Abu Darda’ adalah salah satu sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari kalangan Anshar. Pernah suatu ketika ia didatangi seorang laki-laki dan mengatakan bahwa rumah Abu Darda’ kebakaran. Dalam riwayat lain bahkan dijelaskan kedatangannya kepada Abu Darda’ dilakukan berulang kali dengan mengabarkan informasi yang sama, bahwa rumahnya kebakaran.
Rupanya keyakinannya kepada Rasulullah menjadikan Abu Darda’ tidak percaya pada
informasi seorang laki-laki yang menemuinya. Keyakinan itu berdasar pada sabda
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
من
قالها أول نهاره لم تصبه مصيبة حتى يمسي ومن قالها اٰخر النهار لم تصبه مصيبة حتى
يصبح: اَللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَاإِلهَ إِلَّا أَنْتَ عَلَيْكَ تَوَكّلْتُ
وَأَنْتَ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ
لَمْ يَكُنْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
أَعْلَمُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا. اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ
وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ اٰخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّيْ عَلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
Artinya, “Barang siapa membaca (beberapa kalimat doa dan dzikir) di permulaan
siang (pagi) maka ia tidak akan tertimpa musibah hingga sore hari. Dan barang
siapa membacanya di akhir hari (sore) maka ia tidak akan tertimpa musibah
hingga pagi hari.
‘Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan melainkan Engkau. Kepada-Mu saya
bertawakal. Engkau Tuhan Arsy yang sangat agung. Kalau Engkau berkehendak maka
akan terjadi, jikalau tidak, maka tidak akan terjadi. Tiada daya dan kekuatan
melainkan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Saya mengetahui bahwa Allah
terhadap segala sesuatu itu mampu. Dan Ilmu Allah mencakup segala hal. Ya Allah
saya berlindung kepada-Mu dari kejelekan diriku, dan kejelekan seluruh binatang.
Engkau yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di jalan yang lurus’,”
(HR. Ibn Sini; lihat Syekh Nawawi, al-Adzkar, Semarang: Pustaka Alawiyah, hal.
79).
Di akhir kisahnya Abu Darda’ mengajak orang-orang yang mengatakan bahwa rumah
beliau terbakar untuk memastikan kebenaran tersebut. Berbekal keyakinan
kebenaran hadits Rasulullah, Abu Darda’ tetap optimis bahwa rumahnya dalam
keadaan baik-baik saja karena setiap pagi dan sore beliau membaca apa yang
diajarkan Rasulullah tersebut.
Sesampainya di tempat kejadian, seakan terlihat keajaiban yang luar biasa.
Sekitar rumah Abu Darda’ semua hangus terbakar, namun rumah beliau tidak
terjilat api sedikit pun, bahkan masih dalam kondisi sebagaimana asalnya. Jika
keyakinan atas kebenaran Allah dan rasulnya telah bulat, tiada hal yang dapat
mengalahkan.
Melalui para utusan, Allah menunjukkan kasih sayangnya sebagaimana terangkum
dalam ajaran Islam. Bukan hanya keselamatan akhirat, kesejahteraan dunia pun
Islam tawarkan kepada umatnya. Abu Darda’ menjadi salah satu contoh pendengar
sekaligus pengamal ajaran Rasulullah terkait dzikir pagi dan petang ikhtiar
pelindung dari segala kejahatan.
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari kisah tersebut di antaranya, pertama, musibah bagi manusia adalah keniscayaan. Apakah itu berbentuk ujian atau bahkan teguran. Kebenaran ini telah dikabarkan dalam Al-Qur’an,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ
وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ
مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
Artinya, “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,)
kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn’
(sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami
akan kembali).” (QS al-Baqarah [2]: 155-156).
Kedua, kelemahan manusia mengharuskannya selalu kembali kepada yang Mahakuasa,
baik melalui doa-doa maupun dzikir sebagaimana telah diajarkan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam.
يُرِيدُ
اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا
Artinya, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan
bersifat lemah” (QS. An-Nisa [4]: 28).
Disebutkan dalam ayat lain, bahwa kebahagiaan atau kesusahan seorang hamba
bergantung di bawah kuasa-Nya.
وَأَنَّهُ
هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى
Artinya, "dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan
menangis" (QS An-Najm [53]: 43).
Ketiga, tiada kebahagiaan dapat dinikmati seorang hamba, kecuali ia konsisten
mengikuti petunjuk Allah dan rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
تركت
فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله
Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah
(Al-Quran) dan sunah Rasul.” (HR. Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan).
[]
Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar