Dakwah Wali Songo lekat dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat. Salah satu anggota Wali Songo yang akrab dengan tradisi dan budaya dalam menyebarkan Islam adalah Sunan Kalijaga (Raden Mas Said). Bahkan salah satu murid Sunan Bonang ini kerap menciptakan tembang dan karya-karya seni lain, salah satunya wayang untuk menarik minat masyarakat secara tidak langsung untuk mempelajari Islam.
Sunan Kalijaga amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan wayang. Sebagai
dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki
Dalang Kumendung, atau Ki Unehan. Berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya,
Sunan Kalijaga tidak mematok tarif bagi yang ingin menyaksikan pertunjukan
beliau, melainkan cukup dengan menyebut Kalimosodo atau dua kalimat syahadat
sebagai tiket masuknya.
Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan wayang Sunan Kalijaga
sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan Kalijaga berbaur, lambat laun
masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan mulai menjalankan syariat
Islam.
Dalam pertunjukannya, terdapat banyak lakon digubah Sunan Kalijaga yang
diadaptasi dari naskah kuno, salah satu yang paling digemari adalah lakon Dewa
Ruci, Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja, dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu, Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti
punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Selain menggelar
pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga juga menggubah tembang-tembang yang sarat
dengan muatan keislaman, seperti Kidung Rumeksa ing Wengi, Ilir-ilir, dan lain
sebagainya.
Sejarawan Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2012) menjelaskan, selain
sebagai dalang dan penggubah tembang, Sunan Kalijaga juga berkreasi sebagai
seniman dan penari topeng, perancang pakaian, perajin alat-alat pertanian,
hingga penasihat sultan dan kepala-kepala daerah di masa itu.
Sunan Kalijaga menikahi Siti Zainab, adik Sunan Gunung Jati. Istrinya yang lain
adalah Dewi Sarah, putri Maulana Ishak. Dari istri-istrinya itu, Sunan Kalijaga
memperoleh beberapa anak, di antaranya adalah Watiswara atau Sunan Penggung dan
Sunan Muria.
Kedua anaknya itu melanjutkan dakwah yang dirintis Sunan Kalijaga. Tidak ada
catatan pasti yang menyebutkan kapan Sunan Kalijaga meninggal dunia. Makamnya
terletak di Desa Kadilangu, kira-kira berjarak 3 km dari Masjid Agung Demak.
Namun demikian, model dakwah yang digagas oleh Sunan Kalijaga sempat mendapat
pandangan yang berbeda dengan para wali lain. Suatu ketika, dalam rapat dewan
wali untuk membahas strategi dakwah Islam, Sunan Ampel yang kala itu menakhodai
Wali Songo sempat tidak setuju menggunakan instrumen tradisi dan budaya
masyarakat dalam menyebarkan Islam. (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan
NU, 2010).
Kekhawatiran ini dipahami betul oleh Sunan Kalijaga, karena Sunan Ampel tidak
ingin ajaran Islam terlalu bercampur dengan budaya dan tradisi masyarakat.
Seketika itu pula Sunan Kalijaga memberikan argumentasinya bahwa Islam tidak
akan tercampur dengan budaya dan tradisi, melainkan Islam akan memberikan ruh
terhadap kebiasaan-kebiasaan masyarakat tersebut.
Islam 100 persen tetap pada ajarannya dan masyarakat pun tetap dapat
menjalankan tradisinya, selama tradisi dan budaya masyarakat tersebut tidak
merusak martabat kemanusiaan. Argumentasi Sunan Kalijaga akhirnya mendapat
respon positif dewan wali sehingga agama Islam terus berkembang di tengah
masyarakat. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar