Selasa, 06 Desember 2022

(Ngaji of the Day) Humanis dan Demokratis: Sebuah Kajian Kontemporer Maqasid Ilmu Kalam

Term Ilmu Kalam Jadid yang mentransformulasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menuju antroposentris, tidak hanya mencoba menyibak masalah-masalah teologis antroposentris, tetapi juga menghadirkan Maqasid Kalamiyah yang lebih humanis dan demokratis.


Tidak dapat dipungkiri, Ilmu Kalam pada awal perkembangannya menghadirkan dialektika agama yang banyak menjadi awal percikan api di antara sekte-sekte muslim kala itu, yang pada akhirnya mengakibatkan pertumpahan darah antarsesama muslim, hal ini dapat kita lihat dalam banyak jejak sejarah umat Islam, salah satunya adalah pertikaian antara Sunni dan Syiah yang sampai sekarang belum menemui titik terang, maka muncullah pertanyaan, bagaimana kita mentransformasikan Ilmu Kalam yang kental akan pertikaian kepada Ilmu Kalam tanpa pertikaian?


Kecenderungan diskursus kemanusiaan di masa Renaissance pada Abad Kelima Belas dan Abad Ketujuh Belas telah mencapai titik puncak. Pada masa ini, orang-orang di Barat meyakini bahwa manusia dan segala sesuatu harus dikaji dengan akal kritis dan metode ilmu empirik. Mereka yang mengikuti pemikiran ini berkata Kitab Suci juga tidak ada bedanya dengan hal lainnya. Karena itu, ia harus ditelisik, dikaji dan dikuliti di laboratorium ilmiah.


Menyikapi fenomena ini, para teolog Kristen, untuk melakukan pembelaan atas iman Kristiani dan penyelarasannya dengan kondisi baru, berusaha melahirkan sebuah disiplin ilmu baru yang disebut sebagai The Modern Theology atau New Theology (Kalam Jadid). Peletak dasar term Modern Theology ini adalah Schleiermacher (w 1834) yang lebih menekankan pada persoalan seperti Pengalaman Religius, Kristologi, Tafsir-tafsir Baru atas Doktrin-doktrin Kristen  semisal Wahyu, Keselamatan dan Trinitas.


Term Kalam Jadid pertama kali diperkenalkan dalam pemikiran Islam (Sunni) oleh Syibli Nu’mani (w 1914) dan dalam kosmos pemikiran Syiah, Murtadha Muthahhari yang mengajak pemikir Muslim untuk mengonstruksi Ilmu Kalam dengan memperhatikan masalah-masalah baru dalam Teologi, seperti sebab-sebab kemunculan Agama, wahyu dan ilham, dalil-dalil pembuktian wujud Tuhan, imamah dan kepemimpinan.


“Baru” (jadid) merupakan sifat bagi masalah-masalah teologis. Artinya pada masa lalu, Kalam lebih banyak berkutat dengan masalah-masalah dalam ketuhanan dan eskatologi, namun dewasa ini lebih banyak pada ranah kemanusiaan


Dalam perkembangannya, Ilmu Kalam yang bertransformasi dari pembahasan langit, menjadi pembahasan bumi, turut menyuguhkan maqasid yang bersifat humanis dan demokratis, lebih concern kepada objek pembahasan, dan menyingkirkan fanatisme serta anarkisme dalam praktiknya. Dr. Romzi Tfifha dalam seminar yang bertajuk “Ilmu Kalam Baru dan Pembaharuan Diskursus Agama” di Universitas Az-Zaitunah, Fakultas ‘Ulum Islamiyyah, Kairouan, Tunisia, memaparkan bahwa Maqasid Syariah tidak hanya berkutat pada permasalahan Fiqih, tetapi “bermain” juga dalam ranah Ilmu Kalam.


Dalam ranah Ilmu Kalam, Maqasid Kalam tidak hanya bertujuan untuk membentengi aqidah umat dari berbagai paham luar yang membahayakan dan melakukan serangan balik terhadap berbagai syubuhat, sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Khaldun dalam magnum opus-nya, tetapi Maqashid Ilmu kalam ditarik lebih luas dan condong kepada sisi kemanusiaan, setidaknya ada enam asas dalam maqasid ilmu kalam baru, berbeda dari Maqasid Syariah yang menghadirkan lima asas.


Pertama, Hifzu al-Din yang tentu saja menjaga aqidah muslim dari syubhat-syubhat, asas ini berfokus pada urusan hati, sehingga umat muslim bisa terhindar dari dogma menyimpang dan syubhat yang tersebar. Tidak berhenti sampai di situ, asas ini pula pada akhirnya memberikan kemampuan pada umat untuk memberikan antitesa atas dogma yang salah dan syubhat yang dilontarkan, maka, tujuan Ilmu Kalam Baru harus tetap bertujuan membentengi aqidah umat.Inilah identitas utama Ilmu Kalam.


Kedua, Hifzu al-‘Aql, peran ini berupaya menjaga akal manusia agar tetap berpikir logis dan tidak bersifat fanatik dalam dialektika-dialektika ini. dengan tujuan ini, para teolog diharapkan mampu menafsirkan permasalahan-permasalahan ilmu kalam baru dengan akal sehat sembari menghadirkan metode filosofis. Karena Ilmu Kalam baru menitikberatkan logika dan argumen empirik dalam membangun tesisnya. Pasalnya, logika dan argumen empirik merupakan gaya khas dari Ilmu Kalam Baru ini.


Ketiga, Menjaga sistem kehidupan yang toleran, ini merupakan titik yang sangat ditekankan dalam Ilmu Kalam Jadid, sehingga diskursus yang dihadirkan di dalamnya adalah soal kemanusiaan yang inklusif, dan penyikapan baik atas perbedaan yang terjadi di masyarakat, bukan hanya substansinya yang menjunjung tinggi toleransi, tetapi metodenya juga harus bersifat toleran, sehingga para teolog dapat berdialog dengan saling menghargai pendapat. Sistem sosial ini sangat sentral dalam dialog transopini, bahkan transideologi, sehingga output dialog ini adalah solusi yang dihadirkan oleh kedua belah pihak, bukan pertikaian yang memperkeruh keadaan dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.


Poin ini, di satu sisi menghadirkan rasa tenang atas keselamatan fisik mereka dari tindakan-tindakan anarkis atas gesekan opini yang muncul, dan di sisi lain menghadirkan kenyamanan dalam masyarakat, tanpa adanya penghakiman yang dilontarkan oleh kelompok yang berseberangan pendapat, dan pucuknya adalah kewarasan dan kesehatan mental masyarakat dalam membangun peradaban. Karena tabiat manusia adalah hidup bermasyarakat, maka penting dihadirkannya rasa keamanan dan kenyamanan antarindividu atau bahkan antarkelompok.


Keempat, Menjaga demokrasi. Dengan tetap menjaga kebebasan berpendapat, manusia akan menghasilkan sintesis dari dialektika yang disuguhkan, tanpanya, hanya akan menimbulkan kejumudan dalam berpikir, dan hanya akan menghasilkan kediktatoran dengan memaksakan subjektivitas satu sudut. Dr Romzi menjelaskan bahwasanya asas ini harus didasarkan pada hak sesama manusia dalam berpendapat.


Kelima, Menjaga keluhuran manusia. karena corak Ilmu Kalam baru ini lebih fokus terhadap kemanusiaan, maka, esensi dialektika dalam Ilmu Kalam Baru ini juga harus bertujuan untuk memuliakan identitas manusia.  


Emosional manusia dalam berdialog merupakan hal krusial, maka, moral manusia dalam berdialektika juga harus dijunjung tinggi, agar tidak saling menjatuhkan dan mencemarkan nama baik lawan diskusi. Asas ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati. Tidak hanya substansi pembahasannya yang menjaga keluhuran identitas manusia, tetapi juga menjunjung tinggi moralitas manusia dalam dialog.


Keenam, Menjaga utopia masyarakat. Mimpi masyarakat untuk menciptakan utopia peradaban harus tetap dijaga secara harmonis, Peran Ilmu Kalam baru dalam membangun masyarakat berkualitas terkadang menjadi hal yang dipandang sebelah mata, pasalnya, ilmu kalam alih-alih menumbuhkan kemesraan dalam masyarakat, malah menimbulkan berbagai intrik yang mengakibatkan perpecahan di dalam masyarakat, sehingga menjadi faktor pengacau tatanan masyarakat.


Maka, ilmu kalam baru diharapkan dapat menghadirkan diskursus yang kental dengan kedamaian dan keromantisan masyarakat dalam proses dialektikanya, maupun pada output yang dihasilkannya. Asas ini seyogyanya didasarkan oleh masyarakat agamis yang kualitatif, dan kesadaran individu terhadap toleransi dan demokrasi.


Semua asas ini selain menunjukkan batas-batas ranah Kalam Baru, juga mencoba menunjukkan aksiologis Ilmu Kalam yang sebelumnya hanya dipandang sebagai ilmu yang membuahkan perpecahan dan pertikaian tanpa adanya output yang kualitatif.


Filsafat nilai yang dihadirkan Romzi adalah sebuah reformasi terhadap nilai ilmu ini, nilai ini yang nantinya akan menghasilkan banyak sintesa atas dialektika yang disuguhkan para teolog, dan disamping itu, menggunakan metode yang lebih etis. Dari sini dapat kita peras pemikirannya menjadi dua nilai utama yang ia junjung tinggi, yaitu, kemanusiaan dan demokrasi.


Dua pilar yang dibangun untuk Ilmu Kalam baru ini diproyeksikan untuk menghadirkan toleransi beragama, dan bermasyarakat, memperluas tujuan awal yang dibentuk oleh ulama-ulama di masa lampau (Membentengi aqidah umat dari berbagai paham luar yang membahayakan dan melakukan serangan balik terhadap syubuhat)


Akhir kata, dengan maqasid ini, Romzi Tfifha menawarkan gaya Ilmu Kalam Baru yang akan lebih menonjol, tidak hanya pembahasannya yang antroposentris, metodenya yang filosofis, tapi juga menyuguhkan tujuan yang humanis dan demokratis. Bukan hanya keluar dengan sintesa yang maksimal, dialektika Ilmu Kalam Baru juga akan lebih menjaga keharmonisan masyarakat karena corak toleransinya yang kental sehingga Ilmu Kalam akan ikut andil dalam pembangunan peradaban bangsa.
[]


Ahmad Hashif Ulwan, mahasiswa Universitas Az-Zaitunah, Tunisia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar