KHUTBAH GERHANA
Gerhana, Covid-19, dan Keagungan Allah
Khutbah I
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمَ ×٩
الحَمْدُ لِلّٰهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخِرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرّحِيمُ الغَفُوْرُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْـتُمْ مُسْلِمُوْنَ، فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Para hadirin jamaah shalat gerhana yang semoga dimuliakan Allah,
Allah sudah menetapkan bahwa parameter pokok kemuliaan seseorang adalah ketakwaannya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum (QS al-Hujurat: 13). Karena itu khatib dalam kesempatan ini mengingatkan diri sendiri dan kepada jamaah sekalian agar meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah ﷻ, dengan menjalankan segenap perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ma’asyiral Muslim hafidhakumullah,
Sebagai umat Islam kita wajib meyakini bahwa segala keberadaan di alam semesta ini, baik tampak maupun yang gaib, adalah makhluk Allah ﷻ. Kehendak Allah bersifat mutlak, siapa pun dan apa pun tiada yang sanggup menghalangi atau memaksa-Nya. Meski demikian, tidak ada satu pun keberadaan di semesta raya ini tercipta secara main-main atau sia-sia. Artinya, di balik setiap makhluk Allah yang tak terhitung jumlahnya itu ada makna dan kebijaksanaan, terlepas kita mengetahuinya atau tidak.
Di antara ciptaan sejagat itu manusia adalah makhluk paling bagus secara bentuk. Allah ﷻ menganugerahinya akal sehat sehingga memiliki kemampuan untuk berpikir, mempertimbangkan, serta membedakan benar-salah dan baik-buruk. Kemampuan ini selain merupakan keistimewaan, juga sekaligus menjadi beban: manusia bertanggung jawab atas karunia akalnya itu sebagai sarana penghambaan penuh kepada Allah ﷻ, serta memberi kemaslahatan kepada alam dan sesama manusia. Akal itu kemudian Allah lengkapi dengan anugerah lain berupa wahyu yang turun melalui para rasul-Nya.
Ma’asyiral Muslim hafidhakumullah,
Apa sesungguhnya hubungan manusia dan alam semesta? Keduanya memang berasal dari satu muasal, yakni Allah ﷻ. Namun, sebagai makhluk yang menerima mandat sebagai khalifah di muka bumi, manusia mempunyai kedudukan spesial untuk menjadikan alam semesta sebagai hal yang bermanfaat untuk dirinya, juga sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Dalam konteks ini, alam tak ubahnya ayat, tanda yang menghantarkan kesadaran kita kepada kekuasaan dan keagungan Allah ﷻ.
Pada hakikatnya, semua yang Allah ciptakan di dunia ini, baik fisik maupun non-fisik tak lebih dari sekadar tanda. Kita biasa menyebutnya ayat kauniyah, “ayat realitas” yang biasa dibedakan dengan ayat qauliyah yang berupa teks di dalam kitab suci. Sebagaimana air mendidih di atas kompor, yang membuat kita secara refleks berpikir tentang kepastian adanya energi panas api di bawahnya, begitu juga seharusnya kita dalam merespons berbagai fenomena di alam semesta ini dengan segala kerumitan dan kedahsyatannya. Ia semestinya secara otomatis mengajak kita untuk berpikir tentang hadirnya Sang Pengendali atau Sang Penguasa jagat raya (rabbul ‘âlamîn). Dengan kata lain, semesta makhluk ini hanyalah ayat (tanda) adanya Dzat Yang Mahaada, sumber dari seluruh keberadaan.
Hal ini selaras dengan pesan ayat dalam Al-Qur’an:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ
Artinya : “Kami (Allah) akan memperlihatkan kepada mereka tanda–tanda (ayat) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri….” (QS Fushshilat: 53).
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali menegaskan dalam karyanya al-Hikmah fî Makhlûqâtillah ‘Azza wa Jalla, merenungi makhluk Allah merupakan jalan ma’rifatullah (mengenal Allah). Bekalnya adalah akal, disempurnakan dengan petunjuk wahyu, dan dibantu oleh pancaindra manusia. Meski mustahil kita bisa menadaburi semua ciptaan dan hikmah di baliknya, ikhtiar demikian sanggup mengokohkan iman dan mendekatkan manusia pada derajat muttaqin (orang bertakwa).
Jamaah shalat gerhana yang semoga dirahmati Allah,
Fenomena gerhana, baik gerhana bulan ataupun matahari sejatinya adalah bagian dari tanda kekuasaan Allah. Seperti halnya fenomena-fenomena alam lain, ia menyiratkan tentang keteraturan yang menakjubkan.
Gerhana adalah fenomena astronomi sebagai hasil dari "pertemuan" Bumi, Bulan, dan Matahari pada satu garis lurus yang sama, sehingga bayangan satu benda angkasa menutupi benda angkasa yang lain. Saat Bumi berada di antara Bulan dan Matahari maka disebut gerhana bulan. Sementara Bulan berada di antara Matahari dan Bumi maka dinamakan gerhana matahari. Seluruh benda raksasa itu mengapung dalam sistem tata surya yang tertib, bergerak sesuai orbit masing-masing, berputar pada poros masing-masing, dan semua menimbulkan berbagai peristiwa alam lain yang bermanfaat bagi manusia di bumi: perubahan siang-malam, pergantian musim, dan lain sebagainya.
Mengagumi gerhana atau peristiwa-peristiwa lain—seperti gerhana, supermoon, hujan meteor, pergerakan komet, atau semacamnya—di luar angkasa sebenarnya tak terlalu sulit. Kejadian-kejadian itu bersifat makro, juga di luar kendali manusia. Berbeda dari peristiwa biologi atau kimia, misalnya, fenomena astronomi berada di luar jangkauan rekayasa manusia. Fenomena astronomi bergerak begitu saja sesuai kodrat alamiahnya tanpa bisa diintervensi atau dimanipulasi. Manusia dengan segenap kelemahannya hanya sanggup menyaksikan, atau paling jauh mengobservasi alias mengamati.
Para hadirin,
Mudah mengagumi peristiwa-peristiwa besar merupakan hal yang patut disyukuri. Namun, kekaguman model begini juga kadang menyimpan ironi tersendiri. Sebab, seolah manusia sedang membuat kategori “peristiwa besar dan peristiwa kecil” dengan ukuran yang terlalu sederhana. Jika konsisten dengan pandangan bahwa seluruh kejadian adalah ayat Allah, maka sudah sepatutnya seluruh fenomena adalah “peristiwa besar”. Bukankah kebesaran Allah sebetulnya mudah sekali kita jumpai di sekeliling kita? Siapakah manusia di dunia ini yang sanggup menciptakan telur lalu menghasilkan kehidupan dengan seluruh kompleksitas jaringan di dalamnya? Adakah ilmuwan di dunia ini yang sanggup mengoperasi jantung nyamuk?
Manusia memang punya kecenderungan melupakan hal-hal di sekelilingnya “yang remeh” justru karena “yang remeh” itu terlalu sering berada di dekatnya. Ia menjadi peristiwa yang tak lagi langka, lalu tenggelam dalam dari daftar sesuatu yang menakjubkan. Jika binatang yang kasat mata saja demikian mengherankan, apalagi kehidupan mikrobiologis seperti virus yang tak bisa dideteksi mata telanjang.
Virus memang bukan organisme seluler (karena tidak memiliki bagian-bagian sel) tapi ia tetap memiliki susunannya sendiri: kepala, kapsid (selubung luar), asam nukleat, leher, dan ekor. Di dalamnya masih terdapat subunit protein, serta molekul DNA atau RNA.
Ma’asyiral Muslim hafidhakumullah,
Tanpa menunggu fenomena luar angkasa, seyogianya kita sudah bisa menghayati keagungan Allah lewat kejadian-kejadian di dekat kita dan dalam keseharian kita. Termasuk fenomena munculnya Covid-19, penyakit akibat novel coronavirus atau biasa kita kenal dengan sebutan virus Corona yang melanda masyarakat dunia saat ini. Kehebatan makhluk tak tampak ini bukan saja dari struktur biologisnya melainkan juga pada dampak sistemik yang ditimbulkannya, yang meliputi sektor ekonomi, politik, budaya, bahkan agama. Bukankah Allah memerintahkan kita, tidak hanya mengamati langit tapi juga segala apa yang ada di bumi?
قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ
Artinya, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Perhatikanlah apa saja yang ada di langit dan di bumi!’” (QS Yunus: 101).
Jamaah sekalian yang berbahagia,
Saat terjadi gerhana, selain menganjurkan pemeluknya untuk memperbanyak berdzikir, beristighfar, dan shalat, syariat Islam juga menekankan pentingnya bersedekah. Setelah kita menyadari kebesaran, keagungan, dan kekuasaan Allah yang begitu sempurna, manusia diajak untuk merendahkan hati lalu berempati kepada sesama.
Seruan untuk bersedekah sangat relevan diterapkan pada masa-masa sulit musim pandemi seperti sekarang ini; ketika banyak orang yang mengalami penurunan penghasilan, bangkrut, atau kehilangan pekerjaan. Solidaritas kita kepada mereka yang membutuhkan kian memperkuat bahwa kita tak hanya istiqamah membangun kedekatan dengan Allah tapi juga menjalin hubungan sosial secara baik dengan orang lain sebagai hamba Allah yang sama-sama hidup di semesta alam raya ini.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمَ ×٩
الَّذِيْ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ. اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Mahbib Khoiron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar