Selasa, 27 Desember 2022

(Ngaji of the Day) Viral Salah Lakukan Gerakan Shalat: Ini Kajian Fiqihnya

Video koordinator lapangan (korlap) demo di depan Gedung Kemenag RI, Jalan Lapangan Banteng Barat Jakarta, Jumat (4/3/2022) menjadi perbincangan hangat netizen. Korlap demo terekam salah melakukan shalat Asar dengan dua kali rukuk dalam satu rakaat, sehingga dianggap salah. “Shalat model apa ini?” seru netizen bertanya-tanya atas keanehan shalat dalam video viral itu.   


Analisis Kasus

 

Bila diamati lebih teliti, dalam video saat imam sujud kedua, korlap itu mendahuluinya dengan bangun dari sujud dan langsung berdiri. Saat imam bangun berdiri, ia justru mendahuluinya bergerak turun untuk rukuk.


Perlu dicatat, sejauh pengamatan penulis pada video, dalam kasus ini imam dan makmum sempat berkumpul dalam posisi sama-sama berdiri dengan durasi singkat yang cukup untuk melakukan tuma’ninah sekadar bacaan subhânallah. Namun tampak ragu lalu ia bangun lagi untuk berdiri, mungkin karena melihat jamaah lain ternyata berdiri mengikuti gerakan imam. Kemudian saat imam rukuk, ia rukuk lagi mengikutinya.


Entah karena begitu kerasnya suara toa yang persis di hadapannya, sehingga membuyarkan kekhusyukan, karena melamun, atau karena nervous shalat sendiri di atas mobil komando (mokom), korlap demo tidak dapat mengikuti gerakan imam secara benar sehingga rukuk dua kali dalam satu rakaat.


Yang jelas seperti dalam klarifikasinya di media, korlap demo mengaku kesulitan mendengar suara imam, yang sebenarnya sudah dikeraskan dengan toa tepat di depannya. Dalam klarifikasi itu juga disebutkan, akhirnya ia membatalkan shalat karena diyakini tidak sempurna dan memenuhi syarat untuk dibatalkan.


Kesalahan mengikuti gerakan imam hingga rukuk dua kali dalam satu rakaat seperti yang terekam di video viral itu dapat dialami oleh siapa saja, baik penulis sendiri atau pembaca. Menjadi sangat penting bila kasus itu menimpa kita, bagaimana cara yang benar dalam menyikapinya. 


Dua Sisi Batal dan Tidaknya Shalat

 

Bila pengamatan penulis di atas benar dan dapat diterima, maka berkaitan batal dan tidaknya shalat korlap di atas dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi mendahului imam atau taqaddumul makmum ‘alal imam, dan sisi menambah rukun fi’li atau rukun shalat yang bersifat gerakan fisik. 


Pertama, dilihat dari sisi sisi mendahului imam, shalat korlap sebagai makmum tidak batal. Sebab secara fiqih, ia hanya mendahului imam dengan hitungan satu rukun sempurna, yaitu mendahuluinya berdiri dari sujud. Setelah itu ia sempat bersama-sama berdiri dengan imam sekadar waktu yang cukup untuk tuma'ninah. Baru kemudian ia mendahului rukuk sementara imam masih dalam kondisi berdiri.


Selain itu, dugaan penulis, ia tidak mendahului imam secara sengaja, namun karena lupa atau terganggu konsentrasinya karena kebisingan pengeras suara yang terlalu dekat atau lainnya. Sementara dalam kajian fiqih, perbuatan mendahului imam yang membatalkan shalat adalah mendahului imam dengan dua rukun secara sempurna dan berurutan, serta dilakukan dengan sengaja dan tahu keharamannya. Bila tidak seperti itu maka tidak membatalkan shalat. Syekh Nawawi Banten menjelaskan: 

 

قوله: (وسبقه على إمام بركنين فعليين) تامين متواليين سواء كانا طويلين أم قصيرين كأن ركع واعتدل والإمام لم يركع (مبطل) للصلاة إذا كان عامدا عالما بتحريمه للمخالفة الفاحشة، بخلاف ما إذا كان ساهيا أو جاهلا فإنه لا يضر إلا أنه لا يعتد له بهما. فإن لم يعد للإتيان بهما مع إمامه لسهوه أو جهله أتى بعد سلام الإمام بركعة وإلا أعاد الصلاة


Artinya, “Perbuatan makmum mendahului imam dengan dua rukun fi’li atau yang berupa gerakan fisik, yang sempurna dan berturut-turut, baik dua rukun fi’li itu termasuk kategori rukun yang panjang maupun yang rukun pendek, seperti makmum rukuk dan i’tidal mendahului imam yang masih berdiri belum rukuk, perbuatan seperti itu membatalkan shalat bila memang dilakukan secara sengaja dan tahu atas keharamannya, karena perbuatan seperti itu termasuk perbuatan yang membuat gerakan makmum berbeda secara mencolok dengan gerakan Imam. Lain halnya bila makmum dalam kondisi lupa atau tidak tahu keharamannya, maka hal itu tidak membahayakan atau tidak membatalkan shalat, hanya saja dua rukun yang dilakukan dalam kondisi lupa atau tidak tahu itu tidak diperhitungkan sebagai gerakan shalat yang sah. Bila ia tidak mengulanginya bersama imam karena lupa atau ketidaktahuannya, maka ia harus menambah satu rakaat setelah imam melakukan salam. Bila tidak demikian maka ia wajib mengulangi shalatnya.” Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Beirut, Dârul Fikr], 126 halaman). 


Kedua, dari sisi sisi menambah rukun fi’li atau rukun shalat yang bersifat gerakan fisik. Dilihat dari sisi ini juga tidak batal, sebab meskipun rukuk dua kali: pertama rukuk sendiri karena mengikuti suara takbir dari toa di depannya, dan rukuk kedua mengikuti imam, namun rukuk pertamanya yang keliru itu dilakukannya secara tidak sengaja menambah rukuk, namun karena terganggu kebisingan suara toa yang persis di depannya, karena melamun, atau karena bingung/nervous shalat sendiri di atas mobil komando (mokom), sehingga mengakibatkan ia bergerak turun untuk rukuk tanpa sadar. 


Hemat penulis, rukuk pertama korlap demo identik dengan makmum yang menambah rukun fi’li dalam kondisi lupa yang juga tidak membatalkan, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Abdul Aziz al-Malibari dan Syekh Ali Syibramalisi sebagai berikut.


أما وقوع الزيادة سهوا أو جهلا عذر به فلا يضر ... ومن ذلك ما لو تعددت الائمة بالمسجد فسمع المأموم تكبيرا فظنه تكبير إمامه فتابعه، ثم تبين له خلافه فيرجع إلى إمامه، ولا يضره ما فعله للمتابعة لعذره فيه، وإن كثر


Artinya, “Adapun terjadinya penambahan rukun fi’li karena lupa atau ketidaktahuan atas keharamannya, maka dianggap uzur sehingga tidak membahayakan atau tidak membatalkan shalat … Termasuk menambah rukun fi’li yang dilakukan dalam kondisi lupa (sahwun) sehingga tidak membatalkan shalat adalah kasus andaikan ada imam shalat yang banyak dalam suatu masjid, lalu makmum mendengar suara takbir dan menduganya sebagai takbir imamnya, lalu ia mengikutinya. Kemudian terbukti dugaannya salah dan ia segera kembali mengikuti gerakan imamnya, dan gerakan yang dilakukannya untuk kembali mengikuti imam juga dianggap uzur, meskipun banyak.” (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari dan Abu Bakar Syatha ad-Dimyati, Fathul Mu’în dan I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, halaman 225-226).


Faktor Sebenarnya yang Membatalkan Shalat

 

Bila dilihat dari dua sisi, yaitu sisi mendahului imam dan sisi menambah rukun fi’li shalat korlap itu tidak batal, maka apa yang membuatnya batal? Merujuk klarifikasi yang tersebar di media, maka yang membuat batal adalah keputusannya sendiri yang membatalkan shalat yang sebenarnya masih sah. 


Semoga kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi penulis dan para pembaca, khususnya berkaitan dengan fiqih shalat, yang faktanya memerlukan ketelitian lebih mendalam. Wallâhu a’lam.
[]


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar