Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 21:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Yā ayyuhan nāsu’budū rabbakumul ladzī khalaqakum wal ladzīna min qablikum
la‘allakum tattaqūna.
Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakanmu dan menciptakan
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa atau menjaga diri (dari siksa-Nya),” (Surat
Al-Baqarah ayat 21).
Ragam Tafsir
Tafsirul Jalalain menyebutkan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan kepada penduduk kota Makkah saat itu. Mereka diperintahkan untuk mengesakan Tuhan yang menciptakan mereka dari yang semula bukan apapun dan menciptakan orang-orang sebelum mereka.
Mereka diperintahkan untuk mengesakannya dengan harapan mereka dengan menyembah
Allah dapat melindungi diri dari azab-Nya.
***
Imam At-Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, mengatakan
bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan kepada kelompok musyrik di Kota
Makkah, kelompok munafik di Kota Madinah, dan semua kelompok sosial selain dua
kelompok pertama.
Allah memerintahkan mereka untuk tunduh, patuh, merendahkan diri, dan
mengesakan-Nya. Pada Surat Al-Baqarah ayat 21, Allah memerintahkan semua itu
karena Dia adalah pencipta mereka, nenek moyang mereka, berhala mereka, dan
semua yang dianggap tuhan oleh mereka.
Allah seakan mengatakan pada Surat Al-Baqarah ayat 21, “Tuhan yang menciptakan
kamu, bapak kamu, kakek kamu, dan semua makhluk selain kamu adalah Zat yang
sanggup memberikan mudharat dan manfaat kepada kamu. Dia lebih layak ditaati
daripada zat yang tidak kuasa memberikan mudharat dan manfaat kepada kamu.”
Ibnu Jarir At-Thabari mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA yang mengartikan
perintah penyembahan pada Surat Al-Baqarah ayat 21 sebagai perintah pengesaan
Allah. Hanya saja kami telah menjelaskan ketundukan, kerendahan diri, dan
kepatuhan sebagai makna penyembahan. Sedangkan yang dimaksud oleh Ibnu Abbas
adalah perintah untuk mengesakan ketaatan dan penyembahan kepada Allah, bukan
kepada makhluk-Nya.
At-Thabari juga mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA bahwa Surat Al-Baqarah
ayat 21 dimaksudkan untuk menjelaskan dua kelompok yang berbeda, yaitu kelompok
orang kafir di Makkah dan kelompok orang munafik di Madinah.
Menurut At-Thabari, Surat Al-Baqarah ayat 21 ini dalil paling kuat atas
runtuhnya pernyataan sekelompok teolog atau ahli kalam yang mengatakan, taklif
ma la yuthaq atau pembebanan atas sesuatu yang tidak dapat dipikul tanpa
pertolongan Allah itu tidak mungkin kecuali setelah Allah menganugerahkan
pertolongan-Nya kepada mukallaf atas perintah yang dibebankan kepadanya.
Allah, kata At-Thabari, memerintahkan orang-orang kafir untuk menyembah-Nya dan
bertobat atas kekafiran terhadap-Nya setelah mengabarkan kepada kita bahwa
mereka tidak akan pernah beriman dan mereka tidak akan pernah kembali dari
jalan kesesatan.
***
Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil,
mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA yang membedakan audiens kalamullah
berdasarkan pilihan diksinya.
“Yā ayyuhan nās” ditujukan pada penduduk Makkah. Sedangkan “Yā ayyuhal ladzīna
āmanū” ditujukan kepada penduduk Madinah. Sedangkan “Yā ayyuhan nās” pada Surat
Al-Baqarah ayat 21 ditujukan untuk umum kecuali anak-anak dan orang disabilitas
mental.
Imam Al-Baghowi kembali mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA perihal Surat
Al-Baqarah ayat 21. Menurut Ibnu Abbas RA, “sembahlah” bermakna “esakanlah.”
Semua turunan dari kata “sembah, menyembah, penyembahan atau ibadah” yang ada
dalam Al-Qur’an bermakna pengesaan Allah atau tauhid.
Kata “khalaqa" atau "al-khalq”, kata Al-Baghowi, adalah penciptaan
sesuatu dari asal mulanya tidak ada atau creatio ex nihilo tanpa model
atau contoh sebelumnya “agar kalian bertakwa” yaitu agar kalian selamat dari
siksa-Nya. Tetapi ada yang menafsirkan, “Hendaklah kalian berharap ketakwaan
dengan tetap berada dalam tabir dan lindungan dari siksa Allah.”
Ketentuan Allah dari balik kamu adalah perbuatan-Nya atas apa yang
dikehendaki-Nya sebagaimana perintah-Nya kepada Musa dan Harun, “Katakanlah
kepadanya (Fir’aun) dengan perkataan yang lemah lembut. Semoga dia menjadi
ingat atau takut,” (Surat Thaha ayat 22). Maksudnya, “hendaklah kalian berdua
mengajaknya kepada kebenaran sambil terus mengharapkan keinsafan Fir’aun.”
***
Adapun Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil,
mengatakan bahwa pada Surat Al-Baqarah ayat 21, manusia diseru dengan “yā
ayyhuhan nās.” Seruan semacam ini dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa Allah akan
membicarakan hal penting yang diabaikan dan tidak masuk hitungan pikiran
manusia.
Kata “khalaqa” atau “al-khalq,” kata Imam Baidhawi pada Surat Al-Baqarah ayat 21,
merupakan sebuah penciptaan sesuatu dengan batasan dan ukuran tertentu.
Sedangkan kata “alladīna min qablikum” mencakup barang apa saja yang mendahului
manusia baik zat maupun waktunya.
Pada Surat Al-Baqarah ayat 21, Allah mengingatkan bahwa takwa adalah punck
derajat para pesuluk atau para pejalan spiritual, yaitu terbebas dari segala
selain Allah untuk bergantung kepada-Nya. Seorang hamba Allah, kata Baidhawi,
tidak boleh terpedaya dengan ibadahnya. Ia harus selalu dalam keadaan takut dan
berharap dalam menyembah Allah.
Menurut Al-Baidhawi, Surat Al-Baqarah ayat 21 menunjukkan bahwa jalan menuju
mengenal Allah (makrifatullah), mengetahui keesaan-Nya, dan keharusan
menyembah-Nya adalah menganalisa ciptaan-Nya dan membuktikan perbuatan-Nya.
Menurut Al-Baidhawi dari pemahamannya atas Surat Al-Baqarah ayat 21, seorang
hamba Allah tidak berhak ganjaran pahala atas ibadah yang dilakukan. Pasalnya,
ibadah seseorang merupakan sebuah keharusan sebagai bentuk syukur atas
nikmat-nikmat sebelumnya, yaitu nikmat penciptaan. Seseorang yang mengharapkan
ganjaran pahala atas ibadahnya seolah seorang buruh atau karyawan yang
mengambil upah sebelum kerja.
Tafsir La’llakum
Tafsirul Jalalain pada Surat Al-Baqarah ayat 21 menerangkan bahwa kata “la’alla” menurut kaidah kebahasaan pada asalnya berarti “agar atau dengan harapan.” Tetapi dalam kalamullah, kata “la’alla” berarti tahqiq atau kepastian kebenaran atau proses perwujudan.
Imam At-Thabari menafsirkan “agar kamu bertakwa” pada Surat Al-Baqarah ayat 21
dengan “agar kalian terhindar dari kutukan dan murka-Nya dan agar kalian
menjadi orang-orang bertakwa yang diridhai oleh-Nya.
Hal ini dapat terjadi dengan sebab penyembahan terhadap Allah yang menciptakan
kalian dan orang-orang sebelum kalian; kepatuhan pada perintah serta
larangan-Nya; dan pengesaan kalian dalam menyembah-Nya.”
Imam At-Thabari mengutip Mujahid yang menafsirkan “la‘allakum tattaqūn” dengan
“agar kamu mematuhi-Nya.” Menurut At-Thabari, mungkin yang dimaksud Mujahid
adalah “agar kalian takut dengan cara mematuhi-Nya dan menarik diri dari jalan
kesesatan.”
Al-Baghowi pada Surat Al-Baqarah ayat 21 mengutip pendapat Imam Sibawaih, kata
“la’alla” dan kata “’asā” merupakan kata pengharapan. Tetapi dari sisi-Nya,
kedua kata itu bermakna sebuah kepastian. Wallahu a'lam.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar