Anomali Bisnis tanpa Keterangan
Oleh: Dahlan Iskan
SAYA ajukan pertanyaan ini kepada beberapa ahli
ekonomi: mengapa harga saham di pasar modal naik terus? Padahal, ekonomi riil
lagi sulit.
Pertanyaan itu kembali saya ajukan kepada Jenderal
(purnawirawan) Luhut Pandjaitan. Yakni saat Menko Kemaritiman itu berkunjung ke
rumah saya Senin lalu (17/7). Dia pun heran mengapa pelaku bisnis merasa
bisnisnya sulit. Padahal, katanya, makroekonominya baik semua.
Naiknya harga saham di tengah lesunya dunia bisnis
tidak mudah dijawab. Tiga ahli ekonomi yang saya tanya tentang itu tidak ada
yang bisa menjawab seketika. Perlu waktu dua hari untuk menuliskan jawaban.
”Kami harus diskusikan dulu, Pak Dahlan,” jawab seorang
guru besar terkemuka saat saya ”menagih” jawabannya. Padahal, biasanya untuk
pertanyaan apa pun, respons beliau cepat sekali. Intinya, sulit mencari jawaban
terjadinya anomali itu.
Ahli satunya lagi akhirnya menjawab dengan perkiraan.
Tidak pasti. Perkiraan itu pun kelihatannya juga sudah didiskusikan selama tiga
hari bersama teman-temannya sesama ahli.
Mungkin, katanya, investor percaya bahwa masa depan
ekonomi Indonesia tetap cerah. Mungkin karena peringkat Indonesia sudah kembali
naik ke investment grade. Mungkin karena dunia percaya pada disiplin
pengelolaan APBN kita. Mungkin karena neraca perdagangan surplus. Mungkin
karena cadangan devisa naik. Mungkin karena tax amnesty dianggap sukses besar.
Mungkin karena berita-berita pembangunan infrastruktur sangat kencang. Inflasi
terkendali.
Jawaban spontan Pak Luhut justru berupa pertanyaan
balik: mengapa para pelaku bisnis merasa tidak baik? ”Padahal, makroekonominya
bagus semua lho,” katanya. Pak Luhut lantas menjelaskan keberhasilan bidang
makroekonomi tersebut.
Salah seorang tim ahli yang hari itu ikut dalam
rombongan Pak Luhut urun rembuk. Tim ahli itu semuanya anak-anak muda. Lulusan
berbagai universitas terkemuka. Di dalam maupun luar negeri. ”Anomali itu lagi
kami pelajari,” katanya. Misalnya, apakah ada perpindahan sektor bisnis?
Sektor-sektor lama seret, tapi ada sektor-sektor baru yang tumbuh. Bisnis
Telkomsel, katanya, tahun ini meningkat.
Pak Luhut juga memberikan harapan baru. Industri nikel
di Sulawesi Tenggara sudah bisa menjadi penggerak baru ekonomi. Beliau menyebut
pengolahan nikel di Morowali dan Konawe. Skalanya raksasa. Mulai pelabuhan
besarnya, kawasan industrinya, sampai lapangan terbangnya. Semuanya baru jadi
atau sedang dalam penyelesaian.
Saya bisa membayangkan besarnya pengaruh proyek
tersebut. Saya tahu sendiri. Di akhir masa jabatan sebagai menteri BUMN, saya
sempat pergi ke Konawe. Pabrik raksasa itu saat itu sudah terlihat gigantik.
Hampir jadi.
Bandara Morowali akan mengubah peta wilayah itu.
Seperti berubahnya kawasan timur Sulawesi lainnya, Luwuk. Setelah di situ ada
proyek besar LNG, pelabuhan besar yang istimewa dalamnya (16 meter) dan bandara
baru. Perkiraan saya berikutnya akan segera ada usulan provinsi baru: Sulawesi
Timur.
Anomali makro-mikro itu memang harus segera terjawab.
Apa penyebabnya. Dan apa jalan keluarnya. Kalau mikronya terus saja tidak
membaik, buntutnya akan menyeret makronya juga.
Bunga bank yang selama ini bisa dipaksa rendah akan
membuat bank kesakitan. Penyaluran dana ke sektor mikro akan terhambat.
Pengusaha kadang lebih perlu ada penyaluran uang. Biarpun bunga agak tinggi. Daripada
bunga rendah, tapi tidak ada uang. (*)
JAWA POS, 24 Jul 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar