Kamis, 22 Desember 2022

(Khotbah of the Day) Merenungkan Ciptaan Allah Ta’ala

KHUTBAH JUMAT

Merenungkan Ciptaan Allah Ta’ala


Khutbah I

 

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ،

 

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ، الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ، رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا، سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (آل عمران: ١٩٠ – ١٩١)

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan senantiasa berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan.

 

Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

 

Pada kesempatan khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema: “Merenungkan Ciptaan Allah Ta’ala”.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Dua ayat dalam surat Ali ‘Imran yang kami baca di atas bermakna:

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS Ali ‘Imran: 190-191)

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Orang yang memikirkan dan merenungkan tentang makhluk Allah, maka dengan akalnya ia akan memahami dan mengetahui adanya Allah, keesaan Allah dan tetapnya sifat Qudrah dan Iradah bagi-Nya. Kita diperintahkan untuk merenung dan berpikir tentang penciptaan Allah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang ayat di atas:

 

وَيْلٌ لِـمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيْهَا (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ)

 

Maknanya: “Sungguh celaka orang yang membacanya dan tidak berpikir tentang nya” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya).

 

Berpikir dan merenungkan mengenai makhluk ciptaan Allah akan mengantarkan kita pada keyakinan tentang adanya sang Pencipta dan keesaan-Nya. Para ulama Ahlussunnah menegaskan bahwa wajib bagi setiap mukallaf (baligh dan berakal) untuk mengetahui dalil aqli yang global (dalil singkat) tentang adanya Allah. Dalil aqli yang singkat itu seperti apabila dikatakan: “Masing-masing dari kita mengetahui bahwa dirinya awalnya tidak ada kemudian menjadi ada dan tercipta. Hal yang keadaannya seperti itu pasti membutuhkan kepada yang mengadakannya dan menciptakannya dari tiada menjadi ada. Karena akal yang sehat menetapkan bahwa sesuatu yang awalnya tiada lalu menjadi ada pasti membutuhkan kepada yang mengadakannya. Dan yang mengadakannya tiada lain adalah Allah ta’ala.”

 

Atau dikatakan: “Alam semesta ini berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Angin kadang berembus kadang tidak. Terkadang udara memanas di suatu waktu dan berubah menjadi dingin di waktu yang lain. Ada tumbuhan yang tumbuh dan ada yang layu. Matahari terbit dari arah timur dan terbenam di arah barat. Matahari tampak putih di tengah hari dan menguning di petang hari. Perubahan-perubahan itu menunjukkan bahwa hal-hal tersebut adalah makhluk yang memiliki permulaan, tiada kemudian ada. Pasti ada yang mengaturnya, mengubahnya dan menentukan perkembangannya. Dan itu semua adalah bagian-bagian dari alam. Dengan demikian, alam beserta seluruh bagiannya adalah makhluk yang memiliki permulaan, tiada lalu ada, dan pasti membutuhkan kepada yang menciptakannya, yaitu Allah ta’ala.”

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Jika seorang ateis yang tidak mempercayai adanya Allah berkata: “Kita tidak melihat Allah, bagaimana mungkin kita meyakini akan ada-Nya?” Kita jawab: “Meskipun kita tidak melihat-Nya, namun bukti-bukti yang menunjukkan akan perbuatan dan penciptaan-Nya sangat banyak tidak terhitung. Adanya alam ini dan berbagai macam makhluk di dalamnya adalah bukti adanya Allah. Karena tulisan pasti ada yang menulisnya dan bangunan pasti ada yang membangunnya. Demikian pula alam ini pasti ada yang menciptakan dan mewujudkannya. Bahwa kita tidak melihat Tuhan, ini bukan bukti bahwa Ia tidak ada. Betapa banyak hal yang kita yakini ada, padahal kita tidak melihatnya. Di antaranya akal kita, roh kita, rasa sakit dan kegembiraan kita. Semuanya itu kita tidak melihatnya, tapi kita yakini keberadaannya.”

 

Diriwayatkan bahwa sebagian dari kalangan Dahriyyah yang mengingkari adanya Allah menemui Imam Abu Hanifah radhiyallahu ‘anhu dan ingin membunuhnya. Hal itu dikarenakan beliau tidak henti-hentinya membantah kesesatan mereka dan menyingkap penyimpangan mereka.

 

Imam Abu Hanifah berkata kepada mereka: “Jawablah satu pertanyaan dariku, lalu lakukanlah apa yang kalian inginkan.” Mereka berkata: “Silakan.” Lalu Imam Abu Hanifah berkata: “Apa yang kalian katakan jika ada seseorang yang menyampaikan kepada kalian: Aku melihat sebuah perahu yang penuh dengan barang bawaan, penuh dengan beban, diterpa oleh gelombang yang dahsyat dan badai yang tidak menentu arahnya di tengah lautan. Perahu itu ternyata berjalan terus seakan tiada hambatan di tengah ombak dan badai tanpa ada nakhoda yang menjalankan dan mengemudikannya. Apakah hal itu masuk akal?”

 

Para ateis dari golongan Dahriyyah tersebut menjawab: “Tidak mungkin. Tidak masuk akal.” Imam Abu Hanifah lantas berkata: “Subhanallah. Jika akal tidak membenarkan adanya perahu yang berjalan tanpa nakhoda yang mengatur dan menjalankannya, maka bagaimana bisa akal membenarkan tegaknya dunia ini dengan berbagai perbedaan dan perubahan keadaannya serta berbagai kompleksitasnya tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya?” Mendengar apa yang dikatakan Imam Abu Hanifah itu, para ateis tersebut tersentuh dan menangis seraya berkata kepadanya: “Anda benar.” Mereka pun menyarungkan kembali pedang-pedang mereka yang telah terhunus lalu langsung masuk Islam.

 

Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

 

Allah ta’ala berfirman:

 

وَفِى الْاَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّجَنّٰتٌ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّزَرْعٌ وَّنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَّغَيْرُ صِنْوَانٍ يُّسْقٰى بِمَاءٍ وَّاحِدٍ، وَّنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلٰى بَعْضٍ فِى الْاُكُلِ، اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ (الرعد: ٤)

 

Maknanya: “Dan di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, pohon kurma yang bercabang, dan yang tidak bercabang; disirami dengan air yang sama, tetapi Kami lebihkan tanaman yang satu dari yang lainnya dalam hal rasanya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengerti” (QS ar-Ra’d: 4).

 

Marilah kita renungkan!. Tanah yang diairi dengan air yang sama dan disinari dengan sinar matahari yang sama. Namun tumbuhannya menghasilkan buah-buahan yang berbeda rasa, warna, sifat, bentuk, bau, manfaat dan khasiatnya. Karenanya, andai wujudnya segala sesuatu adalah dengan pengaruh tabiat seperti yang dikatakan oleh kalangan ateis, bukan dengan penciptaan Allah, niscaya akan sama. Karena tabiat yang sama akan memberikan pengaruh pada benda dengan pengaruh yang serupa.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

 

Jadi ini semua menunjukkan bahwa wujudnya segala sesuatu adalah dengan penciptaan Dzat yang Mahakuasa, Maha Berkehendak dan Maha Mengetahui. Oleh karena itulah, Imam asy-Syafi’i berkata:

 

“Daun Murbei: bau, rasa dan warnanya sama. Dimakan oleh kijang lalu menghasilkan minyak misik, dimakan oleh ulat sutera lalu menghasilkan sutera, dimakan oleh unta dan menghasilkan kotoran, dan dimakan oleh kambing lalu mengeluarkan susu kambing.”

 

Seorang arab Badui pernah ditanya tentang hal serupa, ia menjawab: “Kotoran unta menunjukkan adanya unta, dan bekas-bekas kaki menunjukkan adanya rombongan yang lewat. Oleh karenanya, alam ini tiada lain menunjukkan adanya Dzat yang Maha Penyayang dan Maha Mengetahui.”

 

Hadirin yang dirahmati Allah,

 

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan semakin mengukuhkan keimanan kita kepada Allah ta’ala, Tuhan yang Maha Esa dan Mahakuasa. Amin.

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.  

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

 

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

 

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

 

Ustadz Nur Rohmad, Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, DMI Kab. Mojokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar