Salah satu keistimewaan sujud ialah menjadi wahana intim antara hamba dengan Allah SWT. Pada saat itulah mereka merasakan ke-hinaannya dan sekaligus keagungan Allah.
Al-Quran menggunakan kata sujud untuk berbagai arti. Sekali diartikan sebagai
penghormatan dan pengakuan akan kelebihan pihak lain, seperti sujudnya
malaikat kepada Adam pada Al-Quran surat Al-Baqarah (2): 34.
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
Di waktu lain sujud berarti kesadaran terhadap kekhilafan serta pengakuan
kebenaran yang disampaikan pihak lain, itulah arti sujud di dalam firman-Nya,
Lalu para penyihir itu tersungkur dengan bersujud (QS. Thaha [20]: 70).
فَأُلْقِيَ
السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَىٰ
"Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata:
"Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa."
Yang ketiga sujud berarti mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan
Allah yang berkaitan dengan alam raya ini, yang secara salah kaprah dan populer
sering dinama hukum-hukum alam. Bintang dan pohon keduanya bersujud (QS.
Al-Rahman [55]: 6).
وَالنَّجْمُ
وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
“Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya.”
Dari sunnatullah diketahui bahwa kemenangan hanya tercapai dengan kesungguhan
dan perjuangan. Kekalahan diderita karena kelengahan dan pengabaian disiplin,
dan sukses diraih dengan perencanaan dan kerja keras, dan sebagainya, sehingga
seseorang tidak disebut bersujud, apabila tidak mengindahkan hal-hal tersebut.
Pakar Tafsir Al-Qur’an, Muhammad Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000) menjelaskan bahwa kata sujud
sangat terkait dengan istilah masjid. Itu karena dari segi bahasa, kata masjid
terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk
dengan penuh hormat dan takzim.
Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai
sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna
di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan
shalat dinamakan masjid, yang artinya "tempat bersujud."
Namun, selain tempat bersujud, Al-Qur’an menyebut fungsi masjid antara lain di
dalam Firman-Nya:
فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ
فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang,
orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh
jual-beli, atau aktivitas apapun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan
shalat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS An-Nur: 36-37)
Perintah bertasbih bukan hanya berarti mengucapkan Subhanallah, melainkan lebih
luas lagi, sesuai dengan makna yang dicakup oleh kata tersebut beserta
konteksnya. Sedangkan arti dan konteks-konteks tersebut dapat disimpulkan
dengan kata takwa.
Sedangkan takwa sendiri tidak hanya diwujudkan dalam hablum minallah (hubungan
dengan Allah), tetapi juga hablum minannas (hubungan sesama manusia) serta
hablum minal alam (hubungan dengan alam/lingkungan). Dalam hal ini, masjid
hendaknya menjadi titik tolak perubahan ke arah masyarakat yang berkeadilan di
segala lini. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar