Dorce Gamalama memiliki kesan mandalam tentang sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Bukan hanya sosoknya yang kerap memberikan pembelaan terhadap kaum tertindas dan marjinal, tetapi juga tentang Gus Dur yang humoris penuh dengan joke-joke segar dan cerdas.
Dalam buku Gus! Sketsa Seorang Guru Bangsa (2017: 71), Dorce bercerita bahwa
suatu ketika di malam pengumpulan dana untuk Yayasan Puan Amal Hayati milik Ibu
Sinta Nuriyah, dirinya turut hadir mengibur hadirin. Suasana ketika itu ramai
karena ada pertunjukan musik dan band.
Kegiatan tersebut kala itu bersamaan dengan momen pemilihan capres-cawapres.
Adapun Gus Dur saat itu terganjal oleh syarat kesehatan fisik. Ketika Dorce
naik di atas panggung, ia bertanya kepada Gus Dur, “Gus, bagaimana kalau sampeyan
jadi presiden, saya jadi menteri apa?” Gus Dur menjawab, “Kamu tak angkat jadi
menteri pegadaian.”
Semua orang tertawa mendengar jawaban Gus Dur yang spontan itu. Dorce tidak
menjelaskan mengapa Gus Dur spontan menyebut menteri pegadaian saat itu.
Dorce menjelaskan bahwa Gus Dur merupakan satu dari dua kiai bijak yang
melindungi dirinya, yang tanpa ragu ia curhati selain Gus Miek (KH Hamim
Djazuli, Ploso, Kediri). Menurut Dorce, Gus Dur dan Gus Miek bukan tipe ulama
yang mengafir-sesatkan siapa yang datang kepadanya. “Kalau saya mengadu suatu
masalah pun, mereka tidak langsung menindak dan mengecap saya dengan tuduhan
macam-macam. Keduanya mencarikan dasar yang jelas atas masalah yang saya
hadapi,” kata Dorce.
Dorce mengakui bahwa menghadapi Gus Dur begitu santai, penuh obrolan dan canda.
Sejak pertama bertemu, sempat pula Dorce bertanya tentang status
keperempuanannya yang kala itu menjadi polemik. Gus Dur, kata Dorce, dengan
santai menjawab, jika dirinya yakin dengan perempuan, ya diyakini saja, jalan
terus. “Kamu percaya shalat, ngaji, dapat pahala, ya sudah jalani saja,” ungkap
Dorce menirukan perkataan Gus Dur saat itu. Dorce pun menjelaskan bahwa
jawaban Gus Dur tersebut adalah jawaban yang tidak membebankan.
Polemik yang mengemuka atas status dirinya memang kerap memancing kontroversi.
Dorce mengaku bahwa dirinya banyak yang membela meskipun secara tidak langsung.
“Saya kadang bilang, sudahlah, nggak perlu terlalu melindungi saya. Saya
orangnya begini ya biarkan saja. Masuk ke surga atau neraka itu terserah Allah.
Seandainya neraka yang saya dapat, jika Allah ridha, ya tak terima,” ucap
Dorce.
Dorce mengungkapkan bahwa Gus Dur dan Gus Miek membelanya tanpa pamrih,
spontan, nggak ngumpet-ngumpet, serta nggak takut dengan cercaan publik. Hal
itulah, tegas Dorce, yang juga Gus Dur lakukan terhadap kelompok minoritas
lain, baik kelompok minoritas secara agama atau keyakinan, sosial, dan gender.
“Gus Dur di mata saya adalah sosok yang dapat mengerti pikiran saya. Maka saya
sangat sedih jika melihat beberapa orang main hujat dan caci maki sama Gus Dur,
di internet misalnya. Mereka melakukan itu karena mereka sebenarnya tidak tahu
siapa Gus Dur,” ungkap Dorce.
Dorce merupakan pemrakarsa pembangunan Masjid Al-Hayyu 63 di Jalan Rawa Binong,
Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Pada saat peresmian
masjid tersebut, Dorce mengundang Gus Dur dan Ibu Sinta Nuriyah. Gus Dur
diminta untuk meresmikan Masjid Al-Hayyu 63 saat itu.
Dalam peresmian tersebut, Dorce mengungkapkan bahwa kala itu Gus Dur berpidato
dengan mengatakan, “Dorce itu cuma satu, jadi tolong dijaga.” Mendengar
perkataan Gus Dur itu, Dorce merasa senang dan terharu. Dorce merasa bukan
siapa-siapa sehingga ia juga merasa terharu terhadap sosok Gus Dur, Presiden
ke-4 RI dalam kondisi fisik kurang sempurna, tetapi berkenan datang di
acaranya. “Dia (Gus Dur) memang orang yang merangkul siapa saja,” kata Dorce.
Dorce Gamalama meninggal dunia pada Rabu (16/2/2022) di Rumah Sakit Pertamina
Simprug, Jakarta Selatan setelah berjuang melawan sakitnya sejak Oktober 2021.
Saat itu, kondisi kesehatan Dorce menurun dan tidak bisa berjalan sehingga
harus mengenakan kursi roda. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar