Video koordinator lapangan (korlap) demo di depan Gedung Kemenag RI, Jalan Lapangan Banteng Barat Jakarta, Jumat (4/3/2022) menjadi perbincangan hangat netizen. Korlap demo terekam salah melakukan shalat Asar dengan dua kali rukuk dalam satu rakaat, sehingga dianggap salah. “Shalat model apa ini?” seru netizen bertanya-tanya atas keanehan shalat dalam video viral itu.
Analisis Kasus
Bila diamati lebih teliti, dalam video saat imam sujud kedua, korlap itu mendahuluinya dengan bangun dari sujud dan langsung berdiri. Saat imam bangun berdiri, ia justru mendahuluinya bergerak turun untuk rukuk.
Perlu dicatat, sejauh pengamatan penulis pada video, dalam kasus ini imam dan
makmum sempat berkumpul dalam posisi sama-sama berdiri dengan durasi singkat
yang cukup untuk melakukan tuma’ninah sekadar bacaan subhânallah. Namun tampak
ragu lalu ia bangun lagi untuk berdiri, mungkin karena melihat jamaah lain
ternyata berdiri mengikuti gerakan imam. Kemudian saat imam rukuk, ia rukuk
lagi mengikutinya.
Entah karena begitu kerasnya suara toa yang persis di hadapannya, sehingga
membuyarkan kekhusyukan, karena melamun, atau karena nervous shalat sendiri di
atas mobil komando (mokom), korlap demo tidak dapat mengikuti gerakan imam
secara benar sehingga rukuk dua kali dalam satu rakaat.
Yang jelas seperti dalam klarifikasinya di media, korlap demo mengaku kesulitan
mendengar suara imam, yang sebenarnya sudah dikeraskan dengan toa tepat di
depannya. Dalam klarifikasi itu juga disebutkan, akhirnya ia membatalkan shalat
karena diyakini tidak sempurna dan memenuhi syarat untuk dibatalkan.
Kesalahan mengikuti gerakan imam hingga rukuk dua kali dalam satu rakaat
seperti yang terekam di video viral itu dapat dialami oleh siapa saja, baik
penulis sendiri atau pembaca. Menjadi sangat penting bila kasus itu menimpa
kita, bagaimana cara yang benar dalam menyikapinya.
Dua Sisi Batal dan Tidaknya Shalat
Bila pengamatan penulis di atas benar dan dapat diterima, maka berkaitan batal dan tidaknya shalat korlap di atas dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi mendahului imam atau taqaddumul makmum ‘alal imam, dan sisi menambah rukun fi’li atau rukun shalat yang bersifat gerakan fisik.
Pertama, dilihat dari sisi sisi mendahului imam, shalat korlap sebagai makmum
tidak batal. Sebab secara fiqih, ia hanya mendahului imam dengan hitungan satu
rukun sempurna, yaitu mendahuluinya berdiri dari sujud. Setelah itu ia sempat
bersama-sama berdiri dengan imam sekadar waktu yang cukup untuk tuma'ninah.
Baru kemudian ia mendahului rukuk sementara imam masih dalam kondisi berdiri.
Selain itu, dugaan penulis, ia tidak mendahului imam secara sengaja, namun
karena lupa atau terganggu konsentrasinya karena kebisingan pengeras suara yang
terlalu dekat atau lainnya. Sementara dalam kajian fiqih, perbuatan mendahului
imam yang membatalkan shalat adalah mendahului imam dengan dua rukun secara
sempurna dan berurutan, serta dilakukan dengan sengaja dan tahu keharamannya.
Bila tidak seperti itu maka tidak membatalkan shalat. Syekh Nawawi Banten
menjelaskan:
قوله: (وسبقه على إمام بركنين فعليين) تامين متواليين سواء كانا طويلين أم قصيرين كأن ركع واعتدل والإمام لم يركع (مبطل) للصلاة إذا كان عامدا عالما بتحريمه للمخالفة الفاحشة، بخلاف ما إذا كان ساهيا أو جاهلا فإنه لا يضر إلا أنه لا يعتد له بهما. فإن لم يعد للإتيان بهما مع إمامه لسهوه أو جهله أتى بعد سلام الإمام بركعة وإلا أعاد الصلاة
Artinya, “Perbuatan makmum mendahului imam dengan dua rukun fi’li atau yang
berupa gerakan fisik, yang sempurna dan berturut-turut, baik dua rukun fi’li
itu termasuk kategori rukun yang panjang maupun yang rukun pendek, seperti
makmum rukuk dan i’tidal mendahului imam yang masih berdiri belum rukuk,
perbuatan seperti itu membatalkan shalat bila memang dilakukan secara sengaja
dan tahu atas keharamannya, karena perbuatan seperti itu termasuk perbuatan
yang membuat gerakan makmum berbeda secara mencolok dengan gerakan Imam. Lain halnya
bila makmum dalam kondisi lupa atau tidak tahu keharamannya, maka hal itu tidak
membahayakan atau tidak membatalkan shalat, hanya saja dua rukun yang dilakukan
dalam kondisi lupa atau tidak tahu itu tidak diperhitungkan sebagai
gerakan shalat yang sah. Bila ia tidak mengulanginya bersama imam karena lupa
atau ketidaktahuannya, maka ia harus menambah satu rakaat setelah imam
melakukan salam. Bila tidak demikian maka ia wajib mengulangi shalatnya.”
Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Beirut, Dârul Fikr], 126
halaman).
Kedua, dari sisi sisi menambah rukun fi’li atau rukun shalat yang bersifat
gerakan fisik. Dilihat dari sisi ini juga tidak batal, sebab meskipun rukuk dua
kali: pertama rukuk sendiri karena mengikuti suara takbir dari toa di depannya,
dan rukuk kedua mengikuti imam, namun rukuk pertamanya yang keliru itu
dilakukannya secara tidak sengaja menambah rukuk, namun karena terganggu
kebisingan suara toa yang persis di depannya, karena melamun, atau karena
bingung/nervous shalat sendiri di atas mobil komando (mokom), sehingga
mengakibatkan ia bergerak turun untuk rukuk tanpa sadar.
Hemat penulis, rukuk pertama korlap demo identik dengan makmum yang menambah
rukun fi’li dalam kondisi lupa yang juga tidak membatalkan, sebagaimana disampaikan
oleh Syekh Abdul Aziz al-Malibari dan Syekh Ali Syibramalisi sebagai berikut.
أما
وقوع الزيادة سهوا أو جهلا عذر به فلا يضر ... ومن ذلك ما لو تعددت الائمة بالمسجد
فسمع المأموم تكبيرا فظنه تكبير إمامه فتابعه، ثم تبين له خلافه فيرجع إلى إمامه،
ولا يضره ما فعله للمتابعة لعذره فيه، وإن كثر
Artinya, “Adapun terjadinya penambahan rukun fi’li karena lupa atau
ketidaktahuan atas keharamannya, maka dianggap uzur sehingga tidak membahayakan
atau tidak membatalkan shalat … Termasuk menambah rukun fi’li yang dilakukan
dalam kondisi lupa (sahwun) sehingga tidak membatalkan shalat adalah kasus
andaikan ada imam shalat yang banyak dalam suatu masjid, lalu makmum mendengar
suara takbir dan menduganya sebagai takbir imamnya, lalu ia mengikutinya.
Kemudian terbukti dugaannya salah dan ia segera kembali mengikuti gerakan
imamnya, dan gerakan yang dilakukannya untuk kembali mengikuti imam juga
dianggap uzur, meskipun banyak.” (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari dan Abu
Bakar Syatha ad-Dimyati, Fathul Mu’în dan I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul
Fikr], juz II, halaman 225-226).
Faktor Sebenarnya yang Membatalkan Shalat
Bila dilihat dari dua sisi, yaitu sisi mendahului imam dan sisi menambah rukun fi’li shalat korlap itu tidak batal, maka apa yang membuatnya batal? Merujuk klarifikasi yang tersebar di media, maka yang membuat batal adalah keputusannya sendiri yang membatalkan shalat yang sebenarnya masih sah.
Semoga kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi penulis dan para pembaca,
khususnya berkaitan dengan fiqih shalat, yang faktanya memerlukan ketelitian
lebih mendalam. Wallâhu a’lam. []
Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar