Ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan keutamaan cinta atau mahabbah kepada Allah terbilang banyak. Dalil yang menganjurkan cinta kepada Allah adalah Surat At-Taubah ayat 24 dan hadits riwayat Bukhari. Tetapi cinta adalah aktivitas batin yang tersembunyi. Lalu bagaimana perwujudan cinta kepada Allah dalam bentuk perilaku?
Sebelum sampai ke sana, kita mengutip terlebih dahulu firman dalam At-Taubah ayat 24 berikut ini:
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَاأَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya, “Katakanlah, ‘Jika bapak, anak, saudara, istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan putusan-Nya.’ Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik,” (At-Taubah ayat 24).
Ayat ini memperingatkan agar manusia memberikan cintanya untuk Allah pada peringkat pertama. Ayat ini mendorong umat Islam untuk mencintai Allah melebihi segala yang dimilikinya.
Sementara hadits riwayat Bukhari yang berisi hadits qudsi berikut ini menyebut wali sebagai orang yang dicintai Allah. Ketika seseorang sudah dicintai oleh-Nya, maka Allah akan menjadi pembela dan pelindungnya.
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَن شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَن نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ صحيح البخاري: 6137
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, ‘Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Tiada hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amalan) melebihi dari apa yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintai-Nya. Bila Aku mencintainya, maka Aku menjadi telinga sebagai alat pendengarannya, menjadi mata sebagai alat penglihatannya, menjadi tangan sebagai alat pemegang, dan menjadi kaki sebagai alatnya berjalan. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku memberinya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku melindunginya. Tiada ‘kebimbangan’ sesuatu yang Kulakukan selain mencabut nyawa orang beriman yang mana ia tidak menyukai kematian dan Aku tidak suka menyakitinya,” (HR Bukhari nomor 6137).
Syekh M Nawawi Banten mengutip ulama yang menyebutkan sepuluh makna cinta seorang hamba kepada Allah. Cinta seseorang kepada Allah dapat terwujud dalam sepuluh bentuk sikap.
وقال بعضهم محبة الله على عشرة معان من جهة العبد
Artinya, “Sebagian ulama mengatakan bahwa cinta kepada Allah terdiri atas sepuluh makna dari sisi hamba,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 6).
Berikut ini adalah sepuluh makna cinta seorang hamba kepada Allah:
Pertama, seseorang meyakini bahwa Allah adalah zat terpuji dari segala sisi. Demikian juga sifat-Nya. Seseorang harus meyakini bahwa sifat Allah adalah sifat terpuji.
Kedua, seseorang meyakini bahwa Allah berbuat baik, memberikan nikmat, dan memberikan kemurahan kepada hamba-Nya.
Ketiga, seseorang meyakini bahwa kebaikan Allah terhadap hamba-Nya lebih besar daripada amal hamba-Nya baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan ibadah kepada-Nya meski amal itu sempurna dan banyak.
Keempat, seseorang meyakini bahwa Allah memiliki sedikit tuntutan dan beban untuk hamba-Nya.
Kelima, seseorang dalam banyak waktunya harus takut dan khawatir atas keberpalingan Allah darinya dan pencabutan makrifat, tauhid, dan selain keduanya yang Allah anugerahkan kepadanya.
Keenam, seseorang memandang bahwa ia pada seluruh keadaan dan cita-citanya berhajat kepada Allah, yang tidak bisa terlepas dari-Nya untuk segala hajatnya.
Ketujuh, seseorang senantiasa menjaga zikir dengan sebaik-baik apa yang ditakdirkan untuknya.
Kedelapan, seseorang berupaya sekuat tenaga untuk menjaga ibadah wajib dan mendekatkan diri melalui ibadah sunnah semampunya.
Kesembilan, seseorang berbahagia ketika mendengar orang lain memuji Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad di jalan-Nya baik secara rahasia, terang-terangan, dengan jiwa, harta, dan keturunannya.
Kesepuluh, ketika mendengar orang lain berzikir, seseorang yang mencintai Allah membantunya. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar