawarij ini, maka ketiga pihak yang
terpecah akibat Perang Shiffin dulu itu masih bisa kita temukan saat ini, yaitu
Sunni, Syi’ah dan Ibadiyah.
Kembali ke Khalifah Yazid bin
Abdul Malik. Pertempuran dengan Haruriyah semula dimenangkan oleh Haruriyah,
namun kemudian Khalifah mengirimkan bala bantuan tentara dari daerah lain untuk
mengepung Bistham dan pasukannya. Berturut-turut Khalifah mengirim Jenderal
Tamim bin al-Hubab, Najdah bin Hakam al-Azdi, Syahhaj bin Wada, masing-masing
dengan 2 ribu pasukan.
Tetapi
setiap jenderal yang dikirim Khalifah Yazid mengalami kekalahan. Akhirnya
Jenderal Maslamah dikirim dengan 10 ribu pasukan di bawah komando Sa’id bin Amr
al-Harashi. Bistham dan Haruriyah Khawarij dibantai habis.
Pertempuran
kedua di masa Khalifah Yazid bin Abdul Malik berkenaan dengan Yazid bin
Muhallab. Yazid bin Muhallab ini hidupnya bagai rollercoaster: kadang di atas,
dan di lain kejap di bawah, terus naik dan turun lagi. Di masa al-Hajjaj bin
Yusuf, dia sempat mencicipi kue kekuasaan, namun kemudian disingkirkan
Al-Hajjaj. Yazid hidupnya merana. Namun dia mendekat ke Sulaiman bin Abdul
Malik yang kemudian menjadi Khalifah. Naik lagi posisi Yazid bin Muhallab
sebagai Gubernur Khurasan.
Saat Umar
bin Abdul Azis menjadi Khalifah. Nasib Yazid kembali tragis. Umar tidak suka
dengan kebengisna Yazid yang gemar menyiksa rakyat Khurasan. Umar juga
mempertanyakan soal keuangan kepada Yazid yang terus mengelak. Akhirnya Yazid
dicopot sebagai Gubernur Khurasan dan dipenjarakan oleh Umar bin Abdul Azis. Saat
Umar bin Abdul Azis wafat, Yazid bin Muhallab kabur dari penjara.
Khalifah
Yazid bin Abdul Malik memerintahkan untuk menangkap Yazid bin Muhallab. Imam
Thabari bercerita panjang lebar bagaimana Yazid bin Muhallab berhasil menyusun
kekuatan dan melawan pasukan Khalifah Yazid. Tidak mudah bagi pasukan khalifah
mengalahkannya. Jenderal Maslamah kembali berperan di sini dan pasukannya
berhasil mengejar Yazid dan membunuhnya di al-Aqir, dekat Karbala.
Nanti di
masa Dinasti Abbasiyah, keluarga Muhallab akan mendapat posisi penting.
Begitulah hidup ini seperti rollercoaster. Tragedi dan kejayaan datang silih
berganti.
Begitu juga nasib Jenderal Maslamah yang sudah banyak membantu Khalifah Yazid bin Abdul Malik dalam berbagai pertempuran. Setelah meraih posisi puncak di Khurasan dan Irak, tiba-tiba Maslamah dipecat oleh Khalifah Yazid karena tidak mengirim setoran pajak ke Istana.
Nasib
tragis juga dialami Gubernur Ifraqiyah, Yazid bin Abi Muslim, yang menerapkan
kebijakan membayar pajak yang memberatkan rakyatnya, lantas dia dikepung dan
dibunuh oleh rakyatnya sendiri. Khalifah Yazid bin Abdul Malik yang dilapori
peristiwa itu malah mendukung tindakan yang diambil rakyat Ifraqiyah.
Masih
banyak lagi catatan Imam Thabari akan berbagai pertempuran dan pembantaian di
masa Khalifah Yazid bin Abdul Malik. Stabilitas hanya berjalan selama 40 hari
dari wafatnya Umar bin Abdul Azis. Setelah itu negara dalam keadaan
gonjang-ganjing di bawah Khalifah Yazid bin Abdul Malik.
Khalifah
Yazid bin Abdul Malik punya budak perempuan kesayangan, namanya Hababah.
Sewaktu Hababah meninggal, Yazid seperti orang bodoh, sehingga Jenderal
Maslamah melarang orang menemui khalifah selama 7 hari karena khawatir tersebar
berita kondisi Yazid ini. Yazid wafat tak lama kemudian.
Masa
kekhilafahan Yazid bin Abdul Malik hanya sekitar empat tahun, namun sekian
banyak darah tumpah di bawah kepemimpinannya. Khalifah ini wafat saat masih
muda, sekitar 34 tahun. Beliau wafat pada 28 Januari 724 Masehi. Anaknya,
al-Walid, saat itu berusia 15 tahun dan belum dipandang layak menggantikan
bapaknya. Kekhilafahan beralih kepada Hisyam bin Abdul Malik, sesuai wasiat
Yazid. Dengan demikian, empat anak Abdul Malik bin Marwan telah menjadi
Khalifah pada Dinasti Umayyah: Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan
Hisyam.
Imam
Suyuthi mengabarkan bahwa Abdul Malik bin Marwan pernah bermimpi mengencingi
mihrab masjid empat kali. Seorang ulama besar Sa’id bin Musayyab kemudian
menakwil mimpi tersebut: “Akan ada empat anakmu yang menjadi khalifah.”
Ternyata takwil mimpi tersebut benar. Dan satu lagi, ternyata kekuasaan
keempatnya tak lebih bagai air kencing di mihrab masjid–sebuah isyarat yang begitu
dalam bagi yang memahaminya. []
GEOTIMES,
13 Agustus 2017
Nadirsyah
Hosen | Rais Syuriah NU Australia – Selandia Baru dan dosen senior di Faculty
of Law, Monash University
Tidak ada komentar:
Posting Komentar