Manusia sebagai puncak tertinggi dalam piramida rantai makanan, tentunya membutuhkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Ketergantungan manusia terhadap hewan dan tumbuhan sebagai sumber pangan, menjadikannya harus mampu mendistribusikan sumber daya alam yang ada dengan baik. Begitu pula dengan hewan yang bergantung pada tumbuh-tumbuhan untuk pemenuhan kebutuhannya serta bertahan hidup.
Realitas tersebut menggambarkan bahwa manusia menempati posisi tertinggi dalam
piramida rantai makanan dan sumber daya alam. Namun, perkembangan dan jumlah
penduduk manusia di bumi yang sangat cepat dan tinggi, sayangnya tidak
dibarengi dengan pertumbuhan dalam sektor sumber daya alam. Ketersediaan bahan
pangan terus merosot, sehingga krisis pangan pun terjadi di muka bumi, tempat
di mana manusia mendirikan peradaban mereka.
Dalam bidang ekonomi, kelangkaan sumber daya alam menjadi pembahasan yang
utama. Krisis ini menarik para ahli untuk menaruh fokus mereka pada observasi
fenomena yang sedang terjadi. Tidak sedikit para cendekiawan melahirkan
karya-karya baru untuk memberikan solusi atas masalah tersebut.
Pembahasan kelangkaan sumber daya alam faktanya menjadi pokok utama yang
menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan masyarakat. Sebagian orang
menganggap kelangkaan sumber daya alam benar adanya, sedangkan sebagian lain
meyakini bahwa Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatu untuk manusia dengan
sempurna.
Pada dasarnya, manusia membutuhkan barang dan jasa untuk dapat menjalani
kehidupan di muka bumi. Sedangkan sumber daya yang tergambar dari barang dan
jasa itu keberadaannya ditentukan oleh sumber daya alam dan kemampuan manusia
dalam mengelolanya. Ekonomi positif mengatakan, apabila sumber daya alam
dieksploitasi dan didistribusikan dengan baik, yakni dengan menyesuaikan
kebutuhan manusia, maka tidak akan terjadi masalah kelangkaan sumber daya
alam.
Eksklusivitas sumber daya alam itu bersifat relatif, dalam arti tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan kepuasan manusia yang tidak ada habisnya. Bahkan,
kebutuhan manusia itu senantiasa bertambah, bermacam-macam, dan
berkelanjutan. Lantas, bagaimana sesuatu yang tidak terbatas bersandar
pada sesuatu yang terbatas?
Dewasa ini telah banyak bermunculan karya-karya ilmiah yang mulai mendalami
permasalahan ini secara spesifik. Mengkonfirmasi dengan data dan statistik guna
melerai polemik. Para penganut ekonomi positif mengarahkan pandangan mereka
untuk mengatakan bahwa kelaparan yang terjadi karena terbatasnya sumber daya
alam disebabkan oleh ketidakpiawaian manusia dalam mengelola dan
mendistribusikan sumber daya alam tersebut, bukan karena eksklusivitas itu
sendiri.
Mendiagnosa kelaparan sebagai akibat dari kelangkaan pangan dan lahan adalah
upaya menyalahkan alam atas masalah buatan manusia. Setidaknya, ada kurang
lebih 500 juta orang di dunia menderita kekurangan gizi dan kelaparan. Suatu
masalah yang terjadi di tengah melimpahnya pangan.
Salah satu cara yang dapat membuktikan bahwa kelangkaan lahan dan pangan
bukanlah penyebab utama dari kelaparan adalah dengan menjelaskan bahwa tidak
ada kelangkaan di keduanya. Setidaknya, dunia menghasilkan setiap hari dua pon
biji-bijian, yaitu lebih dari tiga ribu kalori dan protein berlimpah untuk
setiap pria, wanita, dan anak-anak. Dengan perkiraan, tiga ribu ini lebih
banyak dari pada yang dikonsumsi oleh orang Barat setiap harinya.
Secara global, tidak ada dasar atas anggapan kelangkaan pangan dan lahan untuk
umat manusia. Penting untuk dimunculkan, apakah ada sumber daya yang cukup
untuk menghasilkan makanan di Negara yang terdapat orang-orang membutuhkan di
dalamnya? Kemudian dikonfirmasi bahwa sebenarnya, banyak negara mampu memenuhi
kebutuhan mereka. Akan tetapi selalu tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga
membuat kekurangan pangan bagi banyak orang dan kelebihan pangan bagi sebagian
orang.
Pendeskripsian kebutuhan berperan penting untuk merumuskan masalah. kebutuhan
adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk menjaga keberlangsungan hidup
mereka. Yang mana, ketidak mampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan
berimbas pada kerusakan dan kehancuran bagi manusia. Dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan manusia dapat dibatasi, bersifat terbatas, dan bisa dipenuhi.
Sedangkan keinginan merupakan perasaan dari diri manusia yang menyebabkan
manusia terus meminta sesuatu di luar kebutuhannya.
Dengan demikian, keinginan adalah hal baru dan tidak terbatas. Lantas,
bagaimana Islam memandang masalah ini? Apakah Islam mengakui adanya kelangkaan
pangan seperti yang diyakini oleh Ekonomi positif?
Islam menegaskan bahwa sumber daya alam dari pangan dan jasa itu cukup bagi
manusia dalam cakupan global. Dan menjadi tidak cukup apabila diarahkan hanya
untuk memenuhi keinginan segelintir orang. Suatu penegasan yang membawa kita
untuk bisa menyimpulkan bahwa masalah kelaparan yang terjadi ini, bisa
dislesaikan dengan tangan kita sendiri. Kemungkinan terrealisasinya produk yang
lebih unggul dengan sumber daya serupa, bisa diciptakan selama manusia mampu
mengelola sumber daya alam tersebut dengan bijak dan baik dalam
menggunakannya.
Berpedoman dengan premis di atas, bisa di-resume bahwa pendapat-pendapat akan
ketidak mampuan sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan manusia adalah
sesuatu yang tidak dapat diterima. Nyatanya, sumber daya alam tersebut telah
tersedia secara sempurna di muka bumi, hanya saja ia digunakan pada hal yang
bukan semestinya.
Kebutuhan pokok manusia secara menyeluruh bisa dikategorikan, bahkan kita mampu
untuk membatasinya. Beberapa Ekonom (ahli Ekonomi) telah mengklasifikasi kebutuhan
manusia menjadi dua. Yaitu kebutuhan ekonomi, kemudian diikuti oleh kebutuhan
non-ekonomi.
Kebutuhan ekonomi bisa dikembalikan ke beberapa sektor yang tidak lebih dari
sepuluh macam. Yaitu pangan, sandang, papan, pengobatan, kesehatan, reproduksi,
transportasi dan pendidikan. Biasanya dari semua hal itu akan melahirkan
kebutuhan baru, akan tetapi bukan berarti bahwa hal tersebut tidak bisa
dibatasi.
Sikap tegas Islam yang mengatakan bahwa sumber daya alam cukup untuk memenuhi
kebutuhan manusia bukanlah sesuatu yang tidak berdasar. Sikap ini telah jelas
dalam al-Qur'an. Allah SWT berfirman, “Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang
kokoh di atasnya. Dan kemudian dia berkahi, dan dia tentukan makanan-makanan
(bagi penghuni)nya dalam empat hari, memadai untuk (memenuhi
kebutuhan)mereka yang memerlukannya”. (Surat Fussilat ayat 10).
Dengan demikian, Allah SWT telah menjamin kebutuhan seluruh umat manusia dari
sandang, pangan, dan papan secara global. Sisanya adalah tugas manusia sebagai
makhluk untuk bisa memanfaatkan, mendistribusikan serta mengelolanya dengan
baik dan bijak.
Berbicara dalam konteks yang lebih kecil, seperti pada tingkat kelompok atau
individu, terkadang ditemukan adanya kelangkaan beberapa sumber daya alam, maka
hal tersebut dikembalikan kepada kemampuan manusia dalam pendistribusian dari
tempat yang memiliki sumber daya alam melimpah ke tempat-tempat yang
membutuhkan.
Islam mengamini akan keterkaitan antara sumber daya alam dan kebutuhan manusia.
Ketersediaan sumber daya alam hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan yang harus
dipenuhi, dan menjadi tidak cukup apabila untuk memenuhi nafsu semata. Oleh
karena itu, beberapa hal penting yang harus disadari salah satunya adalah bahwa
kedudukan sumber daya alam menurut Islam, sangat berkaitan dengan kedudukannya
terhadap kebutuhan manusia.
Allah SWT menerapkan hukum alam di muka bumi, salah satunya adalah bahwa sumber
daya terbagi menjadi dua, yakni ada yang sudah disiapkan dan ada juga yang
membutuhkan campur tangan manusia untuk produksi. Maka, peran manusia sangat
penting pada kehidupan mereka sendiri. Sebagai mana yang telah Allah firmankan
dalam Al-Quran, “Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi,
maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya.
Hanya kepada-Nyalah kamu(kembali setelah)dibangkitkan”. (Surat Al-Mulk ayat
15).
Dari segi prinsip, Islam membedakan secara jelas antara kebutuhan dan
keinginan. Telah tergambar bahwa tidak ada kelangkaan pada sumber daya alam,
sebagaimana kebutuhan manusia itu bukanlah sesuatu yang tak terbatas. Maka,
konsep permasalahan yang ditawarkan ekonomi positif, tidak bisa diterima oleh
kacamata Islam.
Akan tetapi, bukan berarti Islam menafikan (meniadakan) adanya permasalahan
ekonomi secara keseluruhan pada kehidupan manusia. Dan menganjurkan kepada
masyarakat untuk tidak berusaha dalam aktivitas ekonomi. Terkadang manusia
menyaksikan sendiri fenomena kelangkaan ini, dan menyimpulkan bahwa yang
menyebabkan hal itu bisa terjadi adalah perilaku manusia sendiri.
Sebagaimana termaktub pada firman Allah, “Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rezeki
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi mereka mengingkari
nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat” (An-Nahl ayat
112).
Pada akhirnya, Islam mampu menghadirkan solusi atas fenomena yang sedang
terjadi. Dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan manusia, kita dapat
menemukan akar permasalahan ini. Berangkat dari petunjuk al-Qur'an, bahwa Islam
tidak mengimani akan adanya kelangkaan sumber daya di muka bumi, selama manusia
mampu untuk mengoptimalkan semua potensi dan nikmat yang telah Allah sediakan
di laut ataupun di darat bagi umat manusia.
[]
Muhamad Ansori, Mahasiswa Universitas Al-Zaitunah, Tunisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar